Menilik Gerabah Borobudur di Dusun Nglipoh

Dini hari itu becak yang saya naiki dikayuh sangat lambat oleh pak becak, nyaris seperti siput lajunya. Setibanya di Terminal Tirtonadi, bus patas jurusan Solo-Magelang pun tak kunjung datang. Saya dan kawan saya terpaksa memilih jalur alternatif menggunakan bus ekonomi dengan total empat kali oper kendaraan umum. Pertama-tama bus dari Solo menuju Yogyakarta, dilanjutkan Yogyakarta menuju Muntilan, dan bus mini jurusan Muntilan Magelang.

Mereka melaju dengan kecepatan rata-rata, bahkan ada yang berjalan sangat lamban,  mirip kura-kura. Rasanya mustahil mengejar keterlambatan yang sudah di luar dugaan. Sungguh hari yang aneh.

Candi Borobudur dari kejauhan
Candi Borobudur dari kejauhan
pemandangan menuju Desa Nglipoh
pemandangan menuju Desa Nglipoh

Kaki terus menginjak pedal sepeda sewaan yang saya dan kawan saya, Prima naiki dari rental sepeda di sebelah Pondok Tingal. Awal bersepeda langsung dimanjakan oleh angin sepoi yang menyejukkan. Keringat yang membasahi kaos yang saya kenakan akibat marathon bus pun sedikit mengering.

Lambat laun jalan mulus beraspal berubah menjadi berkerikil dan melewati beberapa tanjakan. Kayuhan mulai kami lambatkan untuk mengabadikan pemandangan indah yang terbentang di sepanjang jalan. Olok-olokan dari anak kecil yang mengira kami ditinggal oleh rombongan karena kelayapan sendiri pun diterima dengan lapang dada.

Keringat mulai membasahi lagi kaos yang saya kenakan akibat ketergesaan mengejar rangkaian acara Kota Toea Magelang pagi itu. Menepis kegembiraan yang berlebih saat melihat paparan sawah hijau yang dikelilingi perbukitan. Melewatkan pesona desa-desa wisata yang terletak di sekitar kompleks Candi Borobudur.

Ada beberapa desa wisata di kawasan Borobodur. Membuat saya ragu apakah sepeda dikayuh ke jalan yang benar. Sesekali berhenti untuk bertanya ke warga sekitar, di mana letak Dusun Nglipoh, sesuai pesan singkat yang diberikan oleh Mas Bagus selaku koordinator komunitas Kota Toea Magelang.

Setibanya di Nglipoh, beberapa peserta kegiatan Djeladjah Sepeda Boroboedoer sudah berdiri mengintari Pak Lamno, pemilik salah satu rumah industri gerabah yang tersebar di sana. Desa Wisata Klipoh atau akrab dikenal dengan Nglipoh merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Karanganyar, Kabupaten Magelang.

Konon di Candi Borobudur terdapat relief di salah satu tingkatnya yang menggambarkan kegiatan pembuatan gerabah. Jadi boleh dibilang Nglipoh telah mewarisi proses pembuatan gerabah secara turun-temurun selama berabad-abad.

Di rumah itu, seorang ibu menunjukkan kebolehannya dalam membuat periuk dari tanah liat. Di sisi lain, ibu setengah baya sedang mempraktekkan tahap awal pembuatan gerabah. Pertama adonan tanah liat yang sudah disiapkan akan diletakkan di tatakan berbentuk bulat dengan pemutar di bawahnya. Kemudian roda diputar, tangan terus menekan adonan agar berbentuk sesuai yang diinginkan.

Terbayang adegan film Ghost, Demi Moore dipeluk dari belakang oleh Patrick Zwayne diiringi alunan Oh my love, my darling… I’ve hungered for your touch… Lamunan liar langsung dibuyarkan oleh suara speaker toa dari ruang sebelah. Huft. Nyaris saja saya khilaf, ingin memeluk si ibu dari belakang!

Untuk mendapatkan hasil yang halus, pantat gerabah akan ditepuk-tepuk menggunakan alat bantu semacam centong nasi. Jika ada retakan mereka harus menambalnya dengan liat, namun jika retakan sudah terlalu besar berarti dinyatakan sebagai produk gagal. Mereka harus mengulangnya dari awal lagi.

Sementara di ruang sebelah Pak Lamno sibuk menerangkan proses pembakaran setelah cetakan gerabah dijemur di bawah sinar matahari selama seharian. Tentu proses penjemuran tergantung oleh cuaca. Ketika langit mendung, proses penjemuran bisa memakan waktu lebih lama. Pengiriman orderan pun ikut tertunda.

Beliau menjelaskan bahwa banyak pemesan gerabah dan peralatan dapur dari tanah liat yang datang dari luar Kabupaten Magelang. Gerabah yang mereka buat tidak ada pakem bentuk. Desain gerabah yang mereka buat sudah menyesuaikan permintaan pelanggan. Tak heran di showroom koperasi desa tidak hanya satu sampai dua macam saja yang mereka pajang, melainkan ada beberapa bentuk kerajinan tanah liat yang menghiasi rak-raknya.

tungku dapur keluarga Pak Lamno
tungku dapur keluarga Pak Lamno

Anehnya saya tidak melihat anak-anak muda yang membantu kakek-nenek itu. Entah pilihan hijrah ke kota besar lebih menggiurkan dibanding dengan meneruskan usaha turun-temurun yang dinilai rendah, atau alasan yang lain. Entahlah.

Yang jelas Bu Lamno langsung menyeret saya ke dapur setelah saya menanyakan perihal bentuk kerajinan tanah liat yang serupa dengan bibir gentong. Setelah dijelaskan, barulah paham bahwa alat tersebut digunakan sebagai penopang panci atau ceret yang hendak ditumpangkan di atas kompor.

Kebaikan dan keramahan yang tidak saya duga sebelumnya. Tidak ada keraguan membawa orang asing ke dalam rumahnya. Tidak ada wajah lelah yang diperlihatkan, justru melempar senyum tulus yang menghangatkan. Sejenak lupa dengan drama yang saya lalui pagi hari.

Bukan hari yang aneh lagi, tapi pagi yang damai di Nglipoh. 😉

36 Comments Add yours

  1. hamid says:

    Waaah.. Diolok-olok anak kampung ya 😀

    Itu leher gentong penopang panci namanya welahan kalo ditempatku..

    1. Disangka peserta bandel yang berhenti lama buat foto-foto di beberapa titik, ketahuan kalau peserta KTM karena pit onthel e mirip semua hehehe. Tapi asli ciamik pemandangane. Jadi pingin ngulang naik pit onthel keliling desa-desa lagi deh.

      Noted. Lagi ngerti itu namane welahan, nuwun infone 🙂

  2. BaRTZap says:

    Dari dulu pengen liat dan belajar langsung proses pembuatan gerabah, belum kesampaian. Btw kalau ke situ harus rombongan atau bisa sendiri aja ya Lim?

    1. Bisa personal datang sendiri, ada ruang pamer hasil karya penduduk sekitar juga. Beberapa penduduk sudah diarahkan membuat souvenir agar bisa dibeli oleh para wisatawan.

      Kurang paham berapa biaya kalau mau latihan di sana. Yang jelas kemarin lihat ada guesthouse di Dusun Nglipoh. Mungkin mereka yang akan memberikan contoh paket bagi turis. Jadi pingin stay di sana trus belajar seharian 😀

    2. BaRTZap says:

      Nah itu seru banget Lim. Sekali-kali liburan atau jalan-jalan sambil belajar keterampilan. Siapa tau khaaan, sebenarnya berbakat dalam menjadi seniman apa gitu 🙂

  3. yoga says:

    Kalo anak ibu yang satunya ketika saya tanya apa ada anaknya yang meneruskan ketrampilan membuat gerabah ini , ..kata ibu itu anaknya lebih memilih kerja di toko dan jadi pedagang ( nggak tanya maksudnya ” dagang ” disini apakah memjajakan suvenir di Candi Borobudur )

    1. Waktunya kurang lama di Nglipoh, beneran pingin ngulang lagi dan belajar bikin tembikar ala ala film The Ghost hehehe. Pingin tahu gimana rasanya menua di sana, bahagia atau kesepian. Yuk mas Yoga suk temeni diriku melipir ke sana. 🙂

  4. Dita says:

    wahhh seru kaaak, jauh banget kah dari pondok tingal? jadi pengen maen ke sini kapan-kapan

    1. Lumayan dari Pondok Tingal, rasane kemarin udah ngenjot sekitar 5 kilometer, separo jalan dari total trip 10 kilometer hahaha. Sebenere ada Desa bahasa, trus Desa Nglipoh yg bikin gerabah, ada rumah yg bikin hiasan berpigura dari kain perca dan desa wisata lain. Serulah! 🙂

  5. winnymarlina says:

    nenek itu tangguh sekali kak

    1. Ada beberapa rumah pembuatan gerabah di desa ini, Win. Semua pengrajin yang kulihat sudah sepuh atau berumur, salutnya mereka masih semangat berkerja. 🙂

  6. Gara says:

    Saya setuju, kayaknya budaya membuat gerabah di situ sudah bertahan dari zaman dahulu ya Mas. Jadi Borobudur selain pusat agama pada zaman dulu itu, agaknya jadi pusat kegiatan masyarakat juga. Suka! Kapan-kapan jadi ingin ke sana deh, penasaran dengan proses pembuatannya secara lebih dekat.
    Foto-fotonya bagus Mas, khas banget dirimu :hehe.

    1. Setelah tahu keberadaan Nglipoh ini, daku malah jadi pingin belajar dengan serius relief-relief yang ada di Candi Borobudur. Wira-wiri ke sana cuma sekedar menggagumi bentuknya saja belum meresapi ilmu pengetahuan yang ditorehkan. Selain gerabah, kalau nggak salah ada desa yang memanfaatkan batu sungai sebagai pahatan. Yuk bareng kalo mau eksplore Borobudur dan desa wisatanya, Gar 🙂

    2. Gara says:

      Iya, itu sesuai dengan katanya Jacques Dumarcay soal Candi Sewu, sampai sekarang masih ada desa di sekitar candi yang melakukan kegiatan yang sama seperti saat pembangunan candi itu. Yuk ah, kapan? Dijadwalin dong Mas :hihi. Saya ikut.

  7. adi pradana says:

    Jadi inget simbah, dulu sukanya bikin gerabah gitu…

    1. Bikin gerabah sungguh kerajinan yang butuh ketelatenan. Sungkem sama simbah sampeyan 🙂

  8. Hendi Setiyanto says:

    Kok ngrasa tulisan ini agak berbeda ya, dari tulisanmu sebelum-sebelumnya? biar singkat tapi lebih mencoba meresapi apa yang dilihat, dirasakan dan didengar gitu. hehehe, atau cuma perasaanku saja?

    1. Kalo lagi kumat memang begini adanya hahaha. Jangan bosan baca tulisanku ya 😛

    2. Hendi Setiyanto says:

      yess..berarti dugaanku benar..eh

  9. Baktiar says:

    Suasana seperti ini nih yang bikin kangen Jawa…………. huaaaaaaaaa….

    1. Ayo mas mlipir ke Jawa agak lama, kalo singgah ke Solo nti kutemani jalan-jalan hehehe.

  10. maswar says:

    kalo ke boroboedoer lagi mampir mas, rumahku deket situ

    1. Woh iyes banget, ntar kabar-kabari. Masih penasaran dengan desa wisata yang lain di sekitar Borobudur. 🙂

  11. Sash says:

    Wuih, nggenjot dari Pondok Tingal sampe ke Nglipoh lumayan juga tuh mas. Kalau saya dulu naik Andong, jadi bisa sambile leyeh-leyeh menikmati pemandangan dan semilir angin hehe. Borobudur dan daerah-daerah di sekitarnya tuh banyak banget yang bisa dieksplore, apalagi kalau kita juga penyuka sejarah. Seru!

    1. Lumayan bikin kaki pegel, mbak Sas hahaha. Dari dulu hingga sekarang masih penasaran dengan tinggalan Belanda di sekitar Borobudur. Kemarin sempat lihat papan kecil bertuliskan kerkhof di dekat Candi Mendut. Bikin penasaran tingkat tinggi, kenapa ada kerkhof di sana 🙂

  12. ndop says:

    Nah, pikiranmu podo koyok aku. Aku membayangkan kalau yg beekrja di sana membuat gerabah itu anak anak muda yg gaul kekinian. Namun sayangnya, anak muda jaman sekarang mungkin kurang telaten ya bikin beginian. Soalnya khan perlu keahlian khusus beruba ketelatenan dan kesabaran dalam membuatnya. Juga mungkin hehalusan budi pekerti.

    *DAHSYAT SEKALI KALIMATKU YAA*

    Anak muda zaman sekarang mah, dikit2 baper, kalau bikin beginian, dikit-dikit pasti pecah deh! hahahah

    1. Sungguh dahsyat kalimatmu, kak Ndop. *sungkem* hahaha
      Sak jan e film macam Ghost di-remake ama FTV gitu, biar sentra industri bginian bakal digeruduki abegeh yang pingin ngerasain dipeluk… trus sadar yang peluk itu simbah yang jaga di sana, bukan pangeran berkuda putih *gagal romantis* 😀

  13. Hastira says:

    oh gerabah sudah banayk ditinggalkan ya? di cirebon juga hanay tinggal dua pengrajin gerabah

    1. Di Dusun Nglipoh masih ada beberapa rumah, mbak Tira. Biasanya pengrajin tanah liat lebih banyak fokus ke pembuatan genteng yang lebih mudah prosesnya ketimbang gerabah yang butuh ketelatenan. 🙂
      Asyik nih kalo ke Cirebon bisa mampir ke pembuatan gerabah di sana 🙂

  14. Avant Garde says:

    cakep …. mbahnya 🙂

    1. Mbahnya masih berkharisma meski sudah banyak keriput di wajahnya 🙂

  15. virtha says:

    ini tradisi dan budaya turun temurun harus nya di lestarikan..
    indonesia itu indah 😀

    1. Yuk lihat langsung di Nglipoh 🙂

  16. tiyawann says:

    magelang juga sentra kerajinan pahat batu kan ya..

    1. Magelang punya beberapa sentra industri, kalau nggak salah pahat batu terletak di perbatasan Muntilan. Lalu ada kerajinan souvenir Candi Borobudur terbuat dari pasir Gunung Merapi juga. Kalau ada waktu pingin mengulik semuanya hehehe

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.