Secercah Cahaya di LOSMEN DIAZ

Banyak kebaikan yang kadang kita lewatkan atau tidak kita sadari saat melakukan suatu perjalanan, termasuk yang saya alami di Labuan Bajo. Saya banyak melihat kebaikan tidak tampak saat saya menginap di Losmen Diaz. Saat saya berkunjung di Labuan Bajo tahun 2009, losmen ini memang belum begitu terkenal di kalangan turis. Apalagi losmen ini termasuk kategori penginapan murah yang enggan menerima tamu asing.

Kenapa? Karena setiap hotel/losmen/guesthouse di kota Labuan Bajo wajib mengisi formulir khusus yang kemudian diserahkan ke kantor kelurahan. Sebenarnya proses ini tergolong simple yang mewajibkan segala penginapan melaporkan data tamu asing yang menginap, sama halnya bila kita berkunjung di kampung tertentu wajib lapor pak RT atau bahkan sampai lapor ke pak Lurah.

Bagi orang yang kurang pemahaman seperti pemilik Losmen Diaz, proses semacam ini terdengar rumit dan susah dimengerti. Sudah berulang kali mereka menolak kedatangan tamu asing yang akan menginap di losmen waktu itu, termasuk teman kenalan di trip Komodo saya, Andrew dan Matt yang ditolak dengan alasan kamar penuh di artikel –> Pulau Kanawa.

Diaz
Diaz

Losmen Diaz terletak tidak jauh dari pelabuhan Labuan, berjalan kaki memasuki gang 10 menit sudah bisa menemukan tempat ini. Dari luar terlihat bangunan yang terkesan seperti kamar kost berjejer memanjang sebanyak kurang lebih 5 kamar di sisi kanan, dan 5 kamar lagi di sisi kiri. Pemilik tanah ini adalah dua orang kakak beradik yang bernama Nur Diaz dan Robertus Diaz.

Masing-masing dari mereka memiliki bagian pengelolaan sendiri-sendiri, Pak Nur mengelola 5 kamar sisi kiri yang difungsikan sebagai penginapan, sedangkan Pak Robert mengelola 5 kamar di sisi kanan yang banyak digunakan sebagai kamar kost (long stay). Di tahun 2009, tempat ini hanya terkenal di kalangan para driver atau sales perusahaan yang merantau sejenak di kota Labuan Bajo. Dengan harga menginap 30 ribu per malam tentu saja membuat semua orang senang menginap di sini, salah satunya saya.

Kebaikan pertama yang saya rasakan di sini adalah perlakuan Pak Nur yang sangat care dengan semua tamunya. Saya yang sering tidak nampak di losmen karena seringnya pulang malam hari diperlakukan seperti ‘kawan’. Bahkan di hari minggu sebelum berangkat ke Ruteng, saya sempat diajak pergi gereja bersama di Pantai Binongko. Di sanalah saya mengenal sosok biarawati yang menjadi inspirasi dalam menjalani hidup. Orang yang saya maksud adalah Suster Virgula.

Suster Virgula merupakan warga kebangsaan Jerman yang sudah berpuluh tahun mengabdikan hidupnya di Indonesia terutama Pulau Flores. Dia merupakan pengelola Pusat Rehabilitasi Penyakit Kusta di Rumah Sakit Santo Damian Cancar dan merupakan pendiri Rehabilitasi Santo Damian Labuan Bajo. Di samping rumah sakit juga terlihat yayasan panti asuhan yang menampung puluhan anak yatim piatu yang (maaf) cacat fisik maupun kusta semuanya.

Di luar bangunan ini juga terdapat kolam renang air laut yang cukup luas dengan pemandangan menuju ke Pantai Binongko. Kolam air ini difungsikan Suster Vrigula sebagai tempat terapi air laut bagi anak-anak penderita kusta. Banyak cerita menyedihkan tentang anak-anak di sini, banyak dari mereka dibuang oleh orang tuanya sendiri saat mengetahui bahwa anak mereka menderita kusta ataupun cacat fisik.

Meskipun memiliki kekurangan, bukan berarti mereka menutup diri dari dunia luar. Setiap minggu mereka mengadakan misa yang dimulai pukul 8 pagi. Misa ini terbuka untuk umum. Saat saya hadir di misa, banyak terlihat penduduk setempat yang menyempatkan hadir di Gereja kecil Pantai Binongko ini. Di tengah halaman gereja terlihat kapel kecil yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya anak penderita kusta yang memakai kursi roda. Misa yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini terlihat hikmad sekali.

Sedih sekali saat saya menyaksikan misa istimewa tersebut. Tak sadar mata mulai berlinang air mata saat mendengarkan anak-anak tuna daksa mengumandangkan lagu “Anak Domba Allah” yang dibawakan penuh penghayatan oleh mereka. Karena perasaan tersentuh tersebut, saya sampai lupa mengabadikan kegiatan mereka lewat kamera pocket. Saat misa selesai, saya sempat diajak Pak Nur untuk melihat lebih dekat sosok Suster Virgula. Dilihat dari dekat sosok biarawati berumur 84 tahun ini seperti Bunda Theresa, hanya berbeda di perawakannya yang besar dan masih terlihat segar di usianya yang sudah renta.

Banyak mendengarkan canda tawa saat dia berbicara dengan lawan bicaranya. Senyum yang tulus dan sentuhan terhadap anak kusta dia perlihatkan di depan kami semua. Anak-anak pun terlihat membalas senyum itu. Tidak ada pandangan malu atau bahkan risih saat berinteraksi dengan mereka. Sungguh peristiwa yang membuat bulu kuduk saya berdiri berulang kali. Saat kami berpamitan pulang, saya menyalami tangan Suster Virgula yang hangat dan besar, juga menyalami beberapa anak-anak yang masih menyambut kami dengan senyum lebar. Saya yang pada waktu itu sudah kekurangan banyak pasokan iman, kembali menjadi religius lagi. Hahaha. (Sepulang misa di kapel ini, saya langsung berangkat menuju ke Ruteng. Apakah mungkin karena efek religius itu pula yang membuat saya terlambat sadar dengan premanisme om Beni ya?).

Losmen Diaz
Losmen Diaz

Masih ada cerita kebaikan lain di Losmen Diaz. Saya menemukan bentuk kebaikan dari saudara Pak Nur yang bernama Pak Robert. Beliau adalah salah satu staff di Flores Komodo (sebuah yayasan bersifat sukarela yang dikelola oleh pemerintah Australia dan Swiss yang bertugas mendalami semua objek wisata yang ada di Flores Barat). Nah, lagi-lagi menemukan LSM yang dikelola oleh orang asing negara tetangga yang lebih care terhadap wisata di negara bukan negaranya sendiri yang dilakukan tanpa dibayar pula. Malahan orang asing yang bekerja di Flores Komodo diminta bayaran untuk proses perpanjangan KITAS selama mereka tinggal di Indonesia *elus-elus dada.

Dari cerita singkat Pak Nur, Pak Robert mengetahui bahwa saya sedang mengeksplorasi keindahan Indonesia, dan suatu malam dia memberi saya satu map besar bertuliskan WEST FLORES. Setelah saya buka map besar tersebut, saya melihat peta wilayah Labuan Bajo yang tergambar secara detil bersama pulau-pulau di sekitarnya. Buku portfolio tebal bertuliskan semua objek wisata yang sudah dirangkum sedemikian kerennya oleh Flores Komodo, disertai beberapa lembar stiker promosi Komodo pula. Merasa bahagia sekali saat mendapatkan secara cuma-cuma map ini, bagai menemukan harta karun yang akan saya jaga seumur hidup. Bagi yang penasaran dengan website Flores Komodo bisa klik di sini (Flores Komodo).


Note : Memang menilai baik atau tidaknya seseorang yang baru kita temui tidaklah gampang. Tapi dengan kebaikan tak tampak seperti yang mereka perlihatkan, saya sungguh merasa sedikit menyesal terlambat menyadarinya. Tapi yang sudah berlalu biarlah berlalu. Semoga saya bisa menengok kawan ‘malaikat-malaikat’ saya sesegera mungkin :).

Bagaimana ya kondisi mereka sekarang? Terakhir mendapat kabar di tahun 2011, Pak Nur sudah membuat losmennya menjadi go international, bahkan Losmen Diaz sempat masuk di salah satu rekomendasi jalan-jalan Flores. Pak Robert masih aktif di Flores Komodo, sedangkan Suster Virgula tidak ada kabar lagi.

6 Comments Add yours

  1. Louis Tapu says:

    Suster Virgula sudh balik ke Jerman…. 😦

    1. Terima kasih infonya. Berharap ada kesempatan bisa bertemu dengan beliau lagi. 🙂

  2. (Sepulang misa di kapel ini, saya langsung berangkat menuju ke Ruteng. Apakah mungkin karena efek ‘religius’ ini pula yang membuat saya terlambat sadar dengan premanisme om Beni ya?).

    Ngakak di bagian ini 😂😂 thank you postingannya tentang flores! Abis blogwalking searching2 flores, makin mantap untuk planning liburan kesana! 😀

  3. kebaikan-kebaikan seperti itulah yg kadang membuat sebuah perjalanan tak mudah untuk dilupakan begitu saja 🙂

  4. Skolastika Diaz says:

    Pak Nur dan Pak Robert baik – baik saja, 🙂

    1. Syukurlah. Sampaikan salam saya kepada mereka. 🙂

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.