Didorong untuk terlahir sebagai kota wisata, Kota Batu sering menjadi incaran para investor yang hendak menanam pohon uangnya. Kota Batu tak lagi menawarkan wisata kebun-kebun apel seperti yang dibanggakan puluhan tahun silam. Sudah ada wahana-wahana dari grup Jatim Park yang menggairahkan nadi Kota Batu. Di mata saya, mereka telah memiliki kepadatan permukiman layaknya kota besar, bahkan terlalu ramai yang seolah membuat penduduk aslinya akan memilih hijrah jika diperlukan ketika musim liburan tiba.
Dari status itu pula tak sulit mencari jenis makanan dari kota manapun di sana, pun tak susah menilik ragam akomodasi yang ditawarkan oleh Kota Batu. Sebelumnya saya pernah menuliskan beberapa rekomendasi penginapan berdasarkan tingkat harga dan fasilitas yang mereka tawarkan. Masing-masing tentu punya kelebihan dan kekurangan, ada yang menawarkan lokasi dekat dengan taman hiburan, tapi bising. Ada pula yang terletak di tengah hamparan kebun apel, sepi, namun jauh dari mana-mana.
Baca lebih lengkap akomodasi di Kota Batu –> Tidur Nyenyak di Kota Batu.

Nah, beberapa pekan lalu saya dan keluarga sempat menginap di salah satu butik hotel di Kota Batu yang setidaknya punya suasana berbeda dengan hotel yang pernah saya inapi sebelumnya. Letaknya persis di gang samping gapura selamat datang Kota Wisata Batu di Jalan Ir. Sukarno. Lucunya bangunan hotel tidak tampak dari jalan raya, kendaraan harus masuk ke jalan satu ruas Puskesmas Beji.
Awalnya sih membatin dalam hati, ini hotel apa-apaan dibangun di belakang perkampungan. Apa iya hotel butik di Kota Batu, Jawa Timur yang bernama Kampung Lumbung tersebut punya kamar dan villa kayu cakep seperti yang diiklankan oleh beberapa situs online? Apa benar bisa jadi tempat yang tepat untuk menyepi dari keramaian kota?
Setelah masuk ke dalam dan menuju Waroeng Reception untuk proses check in, saya sudah dikejutkan oleh bangunannya yang didominasi kayu tua. Sesuai namanya, Kampung Lumbung memfungsikan lumbung-lumbung desa yang sudah tidak terpakai sebagai bagian dari hotel butik yang mereka dirikan pada tahun 2003. Berada di ketinggian sekitar 850 mdpl dan dibangun di tanah berkontur perbukitan membuat hotel butik ini memiliki pemandangan ibarat sebuah kampung yang tertata rapi dan asri dengan deretan rumah-rumah kayu tua dikelilingi pepohonan dan bunga-bungaan.
Mereka menawarkan dua kategori tempat menginap, yakni rooms, dan cottages yang dinamai Turon Jejer dan Omah Kampung. Turon Jejer berada di bangunan dua lantai dengan fasilitas kolam renang di depannya. Enam belas kamar di sana terbagi lagi menjadi beberapa pilihan, ada Superior Room yang memiliki tempat tidur (double dan twin) untuk dua orang, lalu Deluxe Room yang bisa diisi oleh tiga orang karena memiliki satu kasur queen size dan satu kasur single size. Sementara Family Deluxe Room di Kampung Lumbung mempunyai kasur-kasur yang bisa ditempati maksimal empat orang. Harga kamarnya mulai dari Rp550.000/malam untuk hari biasa, Rp650.000/malam untuk akhir pekan.
Waktu itu saya menempati salah satu kamar di Turon Jejer yang memiliki fasilitas kamar mandi dalam dengan air panas dan air dingin. Kamarnya terdapat televisi layar datar dan amenities yang tidak mengecewakan. Yang paling berkesan sih slipper atau sandal hotelnya yang terbuat dari bahan karung goni. Lumayan nyaman ketika dipakai jadi alas kaki di luar kamar, nggak bikin lecet. Harap maklum ya, saya pengamat slipper hotel. 😀
Ketika berbincang dengan mas Joko, salah satu petugas resepsionis di Kampung Lumbung, saya jadi tahu bahwa pemiliknya justru membangun Turon Jejer terlebih dahulu baru diikuti perluasan lahan dan pembangunan vila-vila baru yang menggunakan rumah kayu tua. Mereka mengumpulkan satu-persatu lumbung di desa-desa di Jawa Timur. Lumbung-lumbung itu menjadi bagian dari vila yang mereka beri nama Omah Kampung. Bahkan mereka membeli daun pintu dan pendopo dari rumah di suatu desa yang kini diletakkan di Bale Ageng. Pendopo tersebut diperkirakan sudah berusia ratusan tahun!
Harga Omah Kampung di Kampung Lumbung sebenarnya tak beda jauh dengan harga kamar yang ditawarkan oleh Turon Jejer. Mulai dari Rp500.000/kamar/malam untuk tipe Omah Lumbung 2, Doro Kepak, Omah Mujur, dan Lumbung Kembar. Adapun Omah Pohon dengan harga mulai dari Rp600.000/malam untuk hari biasa. Sementara cottage yang memiliki ruang lebih luas dan mampu menampung empat orang dengan kondisi dua kamar bersebelahan dalam satu rumah yang dinamai Omah Lumbung 1 dibuka harga Rp1.500.000/malam untuk akhir pekan.
Website Kampung Lumbung Boutique Hotel –> http://www.grahabunga.com
Villa berbahan kayu tua itu justru digemari oleh tamu mancanegara, sedangkan kebanyakan tamu domestik lebih memilih menginap di kamar di bangunan kotak dikelilingi tembok. Sayang saya tidak berkesempatan mengintip isi salah satu cottage atau villa di Kampung Lumbung karena siang itu kondisinya full booked oleh rombongan turis mancanegara. Hanya bisa mengamati mereka dari luar saja. Itu pun sudah bikin saya geleng kepala saking apiknya penataan ala kampung berkonsep eco-friendly yang sengaja diusung oleh Kampung Lumbung.
Untuk masalah makanan sih jangan khawatir kelaparan. Green House Cafe yang buka sampai malam hari menyediakan kudapan dan minuman seperti kopi, coklat, hingga jus buah. Kemudian sarapan hotel disajikan ala prasmanan di Bale Ageng yang mampu menampung puluhan tamu dalam satu waktu. Tak jarang tempat itu disewakan sebagai balai pertemuan atau tempat rapat suatu kelompok. Kalau hobi foto ootd, outfit of the day, bukan om-om of the day, Kampung Lumbung ini punya banyak spot ala ala yang keren di mata kamera.
Oh iya, Kampung Lumbung juga memiliki beberapa kolam renang, mulai dari kolam anak-anak sampai kolam dengan kedalaman sekitar 150 sentimeter. Satu diletakkan di depan Turon Jejer, lainnya berada di depan barisan villa. Hiburan yang lain sih meresapi kedamaian dengan duduk manis di Kandang Kebo, salah satu tempat leyeh-leyeh di Kampung Lumbung. Lincak dan gazebo di depan cottage juga bisa digunakan oleh tamu sebagai tempat untuk yoga atau aktivitas yang lain. Damai banget, kan? 🙂
Jadi ini hotel berkonsep kampung? 😁
Hotel butik e punya halaman luas koyo model resort, tapi bukan. Hahaha. Gini nih tempat nginep yang bikin betah, sayange ora terlalu murah hargane. 🙂
Iya bikin betah. Tapi harganya bikin ga betah buahahaha.
Apa sih bedanya hotel butik dengan hotel pada umumnya, Mas? Sering dengar istilah itu cuma belum pasti banget apa artinya. Hotelnya bagus ya, cocok kalau berlibur bersama keluarga, apalagi keluarga besar yang kadang agak ribet kalau mau jalan-jalan, jadi ujung-ujungnya staycation di hotel saja. Cuma kalau untuk ukuran saya, agak mahal kalau semisal jalan sendiri ke Batu, haha… saya lebih memilih homestay-homestay berharga murah itu, toh dipakainya juga untuk tidur, selagi matahari masih muncul kita bertualang ke ujung kabupaten, hehe.
Hotel pada umumnya berada di bangunan kotak seperti kotak makanan. Kalau hotel butik biasanya mengedepankan keunikan interior, etnik suatu daerah, bahkan banyak hijau-hijau dengan konsep eco-friendly, kalau bahasa kekinian sih tempatnya jadi instagrammable banget hehehe. Karena tempatnya terlalu asyik, jadinya malah mager di Kampung Lumbung, ogah keluar ke mana-mana, Gar. 😀
Oh jadi memang tematik begitu ya, Mas. Haha, iya, ketimbang keluar mending stay di hotel, wkwk.
lucu yaaa hotelnyaaaa, tapi sebagai orang Malang kayaknya ga mungkin nginep sini…secara ada rumah nganggur di Batu, masa yo nginep hotel 😦
Kasih alasan mo honeymoon aja, kak Dita. Atau bilang mo bikin konsep rumah kek Kampung Lumbung. Syukur keluarga malah kasih uang saku dan uang pembangunan segala buat kalian. 😛
lumbung kan rumah padi ya…konsepnya mantab ini, dan yg konsep2 penginapan yg seperti ini yg dicari banyak orang
Lumbungnya ada yang jadi bagian dari vila, ada pula lumbung kecil yang diletakin di halaman aja. Sekarang banyak yang cari akomodasi berkonsep unik dan serasa rumah sendiri. Semakin nyaman bentuknya, justru makin diburu banyak orang, kan? 😀
Pilihan tempat yang kamu inapi kok membuat iri aku ya mas hahahahahahha
Beneran kalau di sana kayaknya aku bakalan tiduran dan keliling saja *eh
Rugi kalau ketemu penginapan dengan halaman ijo-ijo begini trus ditinggal keluar seharian. Mending bobok cantik ama habisain waktu dengan jalan-jalan di tamannya sampai puas, kan? Kalau perlu sih bawa kartu remi ama matras buat yoga hihihi.
apalagi gratisan hahaha (sebenere ga baik juga sih ngarep yang gratis2 terus wkwk)
Kalau pake gratisan gitu jadi banyak beban yang dipikul. Beda ama nginep pake biaya sendiri kek gini, Hen. Yah cuma kadang ngarep dikasih voucher aja setelah nulis. Hahaha.
iya lah..ga ada yang *bener2 gratis* wkwkwk
Damai banget tempatnya… bisa buat refresing diri menjauh dari keramaian.
Menenangkan raga yang lelah, menjauhi deadline sejenak, sampai honeymoon kesekian bisa banget lah di Kampung Lumbung ini.
Monggo coba ditiduri sendiri, kak Adi. Hehehe.
Daku yang tau lama hotel ini aja, belum nginap, eh, kamu udah duluan aja. Terus napa dikau tak kabar² kalau ke sini?
Hahaha nginep di Kampung Lumbung setelah sekian minggu kita piknik deswita ngalam, kak Tom. Nggak kekabar karena pergi ma keluarga, jadi waktu nggak bisa bebas kek solo traveling. Mohon dimaafken. Terima voucher. 😀
adem bener sih penginapan kayak gini, dengan rate sekitar 500 ribuan gitu, kalau berdua lumayan hemat.
Harga yang nggak mahal sebenarnya jika dilihat kondisinya yang mirip resort. Bikin betah menikmati etnik dan ketenangan yang ditawarkan. Kalau honeymoon mungkin sampai lupa makan karena kelamaan bobok cantik di dalam vila. 😛
Kalo jalan-jalan di Jawa selalu pengennya nginep di hotel yang seperti ini, punya suasana seperti di kampung. Bagus hotelnya mas, disimpen buat next trip, siapa tau ke daerah Batu 🙂
Rumah yang masih pake gebyok gini emang nyeni bagi orng yang terbiasa hidup dikelilingi bangunan ruko kotak-kotak. Jadi pingin punya satu buat vila masa depan deh. Nghayal dulu hahaha.
Bener tuh mas, bikin villa tapi sementara buat di sewain, untungnya buat jalan-jalan 😀
aku baru kemarin ke sini, dan sama sekali tidak memotretnya, karena berpikiran nanti nanti ajaaa, dan sampe pulang kelupaan wkwkwkwkwkkwkwkwkw
Itu kode disuruh nginep lagi di sana, Ay. *terima voucher* 😀 😀