Ciu Made in Bekonang

Mendengar kata Bekonang beberapa orang selalu mengidentikkan dengan keberadaan ciu yang sudah terkenal seantero Indonesia dan diburu oleh anak muda gahul tak terarah #halah. Bekonang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, dimana banyak terdapat sentra industri kecil seperti gamelan, kain toletan, karak ( kerupuk beras ), genteng tanah liat dan tentu saja ciu.

Ada kalangan tertentu yang menyalahgunakan keberadaan ciu, sehingga tak jarang sosok ciu dianggap sebagai hal yang tabu dan negatif. Pencitraan yang dilakukan ciu tidak mungkin membuahkan hasil yang lebih baik, hanya akan dipandang dengan pandangan negatif, dan negatif.

Saya pribadi sudah mengenal ciu semenjak masih kecil, bukan sebagai peminum, melainkan mengenalnya sebagai salah satu bagian dari tradisi. Ciu digunakan sebagai salah satu sesaji untuk sembahyang para leluhur. Selain memberikan sesaji berupa buah-buahan dan makanan kecil, keluarga saya juga menyajikan ciu di beberapa cangkir kecil untuk diletakkan di meja altar sembahyang.

Pernah suatu hari saya iseng mencoba rasa dari ciu, hanya ada rasa sangat panas di tenggorokan saat meneguknya, perut langsung terasa panas dan bengah. Jika diminum di dataran tinggi tentu akan memberi efek menghangatkan tubuh. Sementara jika dikonsumsi di tempat tinggal dataran rendah ya langsung bikin kepala pusing. 🙂

salah satu rumah produksi ciu
salah satu rumah produksi ciu

Beberapa waktu lalu saya dan beberapa teman berkesempatan melihat langsung salah satu sentra industri ciu di Bekonang. Drum-drum plastik berukuran besar tertata rapi di pabrik sederhana binaan Bu Sutinah. Beliau bercerita bahwa pada awalnya ciu digunakan sebagai penghangat tubuh saja. Campuran tetes tebu, air dan limbah atau yeast ( bakteri fermentasi ) menghasilkan sebuah cairan terfermentasi yang kemudian disebut ciu.

Ciu Bekonang merupakan sejenis minuman keras yang konon sudah ada sejak zaman kerajaan. Bahan dasar tebu tak lepas dari hektaran kebun tebu yang dulu keberadaan perkebunan tebunya dimiliki oleh Praja Mangkunegaran. Mereka mengelola dua pabrik gula yang bernama Pabrik Gula Tasikmadu dan Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar.

Menurut Bu Sutinah, dulu perkebunan tebu banyak dijumpai di Solo Raya, seperti daerah Palur, Karanganyar, dan sebagian besar Sukoharjo. Seiring dengan waktu perkebunan itu semakin menyusut dan berkurang petani tebunya. Sekarang banyak lahan bekas kebun tebu sudah diratakan dan diganti dengan kompleks perumahan dan persawahan seiring dengan tutupnya pabrik Pabrik Gula Tasikmadu dan Colomadu.

Bu Sutinah, salah satu pemilik sentra industri ciu
Bu Sutinah, salah satu pemilik sentra industri ciu

Bu Sutinah mengisahkan bahwa ciu sudah menjadi barang terlarang sejak zaman Belanda berkuasa, di mana kondisi tersebut dipicu oleh turunnya omset penjualan minuman alkohol impor buatan negara barat. Namun petinggi kerajaan dan rakyat menengah lebih memilih ciu yang lebih murah harganya untuk dikonsumsi. Rumah produksi ciu harus diam-diam mengolahnya agar tidak tertangkap.

Tetes tebu disuling dengan kuali terbuat dari tanah liat yang dimodifikasi ala kadarnya, kemudian disembunyikan di dalam tanah sampai proses fermentasi selesai. Kuali berisi cairan yang sudah siap dikonsumsi akan dibawa ke pasar kota dan dijual per slot atau satu cangkir kecil. Dari situlah ciu asal Bekonang mendapatkan popularitas di masanya.

Berbeda dengan pemuda gahul zaman sekarang yang tak segan menegak ciu langsung dari botol atau bahkan dicampur minuman berenergi. Campuran ngawur yang akhirnya mengakibatkan kematian lalu muncul tulisan berkapital di headline media cetak dengan judul “Ditemukan seorang pemuda tewas setelah minum oplosan.” Hadeh!

drum berisi adonan terfermentasi
drum berisi adonan terfermentasi

Limbah yang digunakan oleh beberapa rumah produksi di Dukuh Sentul tidak pernah diketahui dari mana asalnya. Mereka menggunakan materi yeast yang sama selama ratusan tahun, mengolah dengan cara yang sudah diajarkan turun-temurun. Jika salah satu rumah mengalami gagal produksi dan kehilangan seluruh yeast-nya, mereka akan meminta rumah sebelah, begitu pula sebaliknya. Cara sederhana yang justru membuat yeast bertahan selama ratusan tahun dan seharusnya digolongkan sebagai cagar budaya nih. 😀

alat penyulingan sederhana
alat penyulingan sederhana

Proses fermentasi yang dilakukan selama tujuh hari akan menghasilkan minuman ciu dengan kadar alkohol mencapai 12% yang kemudian digunakan untuk konsumsi. Selama tujuh hari, adonan akan sedikit bereaksi dengan mengeluarkan suara bergemuruh disertai letupan kecil mencuat di permukaan. Mendengar langsung gemuruh adonan di dalam drum-drum membuat saya semakin kagum dengan kegigihan hidup si bakteri.

Adonan yang didiamkan selama sembilan hari dan kemudian disuling kembali akan menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, yaitu 85%. Cairan yang sudah memiliki alkohol tinggi itu akan dijual sebagai alkohol ( obat ) seharga Rp20.000,-/ liter di apotek-apotek. Efek panas dari ciu juga dimanfaatkan sebagai campuran obat gosok seperti bisa dijumpai di beberapa toko obat Sinsei ( pengobatan tradisional ).

Bahkan ada beberapa pabrik rokok pun membutuhkan olahan ciu dari Bekonang. Olesan alkohol konon membuat daun tembakau tidak terlalu lepek selama proses pengeringan sebelum daun-daun itu diolah jadi bahan baku rokok. Tentu saja tidak pernah ada tulisan komposisi alkohol sekian persen tertera di kemasan rokok, kan? #ups

kayu bakar
kayu bakar

Perjalanan produksi ciu sampai sekarang tidak pernah berjalan mulus. Banyak pertentangan dari pihak-pihak tertentu yang membuat produsen ciu harus merogoh kocek untuk membayar sekian juta rupiah setiap bulannya. Ada nara sumber yang mengatakan bahwa banyak pemilik rumah produksi alkohol rutin ditodong oleh badan keamanan setempat.

Pembuangan limbah produksi yang tak terpakai dan pembuangan berliter-liter cairan produksi gagal di area tertentu harus mendapat izin dari pihak kepolisian. Sebelum surat dikeluarkan, mereka meminta sekian ratus ribu rupiah untuk sekali transaksi. Setelah proses pembuangan selesai, mereka pun kembali meminta amplop sebagai uang tutup mulut supaya kasus tersebut tidak dibawa sampai kantor pengaduan.

Di lain waktu mereka juga meminta uang yang lain sebagai bentuk ucapan terima kasih atas upaya penyelamatan razia minuman keras di Sukoharjo. Padahal rumah-rumah produksi di Bekonang sudah diakui oleh pemerintah daerah Sukoharjo sebagai salah satu sumber utama pendapatan daerah. Mereka selalu ditarik biaya sekian juta terkait dengan SIUP yang sudah mereka miliki.

Dari kejadian-kejadian perampokan secara halus tersebut membuat beberapa produsen alkohol di sana hanya punya dua pilihan saja. Ada yang masih mempertahankan warisan budaya yang diwarisankan secara turun-temurun tersebut. Ada pula yang memutuskan untuk menutup usahanya karena tidak mampu lagi membayar biaya-biaya yang melebihi keuntungan bersih mereka. Siapa yang harus disalahkan?

Lepas dari efek memabukkan, sentra industri ciu justru banyak diminati oleh wisatawan asing yang hendak menuju Tawangmangu di Karanganyar. Mereka menganggap proses penyulingan ciu ini keren. Ibarat turis Indonesia yang bertandang ke negeri barat yang mengagumi proses pembuatan wine.

Sayang sekali jika pandangan beberapa masyarakat lokal sendiri hanya memandang segi negatif ciu tanpa melihat sejarah, potensi wisata dan manfaat lain di bidang kedokteran.

Jadi apa pendapatmu? 😉

33 Comments Add yours

    1. Halim Santoso says:

      Waaa om Bowo mampir di mari… *tuang ciu* 😀

  1. C U . *bahasa Inggris* . Minuman yang tersohor di Indonesia. Kalo ke Purwokerto juga sadis juga tuh ciunya. *upss . tapi terlepas memabukkan, minuman ini khas nusantara. Segala yang berkaitan dengan proses pembuatannya harus didokumentasikan. Supaya tetap terkenang. hihi

    1. Halim Santoso says:

      Khas Indonesia tapi sayangnya nggak dianggap warisan leluhur yg harus dijaga.
      Purwokerto punya ciu juga? Wahh perlu mlipir ke sana nih… Mari kulakan ciu #ehh 😛

    2. mungkin gak dijaga karena bentrok dengan agama mi. Padahal budaya juga kan. 6 lawan 1 kalo mau dibandingin. lebih ke Banyumas sih. Ciu Cikakak. *bukan cekakaka lho* haha . waduh saya modalin deh. haha

    3. Halim Santoso says:

      Hehe Ciu Cekakak kebacanya kaya orang ngakak
      Mari bisnis ciu *kmudian digerebek aparat* 😀

    4. hahaha emang bikin ngakak kali ya. Yoookk tapi yang inovatif kali yak. Muter-muter pake gerobak. trus mangkal depan SD . *ini fix ditangkep* haha

  2. Jujur aku nggak terlalu tau soal ciu sih. Apa ini cuma ada di Solo atau di daerah lain juga? (aku lahir dan gede di Jogja, red.)

    1. Halim Santoso says:

      Mungkin di daerah lain terdapat industri minuman keras mengingat sejak zaman kerajaan minuman yang disajikan di meja makan saat penyambutan tamu penting adalah secangkir minuman beralkohol. 🙂

  3. “Adonan yang didiamkan selama sembilan hari menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi, yaitu 85% yang kemudian dijual sebagai alkohol ( obat ) seharga 20.000/ liter di apotik.”
    Ini beneran hanya didiamkan saja bisa berubah dr 12% ke 85%?

    1. Halim Santoso says:

      Sorry, yang benar harus disuling lagi hehe… Sulingan pertama menghasilkan alkohol 12%, kemudian disuling lagi agar kadar alkohol meningkat 🙂

    2. dalgreeny says:

      hehe..makanya tadi kaget kalo beneran didiemin aja bisa naik kadarnya 😀
      Itu sekali penyulingan atau beberapa tahap penyulingan bisa dr 12% ke 85%? Kalau pakai alat penyulingan sederhana seperti itu, dgn sekali proses bisa naikin dari 12% ke 85% itu bagus bgt..*kebanyakan nanya* hehe
      jd pengen maen ke sini 😀

    3. Halim Santoso says:

      Bentar ku-sms ibunya dulu bro wakakaka
      Biar pada main di mari makanya dibikin penasaran >_<

  4. gara-gara ciu identik untuk mabok-mabokan di tempat orang punya kerja bro, makannya banyak masyarakat yang memandang negatif keberadaan minuman ini
    padahal kalau nenggak wine kebanyakan efeknya juga sama-sama bikin mabok 😀

    eh di pabriknya semerbak bau ciu yang menyengat ga?

    1. Halim Santoso says:

      Lumayan menyengat kalo dari kejauhan, dari deket malah udah langsung adaptasi hidungnya 😀

  5. imama says:

    ciu ini sejenis minuman beralkohol tradisional kah? saya baru tauu hehe

    1. Halim Santoso says:

      Yapp sejenis dengan minuman beralkohol lain di Indonesia seperti Brem dari Bali, Tuak di Tuban. Masing-masing hanya berbeda bahan dasarnya. Ciu Bekonang terbuat dari fermentasi tetes tebu 🙂

  6. Dian Rustya says:

    Pas baca bagian ini => “Mereka menggunakan materi yeast yang sama selama ratusan tahun” <= Jadi keinget Madre-nya Dee 😀
    Eh itu gimana nyimpen dan "ternak"nya ya Lim?

    Ppsstt, pas baca Bekonang, yg kepikir pertama itu adalah nama binatang *trus ngilang*

    1. Halim Santoso says:

      Ahaa pertanyaan menarik…
      Ciu diproduksi setiap hari, jd yeast nya digeser dari drum hari pertama masuk ke drum hari kedua dst sampe drum hari terakhir dibalikin ke drum baru jadi ( hari pertama )
      Nm binatang apa, mba? Gagal paham tenan kih hehe

  7. yusmei says:

    Minuman legendaris yang laris manis menjelang pertandingan sepak bola 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Suporter rusuh di pertandingan sepak bola, ciu kembali disalahkan *puk puk Bekonang* 😀

  8. Dede Ruslan says:

    koh halim mabok ga? jangan2 mabok janda lagi 😛

    1. Halim Santoso says:

      Kalo mabok masih dalam tingkat ksadaran yang cukup kok, cuma goyang dombret aja di lapangan hahaha

  9. OpensTrip says:

    kerenlah…pengen nyobain kesana

    1. Halim Santoso says:

      Monggo mampir ke Bekonang 🙂

  10. mysukmana says:

    Bekonang mas, cuma 5km dari rumahku wkwkw..harom mas harom wkwkwk

    1. Halim Santoso says:

      Deket banget… bukan salah satu bakul ciu kan mas? Hehehe

    2. mysukmana says:

      kwkwwkw naudzubillah mas

  11. ganpow low says:

    beli nya dmn?

  12. ganpow low says:

    klo dari karawang itu k bekonang arah mana ya?

  13. tomy says:

    saya jual saya jual…tapi cuma untuk penghangat

  14. Kalo ke daerah jateng ciu termasuk salah satu oleh2 yang ditunggu nih :p mari lestarikan ciu! hehe

  15. ridho says:

    bekonang kalau di flovoring sama anggur thomson, brady kalah rasa lo, mantab nih bekonang

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.