Mengejar Matahari Pagi Boonpring Sanankerto

Desa Sanankerto yang terletak di Kecamatan Turen menjadi salah satu singgahan dalam kunjungan ke desa wisata-desa wisata bulan April 2017 lalu. Desa tersebut sudah ditetapkan sebagai salah satu desa ekowisata di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur sejak tiga tahun yang lalu. Kekayaan alam dan kerajinan tangan yang dilakukan warga di sana pun telah diperkenalkan oleh para pegiat Kelompok Sadar Wisata Ekowisata Boonpring sebagai daya tarik desa.

Potensi alam dan aktivitas warga di Desa Sanankerto boleh dibilang sangat unik, belum puas jika hanya dinikmati dalam satu hari saja. Jangan sampai sesal kemudian setelah melihat gambar-gambar keren yang dibagi oleh kawan lain yang baru saja singgah di Sanankerto. Ditambah iming-iming melihat matahari terbit di tempat yang tidak biasa, itu yang membuat saya dan kawan-kawan yang lain bermalam dan ingin mengenal lebih dekat Desa Sanankerto.

Boonpring Andeman
gazebo di Boonpring Andeman

Untuk masalah menginap, kami bersepuluh dibagi dalam empat homestay yang punya letak agak berjauhan. Dua kelompok di desa bawah, dua kelompok lainnya di desa atas. Terpisah dan didukung oleh sinyal internet yang undlap-undlup memberikan kami ruang dan waktu lebih untuk mengobrol dengan masing-masing pemilik homestay tanpa ketergantungan menatap layar gawai.

Pak Nuri dan Bu Umi, pemilik homestay yang saya dan Alid Abdul inapi malam itu pun memulai obrolan yang mengalir begitu saja. Ditemani secangkir teh dan setoples rengginang, mereka berkisah jika nama desa sebelum secara administratif disebut sebagai Sanankerto pernah dinamai Desa Singgahan.

Zaman dulu pendatang harus menyeberangi sungai dan singgah sebentar di desa tersebut sebelum melanjutkan perjalanan ke desa selanjutnya. Jika diamati dari peta dunia maya, desa ini memang dikelilingi oleh banyak anak sungai, membuatnya tampak seperti pulau dengan bukit di tengahnya. Maka jangan heran jika sampai sekarang masih ada warga asli yang lebih lancar menyebutnya Desa Singgahan.

Pak Nuri pun menyodorkan selembar kertas dengan judul “Babad Tanah Andeman” di mana tertulis sebuah cerita rakyat yang mengisahkan perjalanan seorang adipati masa Mataram Islam pada abad ke-18 bernama Kanjeng Tumenggung Haryo Sumodjoyo.

Alkisah, Adipati Sumodjoyo melakukan pengembaraan ke arah timur guna mengasah ilmu tentang kehidupan dan mengajarkan masyarakat mengenai kearifan bermasyarakat. Ketika beliau tiba di sebuah hutan tak bertuan, seekor harimau putih tiba-tiba menghadang jalan dan ingin memangsanya.

Terjadilah perkelahian dengan hasil kemenangan oleh Adipati Sumodjoyo. Harimau putih tersebut mengakui kekalahannya dan kesaktian sang Adipati. Lalu si harimau putih bersedia mengabdi menjadi hewan peliharaan sang Adipati. Dari pertemuan merekalah, warga sekitar kemudian menjuluki Adipati Sumodjoyo sebagai Mbah Singorejo.

Perjalanan mereka lanjutkan ke arah selatan di mana terjadi pertemuan dengan seekor ular raksasa dan bulus putih. Keduanya telah mendengar kesaktian sang Adipati dan ingin mengabdi kepada beliau seperti yang telah dilakukan oleh harimau putih. Namun sebelumnya mereka mengajukan satu syarat, yakni meminta agar sang Adipati membuat sumber mata air di hutan tersebut.

Syarat itu disanggupi dan sebagai bentuk pengabdiannya, bulus putih dipendam di bawah sumber mata air tersebut, sehingga mata air itu dinamai “Andeman”. Sedangkan ular raksasa ditempatkan melintang dengan posisi kepala di sumber air “Sumber Bantal” dan ekornya berakhir di sumber mata air “Andeman”. Lokasi hewan ghoib dipendam itulah yang kelak disebut Hutan Andeman.

Keesokan harinya saya menyadari bahwa sosok Mbah Singorejo benar adanya. Terbukti dengan keberadaan makam beliau yang terletak di dekat pintu masuk kompleks Hutan Andeman. Peristirahatan terakhir tokoh Desa Sanankerto itu hingga kini masih diziarahi oleh warga maupun pengunjung yang tertarik dengan kisah dan amal perbuatannya. Beliau dianggap sebagai orang pertama yang berani membuka lahan di hutan yang semula dianggap angker dan menemukan sumber mata air yang kelak memenuhi kebutuhan air desa-desa sekitar hutan.

Hutan Andeman sendiri sudah menjadi berkah bagi perkembangan Desa Ekowisata Boonpring di Sanankerto sejak hutan mulai diperkenalkan sebagai salah satu obyek wisata di Desa Sanankerto tahun 2013 (tiket masuk Boonpring Andeman Rp5000,- per orang). Penggunaan nama Boonpring diambil dari kata boon yang berarti anugerah, dan pring yang berarti bambu. Hutan seluas 28 hektare yang tertanam ribuan pohon bambu telah membekali hutan dengan beberapa sumber mata air yang tidak pernah kering ketika musim kemarau datang.

Menurut Pak Rodi selaku ketua pokdarwis, tertanam lebih dari lima puluh jenis bambu yang dibudidayakan dan tumbuh subur di Hutan Andeman. Ada beberapa varietas bambu yang sengaja didatangkan dari luar dan ditanam di sana dengan harapan Hutan Andeman menjadi sebuah museum bambu hidup di masa mendatang.

Oh iya, bambu-bambu yang ditanam di sana tidak boleh sembarang ditebang oleh warga sekitar. Ada masa panen yang disepakati oleh warga dan pengelola Hutan Andeman. Itu pun harus ada izin terlebih dahulu dan alasan yang jelas serta penggunaan potongan bambu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan untuk dijual. Hal itu dilakukan supaya alam di hutan tetap terjaga dan tidak rusak oleh keserakahan manusia.

Puncak dari perjalanan kami di Desa Sanankerto adalah matahari pagi yang menyusup di kompleks hutan bambu Andeman. Sorotan matahari yang masuk ke celah-celah pohon di sana bagaikan tirai cahaya yang indah. Sungguh fenomena yang melenakan. Rays of light ini bisa dilihat mulai pagi hari sekitar pukul 07.00 hingga 08.00 WIB. Jika lewat dari itu, sorotan sinar akan berlebih dan tidak terlalu membius mata lagi.

Namun tak ada salahnya jika memutuskan berkunjung pada siang hari. Keliling Embung Andeman menggunakan perahu kayuh, berteduh di pulau tengah embung. Maupun duduk merenung di bawah pohon bambu yang rimbun. Semua asyik untuk dinikmati. Percayalah nggak perlu jauh-jauh terbang ke Kyoto, Jepang untuk melihat hutan bambu Arashiyama, hutan bambu Boonpring di Sanankerto, Turen pun nggak kalah indah. 😉

Masih ada satu keunikan cerita lagi di Boonpring Andeman, yaitu adanya sebuah pulau di embung yang diberi nama Pulau Putri Sekar Sari. Kembali terlontar folklor yang mengisahkan seorang puteri yang mendiami pohon tua (Pohon Lo) di tengah pulau. Sayangnya Pohon Lo berusia puluhan tahun di tengah pulau tersebut masih belum mendapat perhatian yang cukup dari para pengunjung.

rays of light Boonpring Andeman
tirai cahaya di Boonpring Andeman

Aksi vandalisme terhadap Pohon Lo dan serakan sampah dari para pengunjung yang belum dibuang di tempat sampah yang telah disediakan masih menjadi kendala bagi pengelola Boonpring Andeman. Jika kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan itu terus-menerus dibiarkan, bukan tidak mungkin pesona alam di sana akan rusak, lalu ditinggalkan. Para pengunjung yang berpikiran sempit dan tidak kenal jera itu akan kembali mencari alam perawan baru untuk kembali dirusak lagi!

Jika bukan dimulai dari kita yang menjaga alam dari sekarang, siapa lagi? 😉

39 Comments Add yours

  1. Charis Fuadi says:

    ealah..jadi luas to kebun pring ini…mantab ini potensi bgt tinggal pengelolaannya ini

    1. Luas bangettt… cuma belum dibangun rumah-rumah bambu yang dijadiin homestay kayak Temanggung itu. 🙂

  2. Duh berarti aku salah sangka ini. Kiran cuma kebun bambu di pinggiran desa. Ternyata menyimpan cerita sejarah dan kearifan lokal disini.
    Menarik ini jika dijadikan kawasan wisata yang cukup unik dan berbeda dengan kawasan wisata lainnya.

    1. Kemarin nggak sempat eksplorasi semua sudutnya saking luas banget hutan Andeman. Jika telah dibikin pagar bambu yang rapi seperti hutan bambu di Jepang, mungkin akan lebih WOW. 😀

    2. Lhaiya jebul luas banget😁
      Semoga di lirik pemda nih supaya lebih diperhatikan lagi dan lebih bagus lagi. Lumayan sebagai destinasi wisata baru.
      Dan kayaknya di indonesua seperti ini masih langka.

    3. Ehh jangan sampai dilirik pemda, kasihan penduduk lokalnya. Kalau sudah jatuh ke tangan pemerintah biasanya pemberdayaan lokal akan berkurang, ujungnya mereka cuma mau cari untung, untung, dan untung sepihak. #ups 😀 😀

    4. Hahaha bener juga😀

  3. Yasir Yafiat says:

    Suasananya bener-bener asri banget ya Koh. Oh ya, tanah yang dipakai buat tumbuhan bambu itu sendiri apakah milik warga atau milik Desa Koh?

    1. Kueren pas rays of light-nya muncul, Yas. Hutannya bikin betah jeprat-jepret di sana hehehe.Untungnya Hutan Andeman sudah menjadi milik desa, bukan perorangan apalagi tanah waris yang dulu dibagi lewat adat. 🙂

    2. Yasir Yafiat says:

      Nah itu yang aku khawatirkan. Kalau itu masih milik perorangan, bisa bisa di libas abis dan dijadikan permukiman. Untungnya sudah milik Desa jadi nggak was-was hehehe. Kalau rays of light tiap pagi aku lihat di deket rumah koh tapi bukan di pohon bambu, melainkan pohon mangga hehehe. Kalau waktu aku kecil dulu, sekitaran rumah masih banyak banget pohon bambu, sekarang udah jadi rjmah semua lahannya.

  4. asri dan adem ya, koh. btw tampilan baru ya blognya?

    1. Desa Sanankerto asri banget. Udaranya juga sejuk khas pegunungan. Kalau udah nyium bau kasur di sana jadi pingin bobok seharian. Hahaha.

      Theme blog sudah ganti dua bulan ini loh. Lebih ringan dilihat atau ada kritik? 🙂

    2. kayaknya pas aku baca tulisan sebelum ini belom begini tampilannya. hahaha. yang ini kalo dari laptop jadi lebih “lebar” koh. enak dibaca.

  5. dwisusantii says:

    Haaa moso pada vandal di pohon bambu juga sih mas? Huhu sediih.
    Sepertinya memang harus ekstra lah mengelolanya… daun bambu kering juga mudah terbakar kaya cemburu.*eh

    Semoga lain kesempatan akuu bisa ke sini juga… Aamiin.

    1. Vandal di Pohon Lo-nya. Tergores nama-nama alayers kesepian gitu, mbak Dwi. Ku masih menunggu kepastian dari mantan (mbuh mantan sing ndi), jadi kalau bisa sih biar yang bikin vandal terbakar oleh cemburu aja. #ehh 😀 😀

  6. Sejarah Sanankerto aku dapat waktu aku dan ghozali diantar pulang. Jadi kami tanya hahahahhah.
    Sekarang kita tinggal membantu dukungan moral pada kepala desa sanankerto yang sangat mati-matian ingin menjadikan boonpring sebagai destinasi wisata pilihan di sana.

    1. Salut dengan perjuangan Pak Subur selaku kepala desa Sanankerto dan pokdarwis di sana yang sudah mengenalkan potensi alam di desa mereka. Pemilik homestay di Sanankerto juga terbilang sudah siap menerima tamu-tamunya dibandingkan dengan desa wisata sebelumnya, padahal desa wisata baru berjalan dua tahun. Mudah-mudahan angka kunjungan di Boonpring meningkat diikuti dengan pelestarian dari warganya. 🙂

    2. ghozaliq says:

      Iya, sempat aku rekam cerita pas di mobil itu, tapi belum aku dengerin lagi, ahaha
      Mungkin nanti aku tulis di lain artikel, masalahnya itu kan sejarah,, aku takut salah tulis…ahaha

      Semoga tetaplah lestari dan semakin mensejahterakan warga Desa Sanankerto.

  7. Harus balik lagi pokoknya ya Ko. Soalnya kemarin katanya kurang pagi datangnya haha. Moga nanti kalau kesana Boonpring udah lebih oke lagi tempat dan fasilitasnya.

    1. Next time ke sana ingin melihat rumpun bambu lebih jelas pas siang hari. Siapa tahu bisa dapat gambar lebih kece. Yang jelas Boonpring jadi salah satu atraksi desa wisata favoritku! 😀

  8. Yang aku sukai dr Boon Pring ini suasana pagi harinya yang sejuk. Rasanya jarang2 hirup udara segar dan kejatuhan tetesan embun.

    Semoga Museum hidup pringnya segera jadi, dan kita bisa kesana lagi 🙂

    1. Embun pagi yang menetes dari daun-daun bambu bikin pikiran segar kembali. Nggak mikirin deadline lagi, apalagi tumpukan kerjaan yang menunggu di meja kerja. Hahaha. Ahh jadi kangen Boonpring. 🙂

  9. Hendi Setiyanto says:

    boonpring alias kebon pring…kece ya…

    1. Pemandangan di Boonpring ngak kalah dengan hutan bambu di Jepang. 🙂

    2. Hendi Setiyanto says:

      haiyaaaa…terus mbayangin film dokumenter tentang ular kobra yang punya sarang di boonpring wkwkwk

  10. kok lengkap beserta sejarah hutannya sih? bukannya kamu cuma dicurhati doang ya? gene dapat cerita lengkapnyaa. Yang aku salut dr mereka, beberapa yg putus sekolah mulai bekerja dengan berkarya lewat limbah bambu. kamu blm ngupas limbah bambunya nih mas. haha

    1. Curhatan pemilik homestay diimbangi dengan cerita sejarah desa donk. Itu baru Yin dan Yang. #halah 😀
      Kreasi kerajinan bambu di Dusun Karanganyar, Sanankerto akan muncul di tulisan berikutnya. Sabar ya. Hihihi.

  11. Satya Winnie says:

    Aku terbayang betapa bagusnya jika nanti hutan-hutan bambu ini bisa rapi layaknya di Jepang ya Lim. Dan semoga pendapatan masyarakat di boonpring bisa jauh meningkat…

    1. Dari pertumbuhan desa wisata, besar harapan warga yang terlibat akan merasakan dampak positifnya kelak. Didukung alam yang indah seperti Hutan Andeman, kuyakin Boonpring Sanankerto akan tumbuh menjadi desa wisata yang mandiri. Yuk main ke Sanankerto, Win. 🙂

  12. Ncis says:

    Wah baru banget nyh dengar tempat ini. Kayanya seru deh kalo main ke Malang bisa jadi destinasi baru selain yang itu-itu aja.Makasih postingannya bermanfaat bangeet! Salam dari Semarang. ::D

    1. Salam kenal juga, kawan. Kabupaten Malang punya potensi alam yang kaya dan sebagian besar sudah diperkenalkan sebagai obyek wisata. Yuk mampir ke Boonpring Andeman di Turen biar meresapi kehangatan yang diberikan oleh alam. 🙂

  13. Iwan Tantomi says:

    Oya, satu lagi, aura magisnya kentara banget, jadi jangan berperilaku tercela di sini ya, nanti nanti nggak bisa pulang lho, hihihihi

    1. Maka dari itu daku nggak berani mblusuk lebih dalam ke arah mata air waktu itu, takut ada yang melambaikan tangan hahaha. Akan kutambahkan catatan di tulisan ini supaya pengunjung jaga kesopanan di sana, kak Tom. 😉

  14. hutan bambunya keren yaa..
    dan kearifan lokalnya juga luar biasa>
    harus selalu dijaga dan dilestarikan

    1. Destinasi baru yang bisa disinggahi ketika berlibur ke Malang. Syukur bisa merasakan menginap di rumah warga dan menjalin keakraban dengan mereka. Tinggal di sana beneran seperti home sweet home, mbak Endah. 🙂

  15. Udah pernah lihat di IG temen, sayang belum sempat ke sini. Wah Mas Halim main-main ke Malang neh, sayang kita nggak bisa ketemu ya.

    1. Iya nih, mas kemarin kita belum sempat berjumpa. Mungkin lain waktu mari kita rencanakan kopdar bareng, atau makan bakso Malang bareng. 🙂

  16. abesagara says:

    Wah macem di jepang ya bambu-bambu yang tertembus cahaya, hehe

    1. Pohon bambu rimbun di Boonpring nggak kalah dengan Arashiyama di Jepang deh. 😀

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.