Memutuskan untuk memiliki dan merawat sebuah bangunan tua di Indonesia sering menciptakan suatu kerumitan saat keegoan beberapa pihak mengiringinya. Mampukah tuannya mengimbangi idealisme dan materi? Maukah tuannya kukuh mempertahankan ruhnya? Atau tidak keduanya. Mengabaikan nilai sejarah, diterlantarkan, bahkan dilenyapkan dari permukaan selalu jadi cerita sedih hidup si tua.
Setahun yang lalu saya sudah siap-siap cemas mendengar kabar bekas pabrik penyulingan buah kerja sama bilateral antara negara Bulgaria dan Indonesia yang terletak di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah dalam tahap revitalisasi. Hasil akhir mengecewakan atau mengembirakan masih menjadi tanya besar kala itu. Pintu kesempatan untuk melihat lebih dekat bekas Pabrik Citronella yang sudah diberi nama Rumah Atsiri Indonesia tersebut baru dibuka untuk umum pada bulan Mei 2018.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memasuki kompleks Rumah Atsiri Indonesia adalah membayar Rp50.000,- per orang. Memang agak terasa canggung ketika kendaraan dihentikan oleh petugas dan diharuskan membayar terlebih dahulu di loket gerbang masuk, padahal kendaraan belum sempat diparkir. Positifnya pengunjung yang sudah terlanjur membayar dan masuk tidak hanya mampir untuk foto-foto saja, tapi bisa memaksimalkan semua atraksi dan aktivitas yang ditawarkan oleh Rumah Atsiri.
Setelah mbak penjaga loket menyodorkan sebuah kartu tanda masuk mirip kartu ATM, ia pun menjelaskan bahwa nominal di dalamnya serupa dengan voucher lima puluh ribu rupiah yang bisa dibelanjakan makanan atau barang di restoran dan souvenir shop. Nah, langkah selanjutnya bisa menelusuri taman tanaman atsiri dan beberapa ruang pendukung Rumah Atsiri sebagai kompleks eduwisata, penelitian dan pengembangan minyak atsiri.
Aktivitas di Rumah Atsiri baca di sini –> Menyelami Edukasi Rumah Atsiri
Ada tiga bangunan lama tahun ’60-an berlanggam art deco peninggalan Pabrik Citronella yang masih dipertahankan oleh pengelolanya yang baru. Ketiganya telah dipoles ulang menyesuaikan fungsinya sebagai penunjang sebuah taman edukasi. Lebih dari dua tahun waktu yang diperlukan oleh tim arsitek dan pekerja bangunan untuk mempercantik kompleks hingga terlihat seperti sekarang. Namun, baru satu gedung yang sudah difungsikan secara maksimal, dua lainnya ditargetkan selesai tahun depan.
Gedung A atau bekas gedung distilasi/ penyulingan kini sebagian ruangnya sudah difungsikan sebagai lobby dan pameran koleksi peralatan laboratorium milik Pabrik Citronella dan PT. Intan Purnama Sejati. Alat pemotongan daun serai wangi, botol-botol kaca penampung minyak hasil penyulingan, dan botol bekas obat merupakan beberapa peralatan yang dipamerkan. Tampak pula selembar peta yang menggambarkan persebaran tanaman atsiri seperti serai wangi, jahe, gaharu, nilam, cengkeh, terpentin, pala, kayu putih, dan cendana yang tumbuh subur dari Pulau Sumatra sampai Papua.
Meskipun ketel-ketel penyulingan warisan pabrik sudah raib, beberapa lubangnya di gedung A masih bisa dilihat dengan jelas oleh pengunjung. Bahkan pemandu di sana tidak ragu bercerita bahwa lubang itulah saksi pernah ada ketel-ketel raksasa yang menjadi bukti masa kejayaan pabrik pada puluhan tahun silam. Gedung ini telah dibagi menjadi beberapa ruang dengan pemisah yang terlihat artistik.
Rumah Atsiri Shop dan Citronella Science Lab adalah dua dari banyak ruang yang sudah bisa dimasuki di gedung ini. Sesuai penamaannya, Rumah Atsiri Shop berisi macam-macam cinderamata khas Rumah Atsiri seperti kaos, camilan berbahan tanaman atsiri, wadah minyak aromaterapi, serta essential oil. Uniknya ruang ini memiliki replika bentuk ketel raksasa terbuat dari rangkaian kawat tembaga yang ditempatkan persis di posisinya yang lama. Terbayang betapa besarnya ukuran ketel-ketel penyulingan yang pernah ada di sana.
Sementara Citronella Science Lab merupakan laboratorium bagi pengunjung yang mengambil paket kelas yang ditawarkan oleh Rumah Atsiri. Adapun paket meliputi pengenalan tanaman atsiri, dan kreasi membuat karya berbahan minyak atsiri seperti praktik membuat handsanitizer, bathbomb, dsb untuk anak-anak TK dan SD. Harga paket yang ditawarkan mulai dari Rp100.000,- per anak atau bisa membayarnya dengan menyodorkan dua kartu tanda masuk kepada petugas.
Untuk pengunjung dewasa pernah ditawarkan beberapa kelas seperti Oshibana atau seni merangkai bunga asal Jepang, juga Kokedama atau membuat bonsai rumput liar dan bunga dengan media tanam yang unik. Keduanya tidak diadakan rutin, tapi berkala sesuai ketersediaan pengajar dan permintaan. (Reservasi kelas untuk hari biasa maupun akhir pekan bisa hubungi narahubung +6281211122263 atau email melalui csl@rumahatsiri.com)
Jika tidak mengamati bentuk bangunan gedung A dengan jeli, banyak pengunjung terkecoh dan menyangka bahwa gedung tersebut memiliki dua tingkat saja. Kenyataannya gedung A memiliki empat lantai dengan tingkatan mengerucut. Beruntung siang itu saya didampingi oleh Noviani Christin selaku Education & Tour Division Manager Rumah Atsiri yang mau membantu saya melihat beberapa ruang di lantai atas. Naik satu tingkat dari Rumah Atsiri Shop, saya bertemu dengan sebuah ruang cukup lapang yang akan digunakan sebagai Akar Wangi Tea House dengan pilihan tempat duduk indoor atau outdoor menghadap pemandangan pegunungan.
Beranjak ke lantai berikutnya, ada Cendana Library yang akan menyajikan koleksi buku-buku tentang seni arsitektur dan tanaman atsiri karya dari beberapa penulis. Ruangan ini juga akan dilengkapi dengan sebuah kedai kopi yang lagi lagi menawarkan hamparan perbukitan Tawangmangu yang asri. Usai menelusuri gedung A, saya menyeberangi jembatan menuju ke sebuah bangunan baru bentuk bundar, kelak difungsikan sebagai ruang spa dan pusat penjualan essential oil Rumah Atsiri bernama Arumdalu Aromatherapy.
Berbeda dengan Gedung B dan Gedung C di seberang Gedung A, keduanya belum bisa saya intip karena masih dalam proses pengerjaan. Menurut informasi dari Christin, Gedung B yang pernah dipakai sebagai gedung ekstraksi akan dialihfungsikan sebagai laboratorium penelitian minyak atsiri. Sementara Gedung C, bekas ruang boiler akan digunakan sebagai gedung Museum Atsiri yang berisi penjabaran sejarah bangunan dan proses penyulingan atsiri.
Menutup perjumpaan kami, Christin menyampaikan harapan Rumah Atsiri sebagai rumah untuk semua yang menaruh ketertarikan terhadap tanaman atsiri. Dia juga menyayangkan jika di masa depan Indonesia belum melek juga terhadap kekayaan tanaman atsiri dalam negeri. “Mudah-mudahan tidak ada lagi yang mau dibodohi mengenai manfaat besar dari minyak atsiri,” jelasnya sembari memberi contoh kemenyan yang identik dengan mistik di Indonesia, padahal di luar negeri kemenyan dikenal sebagai essential oil dan bahan dasar parfum yang memiliki nilai jual sangat tinggi.
Penelusuran saya akhiri di Rumah Atsiri Resto untuk menukar kartu tanda masuk saya dengan makanan dan minuman yang dijual di sana. Harganya boleh saya bilang standar restoran. Minumannya mulai dari Rp10.000,- untuk jenis teh, Rp20.000,- hingga Rp25.000,- untuk mocktail dan jus buah. Pilihan menu makanan Rumah Atsiri Resto pun bervariasi, mulai dari kids menu, salad, masakan western, dan masakan Indonesia dengan harga mulai dari Rp25.000,- per porsi. Monggo dihitung sendiri satu kartu tanda masuk bisa ditukar dengan apa saja. 😀
Kombinasi rasa daun mint dan air soda Virgin Mojito yang saya pesan terasa menyegarkan dan menghilangkan dahaga sedari pagi. Hamparan bunga tahi ayam atau Marigold (Calendula officinalis) di samping Rumah Atsiri Resto pun mekar dengan sempurna, tidak malu lagi dengan bau menyengatnya. Seakan-akan mereka tampak bahagia telah menjadi primadona di Rumah Atsiri, sebab petak-petaknya selalu dikerumuni para pengunjung yang hendak berswafoto.
Rasa-rasanya apa yang telah dibangun oleh Rumah Atsiri Indonesia mampu menjadi percontohan dalam pemanfaatan bangunan tua yang berkesinambungan. Sejarah masa lampau yang mengiringinya menjadi pelajaran penting mengenai kehidupan. Kreativitas tanpa menghilangkan ruh lamanya menegaskan ada saatnya si tua bangun, terjatuh, lalu dibangkitkan lagi dengan semangat yang terbarukan. Cheers and peace. 😉
Rumah Atsiri Indonesia
Jl. Watusambang, Desa Plumbon, Tawangmangu, Kab Karanganyar, Jawa Tengah
Buka: setiap hari mulai pukul 10.00-17.00
Website –> http://rumahatsiri.com , Instagram –> @rumahatsiri
Berarti uang lima puluh ribu itu balik lagi ke pengunjung ya. Kurang lebih gitu kan?
Hmm Atsiri itu salah satu bahan parfum toh. Kalau minyak atsiri sudah pernah denger.
Pada dasarnya atsiri punya 3 turunan, sebagai perasa makanan, pengharum/ fragrance, dan aromaterapi. Kalau dijelaskan mungkin harus kutulis contoh tanamannya juga hehehe. Aman sih main ke Rumah Atsiri langsungd an mendengarkan penjelasan pemandu di sana. 😀
mas, kalo di area lab dan gedung lainnya, ada aroma rempah2 atau wangi2an juga ndak?
Tiap hari Sabtu dan Minggu ada proses penyulingan sederhana di ruang lab mulai pukul 10 pagi. Waktu penyulingan itulah bau wangi keluar dari hasil penguapannya. Kalau di area taman, wanginya justru berasal dari hamparan tanaman atsiri seperti daun serai wangi, palmarosa, kemangi, dll. Ayoklah piknik tipis ke Tawangmangu. 🙂
Benar koh, ini yang patut ditiru. Memberdayakan rumah tua dengan konsep seperti ini dengan harapa bangunan tetap terawat dengan baik dan bisa menarik calon wisatawan untuk datang.
Di sana, mereka mendapatkan informasi baru 🙂
Eduwisata mulai dilirik oleh beberapa investor dan beberapa sukses, seperti grup Jatim Park di Malang. Rumah Atsiri saya anggap berhasil mengangkat eduwisata tentang tanaman atsiri bersanding dengan sejarah bangunannya. Sehingga pengunjung yang nggak tahu jadi tahu heritage dan atsiri. 🙂
perlu dicontoh ini, banyak di Temanggung bangunan bersejarah, pengelolaannya harus menjaga nilai sejarah dan enak di lihat kekinian juga
Bisa banget, Charis. Duhh jadi kangen karo bangunan kuno yang tersebar di Temanggung – Parakan kih. Omong-omong Temanggung punya bekas keemasan pabrik cerutu zaman Hindia lho. #sebarratjunsejarah 🙂