Kota Pusaka yang Masih Rendah Hati

Suatu hari saya dikagetkan oleh artikel yang menyebutkan ada sebuah kota kecil bernama Parakan di Kabupaten Temanggung yang dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh belas kota pusaka yang tersebar di Indonesia. Lebih tepatnya Parakan menjadi pusat kota pusaka dari Kabupaten Temanggung, sejajar dengan DKI Jakarta di kawasan Kota, Jakarta Utara atau kompleks Kota Tua-nya, lalu Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Sawahlunto dan kota-kota lainnya yang telah tergabung dalam JKPI (Jaringan Kota Pusaka Indonesia).

 

Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah yang berjarak sekitar dua belas kilometer dari Kota Temanggung. Parakan dianggap mewakili gelar kota pusaka, meskipun Kota Temanggung yang merupakan pusat administratif Kabupaten Temanggung juga masih memiliki peninggalan bangunan-bangunan kolonial yang terawat. Lalu apa yang membuat Parakan istimewa sehingga disahkan sebagai kota pusaka oleh Kementerian Pekerjaan Umum lewat Piagam Komitmen Penataan Pelestarian Kota Pusaka 2015?

Penetapannya sebagai kota pusaka tidak hanya berdasarkan bangunan bersejarah yang tersisa saja, melainkan dilihat juga dari segi tradisi dan upacara adat yang masih dilestarikan seperti mantenan lurah, pawai oncor, diikuti kesenian Kubro Siswo, Kuda Lumping, Ndibak. Lalu peninggalan benda pusaka berupa bambu runcing, guci, keris, hingga makanan tradisional yang masih lestari, coro bikan, moho, kipo, widaran, endog gluduk, hingga rondo sisik.

Ketika singgah di Parakan, saya belum berkesempatan melihat semua unsur yang menjadikannya layak dipandang sebagai kota pusaka. Dua-tiga hari bukanlah waktu yang cukup untuk melihat semua kekayaan Kabupaten Temanggung. Terlena dengan keindahan Gunung Sindoro di Posong, melihat langsung Umbul Jumprit (sumber mata air yang digunakan dalam setiap prosesi perayaan Waisak) serta candi-candi di sana sudah memberi kesan mendalam dan kepuasan tersendiri sebagai kunjungan pertama saya di Kabupaten Temanggung.

Stasiun Parakan
Stasiun Parakan

Yang paling menarik perhatian pertama kali tentang Parakan adalah kisah stasiun yang pembangunannya dimandori oleh Ho Tjong An. Aanemer atau insinyur kelahiran Tungkwan, Canton tahun 1841 tersebut adalah perantau Tionghoa yang sedari kecil sudah menetap di Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum merdeka). Sekitar tahun 1900, beliau dipercaya oleh NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) untuk membuka jalur kereta api dari Willem I di Ambarawa menuju Secang, dilanjutkan dengan jalur Magelang – Secang dan Secang – Parakan dengan biaya borongan sebesar ƒ350.000. Cerita lengkap mengenai jalur Stasiun Willem I – Secang bisa dibaca di sini.

Jalur kereta dan stasiun yang dibangun oleh Ho Tjong An mulai aktif digunakan antara tahun 1903-1905 yang memiliki rute seperti ini, Stasiun Magelang (kini sub-terminal Kebon Polo) – Stasiun Secang – Stasiun Kranggan – Stasiun Temanggung (kini Gedung Juang) – Stasiun Kedu – Stasiun Parakan. Setelah kendaraan bermotor mendominasi jalan raya, transportasi kereta api pun mulai ditinggalkan pada tahun 1970-an. Stasiun, halte dan rel kereta berumur lebih dari seratus tahun mulai diabaikan dan terbengkalai. Ada yang sudah rata dengan tanah, ditutupi oleh hunian liar, menjadi lahan sengketa hingga masalah serius yang sulit diambil alih lagi.

 

Sejauh ini bangunan bekas Stasiun Parakan di Parakan masih dalam kondisi utuh, belum rata oleh tanah, tapi sudah tidak terpelihara lagi. Pintu dan jendela bagian depan telah ditutup oleh triplek. Bagian timurnya dipenuhi tumpukan sampah rumah tangga yang membuatnya tidak enak dipandang lama-lama. Padahal desain Stasiun Parakan ini unik, menonjolkan batu bata warna merahnya dan terbilang sebagai stasiun yang cukup besar untuk ukuran desa di dataran tinggi. Maklum, daun tembakau, gambir, dan hasil perkebunan yang lain pernah menjadi komoditi utamanya pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Seperti tata letak kota lama pada umumnya, tak jauh dari stasiun pasti terdapat sebuah pasar, tempat tinggal para pedagang, kantor pemerintahan, sekolah, dan tempat beribadah. Pasar Parakan memiliki letak berdekatan dengan kompleks pecinan yang didominasi oleh jajaran rumah berarsitektur Tionghoa. Pintu kayu jati tebal dan penyangga atap terbuat dari kayu berukir banyak dijumpai di sana. Jejak guru kungfu bernama Lauw Djeng Tie juga mewarnai tumbuh kembangnya budaya Parakan. Sementara di Jalan Letnan Suwaji masih berdiri Kelenteng Hok Tek Tong sebagai tempat beribadah yang bangunan awalnya diperkirakan didirikan pada tahun 1830-an.

Mengintari blok ini akan bertemu bangunan bekas kantor dan rumah Kawedanan atau sekarang setingkat dengan Pembantu Bupati. Mengarah ke kampung Kauman akan menjumpai Masjid Al Barakah Bambu Runcing dan pesantrennya, serta Pasar Legi yang masing-masing sudah masuk ke dalam daftar inventaris cagar budaya Temanggung.

Kondisi jalanan di Parakan pun terbilang cukup ramai mengingat jalurnya yang berada di jalan utama antara Temanggung dan Wonosono. Letak geografisnya yang diapit oleh Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing meninggalkan hawa yang sejuk khas dataran tinggi. Suasananya sungguh tidak terlihat seperti sebuah desa yang sepi. Boleh saya berpendapat bahwa Parakan bisa disebut desa rasa kota.

 

Belum semua bangunan bersejarah di Parakan sempat saya kunjungi satu-persatu. Waktu selalu menjadi kambing hitam yang patut disalahkan. Pada akhirnya hanya bisa menatap nanar tembok tebal yang menutupi rumah megah milik para saudagar di baliknya. Menyimpan pertanyaan demi pertanyaan yang belum terjawab. Memendam keingintahuan tentang kejayaan perdagangan tembakau dan opium yang pernah menjadi komoditi utama di sana.

Saya lebih memilih untuk mengiyakan sapaan pak supir yang akan membawa angdesnya dari Parakan menuju Temanggung. Dari Temanggung saya harus melanjutkan perjalanan menuju Bawen dengan bus jurusan Purwokerto-Semarang, kemudian kembali menaiki bus ekonomi jurusan Semarang-Solo. Kembali pulang dan bergumam bahwa selalu ada alasan untuk kembali ke sana lagi.

Cheers! 😉

57 Comments Add yours

  1. sebagai penikmat perjalanan menggunakan kereta, suka sedih sebenernya kalo ngeliat stasiun yang dibiarin gitu aja 😦

    1. Hanya segelintir stasiun yang difungsikan sebagai museum. Stasiun Parakan ini sebenarnya bisa berfungsi sebagai museum kota atau lainnya. Tapi entah kenapa pihak PT KAI masih kesulitan mengusir pensiunannya yang menghuni bertahun-tahun dan mengumuhkan tempat tersebut. 🙂

    2. ya mungkin karena emang pembebasan lahan itu nggak pernah gampang, koh =D

  2. Alid Abdul says:

    Aku pengen mangan rondo sisik, apa rasanya seenak rondo-rondo pada umumnya 😀

    1. Hobimu jajan rondo toh? Suk tak gawane rondo Parakan yo ben awakmu seneng. Hahaha.

  3. rini says:

    Wey aku tau parakan cuma sebatas jalan kalau ke sumbing, ternyata ada ininya..menyejukkan mata gini :’)

    1. Kota kecil di tengah lereng pegunungan yang punya jalan naik turun dan duingin banget kalau malam hari. Next time mampirlah sebentar ke Parakan kalau jalan ke arah Sumbing atau Sindoro. 😉

  4. Suka dengan perjalananmu ke berbagai kabupaten di Jawa Tengah, dan daerah lainnya di luar jateng. Jadi tau tempat bersejarah yang ada di daerah tersebut. Salah satunya di Temanggung ini…, saya baru tau loh ada kota yang disebut kota pusaka. Jadi penasaran sama 16 kota lainnya. Hihihi…
    Di Jawa enak ya mas, ada kereta api. Ngetrip jadi mudah.

    1. Jalur kereta api yang pernah dibangun di Hindia Belanda (Indonesia) bisa dibilang terpanjang kedua setelah negara India dengan rel bikinan Inggris-nya. Sayang tahun 1970-an banyak rel kereta yang dinon-aktifkan oleh PJKA (PT KAI) masa orde baru dan akhirnya berimbas puluhan stasiun terabaikan. Jalur kereta Makassar-Rantepao akan dihidupkan kembali kan, Fauzi? Semoga berjalan lancar agar seluruh Indonesia kembali menikmati alat transportasi yang menyenangkan ini. 🙂

    2. Masih lama banget itu selesainya, masih tersendat di Barru pembangunannya.

  5. lah, pdhl kota kecil loh. baru tau juga ada stasiun di parakan 😮

    1. Stasiun Parakan termasuk stasiun terujung. Dulu ada rencana disambung dengan jalur kereta dari Wonosobo yang dibangun oleh SDS, tapi Belanda urung niat karena membuat rel kereta pegunungan akan menghabiskan dana yang sangat banyak. 🙂

  6. Padahal beberapa kali Parakan menjadi tujuanku, tapi nggak tahu seperti ini 😦

    1. Waduh apa kata dunia, bro. Bagiku lebih menarik Parakan karena lokasinya dekat dengan obyek wisata alam dan lebih tenang dibanding dengan Temanggung yang grusak-grusuk hehe.

  7. Dita says:

    ihhh kok kece jugak sih bangunan-bangunan klasiknya….kamu nemu aja kak

    1. Huehehe asal jalan sendiri dan kesasar-sasar ternyata malah ketemu deretan bangunan heritage di Parakan. 😉

  8. fahrurizki says:

    arsitekturnya keren2 mas halim 😀

    1. Bangunan di sana sanggup bikin saya horni hahaha. Dengar info ada beberapa rumah tua di Parakan yang masih sangat terawat lengkap perabot antiknya. Mudah-mudahan kali kedua bisa masuk. 🙂

  9. winnymarlina says:

    stasiun parakan itu kayak kembali ke zaman dulu

    1. Banget, Win. Apalagi ditambah andong atau dokar yang nongkrong di depan pasar tradisional, berasa balik puluhan tahun yang lalu zaman belum ada mobil. 🙂

  10. Deddy Huang says:

    foto-foto kamu bagus halim

    1. Terima kasih, koh Ded. Eh, tapi ini maksudnya memuji foto diriku atau foto bangunan yang dipublikasi di blog? *sisir rambut pake pomad* 😛

  11. Hastira says:

    wah banyak gedung2 tua yang srtistik ya, jadi mau tahu sejarah gedung2 itu

    1. Kalau balik ke Parakan lagi dan berbincang lebih lama dengan warga di sana akan kukupas satu-persatu sejarah bangunan bersejarah di Parakan, mbak Tira. Ditunggu yah. 😉

  12. Gara says:

    Wih… ikut nebeng dong Mas kalau mau eksplor daerah sana lagi, hoho. Saya melihat merahnya Stasiun Parakan seperti merahnya oven-oven tembakau yang dibuatnya juga dari batu bata. Jangan-jangan ada ciri khasnya begitu ya, stasiun-stasiun ini. Dan mudah-mudahan ke Temanggung dan sekitarnya ada jalur kereta api lagi, agar memudahkan transportasi. Bus dan angkot kesannya membikin setengah terisolasi (atau ini gara-garanya sayanya saja yang jarang naik bus, haha).

    1. Bentuk bangunan Stasiun Parakan sebelas dua belas dengan Stasiun Temanggung, dinding merah bata yang entah Ho Tjong An terinspirasi dari budaya mana. Hehehe. Benar, Gar, transportasi yang harus oper-oper kadang mengaburkan pesona Parakan. Wisatawan seringnya langsung naik Dieng, belum ada gairah untuk mampir ke kota pusaka tersebut. Pastinya kalau mau ke sana lagi akan colek Gara. 😉

    2. Gara says:

      Terima kasih, hehe.

  13. Mydaypack says:

    wah salah satu dari 17 yah, hebatt.. yang 16 nya apa aja tuh gan ?

    by http://www.mydaypack.com

    1. Sekarang jumlah kota pusaka sudah lebih dari tujuh belas kota. Ada lima puluhan lebih sekarang dan akan terus bertambah. Hehehe. Bisa diintip di sini –> http://www.indonesia-heritage.net
      Parakan yang belum familier namanya di telinga masyarakat ternyata sudah mendapat perhatian dari pemerhati heritage. 🙂

    2. Mydaypack says:

      terimakasih gan informasinya

  14. yofangga says:

    Sekarang pendapatan daerah paling besar dari Parakan apa ko?
    Barangkali hasil buminya nggak terlalu besar makanya belanda enggan meneruskan pembangunan rel kereta di sektor ini

    1. Komoditi utama Parakan masih daun tembakau hingga kini. Tembakau Temanggung disetor ke perusahaan rokok di Indonesia. Rel kereta nggak diteruskan sampai Wonosobo karena melewati jalan berkelok dan berbukit-bukit. Andai dulu nekad dibangun rel dari Parakan menuju Wonosobo-Banjarnegara, mungkin akan gagal di tengah jalan karena nemu bongkahan-bongkahan batu candi dan arca. 😛

  15. Hendi Setiyanto says:

    pirang dino nang temanggung?

    1. Mbiyen fokus nde Parakan karena lokasi cedhak karo Posong en Liyangan. Cuma dua malam aja. Itu trip tanpa rencana setelah kelar acara dari Grabag. 😀 😀

    2. Hendi Setiyanto says:

      grabag itu daerah mana ya?

    3. Grabag di Kabupaten Magelang-yang ada perkebunan kopi itu hehehe.

  16. dwisusantii says:

    Aku sukaa sama tembok yang punya dua jendela itu, gara-gara liat itu foto jadi ga fokus mau komen apa :p
    sukaa sama itu

    1. Hahaha instagrammable dan warnanya eyes catching banget yah. Coba mlipir ke bekas Stasiun Temanggung. Di sana lebih asli lagi warna bangunannya, nggak diplester.

  17. wah ada klenteng juga di temanggung, nice info maz

    1. Foto di atas klenteng yang di Parakan, Bud. Klenteng di Temanggung juga nggak kalah keren. 😉

  18. Bambang Dono Kuncoro says:

    Kota Parakan yg eksotis. Jaman Belanda, jauh sebelum kemerdekaan, seorang Suhu dari Shaolin Temple, yaitu Louw Jen Tie bemukim disana. Membuka tempat pengobatan dan perguruan silat Garuda Emas. Diantara murid2 perguruan itu ada yg bernama Pendekar Yap Kie San (cucu murid Laow Jen Tie). Lha salah satu murid Yap Kie San adalah raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo, founder dari Perguruan Silat Perisai Diri. Perguruan Garuda Emas masih eksis sampai, melahirkan pendekar2 kosen yang luput dari pemberitaan media. Kota Parakan masih menyimpan banyak riwayat yang unik, tokoh2 amazing tersembunyi dan menjadi sumber beberapa keunggulan yg kemudian muncul di wilayah lain. Bapa Suhu, founder of Reiki Without Symbol, ada di Parakan. tapi Beliau hanya menerima murid secara amat terbatas.

    1. Sangat menarik sekali informasi tambahan tentang Parakan yang diberikan oleh Pak Bambang lewat kolom komentar di sini. Terima kasih. Saya jadi ingin berkunjung lagi ke Parakan dan mengulik cerita dan nama yang disebutkan di atas. Terutama Yap Kie San yang ternyata adalah guru dari RM Soebandiman Dirdjoatmodjo, salah satu tokoh penting di persilatan Indonesia. 🙂

  19. wah. stastiun parakanny parah 😦
    jendelanya dicolongi po ya? padahal bangunannya punya nilai seni yg unik

    1. Entah raib ke mana jendela dan pintu kayunya Stasiun Parakan, hehehe. Miris kalau lihat sendiri kondisinya. Karena status Stasiun Parakan masih dimiliki oleh PT KAI, berarti menunggu pihak tersebut merenovasi dan membuatnya terlihat lebih cantik lagi. 😉

  20. Miris lihat stasiunnya, didampingi tumpukan sampah gitu. Aku pikir kota kecil pasti lebih bersih, ternyata nggak selalu ya. Dibandingkan kota-kota pusaka lainnya, Parakan ini paling jarang terdengar. Btw udah pernah nulis soal kota Temanggung, mas?

    Btw kok alamat blog-mu jadi .wordpress lagi dengan template basic?

    1. Parakan jadi tempat terdekat untuk menampung panen daun tembakau sehingga kota itu berkembang dengan diikuti bangunan-bangunan keren yang didirikan oleh Belanda maupun saudagar di sana. Parakan ini juga punya letak yang lebih dekat dengan obyek wisata alam di Kabupaten Temanggung seperti Situs Liyangan dan Posong yang sudah kutulis di artikel sebelum ini. Kota Temanggung belum selesai dieksplorasi jadi tulisannya menyusul hehehe.

    2. Woh, jawaban yang sangat informatif! Suwun, mas. Ditunggu tulisan eksplorasi kota Temanggung 🙂

  21. revan says:

    kagum,bangga,terharu,kecewa jadi satu bagian saat melihat lagi gambaran kota yg pernah 3th aku tinggali. selalu ada kesan tersendiri akan kota” di kab Temanggung tanah kelahiranku. semoga kedepan peninggalan sejarah lainya dapat selalu dijaga dan di lestarikan.

    1. Andri says:

      Ada tambahan lg mas .. Parakan jg di juluki kota bambu runcing.. Karena jaman dlu di Parakan ada KH SUBHKI yg terkenal (Parak)/ sakti atas ijin Allah bambu runcing itu di sepuhkan KH SUBHKI (Mbah Parak ) itu.. Dan jendral Sudirman pun pernah kesana.. Info lbh lengkap Googling aja KH SUBHKI .. Krn ini jg tempat lahir saya.. He he

    2. Tambahan yang menarik. Saya jadi kangen dengan Parakan dan ingin mengeksplorasi lebih dalam setelah membaca informasi yang mas Andri berikan di sini. Terima kasih sudah berbagi tambahannya. 🙂

    3. Parakan itu kecil cabe rawit hehehe. Pastinya mas Revan bangga dengan kota kelahiran, apalagi kota tersebut punya sejarah yang keren. 🙂

  22. Fubuki Aida says:

    Mas halim aku baru baca tulisanmu yang ini. Kerennn. Penjelasanmu selalu lebih menarik dan unik bahkan dari guru2 sejarah. Ini tulisanmu paling ngehits lho mas. Tadi iseng ngecek. Yg ngeshare sampai 2,2 k

    1. Terima kasih, mbak Aida, ku jadi terpusi-pusiiii eh tersipu-sipu hehehe. Parakan merupakan kota pusaka yang menarik banget untuk dikunjungi. Mbak Aida mesti mlipir ke sana. 😉

  23. Pram says:

    Ijin Shere mas Bro, sebagai warga parakan ikut senang setelah baca artikel ini..

    1. Silakan. Senang jika tulisan ini bisa bermanfaat. 🙂

  24. entah kenapa jatuh cinta dengan Parakan sesudah melihat foto Gunung Sindoro di IG, kemudian baca blog ini ,, makin makin jatuh cinta.
    Salam kenal dari Bali.. klo bole taw Temanggung ni terdekat diakses dari mana? Yogya? Semarang?

    terima kasih

    1. Salam kenal juga, kmbak Nena. Senang ada yang tertarik dengan keindahan Parakan. Selain situs sejarah, Parakan dan sekitarnya menawarkan alam yang saya yakin bisa bikin betah tinggal lama di sana. 🙂

      Temanggung mudah diakses dari Yogyakarta, melalui lintas Magelang. Kendaraan umum seperti bus dan mobil travel juga mudah didapat dari Yogyakarta.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.