Kreasi Bambu yang Mendunia dari Malangan

Bambu merupakan salah satu jenis tanaman yang mudah ditemui di beberapa pulau di Indonesia. Bahkan ada beberapa daerah yang memiliki nama lain untuk bambu, seperti pring dalam bahasa Jawa, bulo dalam bahasa Sulawesi, juga paring dalam bahasa Banjar. Belum ada yang menyebutkan secara pasti dari mana asal persebaran tumbuhan yang termasuk keluarga rumput-rumputan tersebut. Selain berkembang di Asia Timur terutama Tiongkok Daratan dan menjadi makanan favorit bagi Panda, tanaman bambu juga tumbuh subur di benua Afrika dan Amerika dengan bentuk yang telah menyesuaikan kondisi lingkungannya masing-masing.

Bahkan batang berongga dari bambu yang bertekstur lentur itu telah menjadi bagian dari peradaban Tiongkok sejak ribuan tahun silam. Mudah sekali mencari tahu peninggalan kerajaan-kerajaan di sana berupa olahan bambu yang kelak diadopsi oleh bangsa lain, mulai dari alat menangkap ikan, peralatan makan, sumpit, perlengkapan rumah tangga, topi anyaman bambu, kipas, kotak untuk menyimpan makanan, peralatan musik seperti seruling, hingga memanfaatkan batang bambu utuh sebagai karya seni ukir yang bernilai tinggi.

Bamboo handydraft Tunggak Semi di Malangan, Moyudan
Bamboo handydraft “Tunggak Semi” di Malangan, Moyudan, Sleman

Ketika berkunjung ke Desa Wisata Malangan beberapa waktu lalu dan berkesempatan sepedaan keliling desa, saya tidak melihat hutan-hutan bambu yang mendominasi lahan kosong di sana, sehingga tidak berpikir panjang bahwa Malangan yang terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman itu ternyata memiliki sebuah perusahaan kerajinan bambu yang sudah terkenal sampai mancanegara. Sepeda-sepeda yang dinaiki oleh Pak Wiji dan anggota Pokdarwis Malangan yang lain diikuti tim piknik #EksplorDeswitaJogja berhenti dan diparkir di depan sebuah bangunan bercat putih. Bukan bangunan itu tujuan pertama kami, melainkan memasuki pabrik kerajinan bambu Tunggak Semi di seberangnya.

Puluhan ibu-ibu berseragam merah di sana terlihat sibuk menganyam, diikuti pengrajin bambu di sisi yang lain sedang memotong dan merapikan ujung anyaman agar bisa dibawa ke proses selanjutnya. Sementara di ruang bagian luar, mereka mulai menggosok hasil anyaman dengan amplas, lalu melemparkannya ke bagian pewarnaan dan penjemuran. Bagi saya pribadi, pabrik Tunggak Semi yang penamaannya kurang lebih berarti tunggak yang dipotong akan tumbuh atau menyemi kembali ini bagai surganya kerajinan bambu! Ada ratusan macam bentuk kerajinan tangan yang dibuat oleh mereka, dari yang berbentuk sederhana dengan desain seperti besek, tampah, kemudian keranjang berbentuk kotak maupun lingkaran sampai berbentuk seperti guci. Semua hasil kerajinan yang dianyam dengan hati di sana punya kualitas yang tidak murahan, harga mahal patut disandang oleh mereka.

Terbentuknya Tunggak Semi diawali oleh upaya Ahmad Saidi yang dulu pernah bekerja di PT Lipin, sebuah pabrik kerajinan bambu milik Jepang. Ketika gestapu (G30S/PKI) meletus tahun 1965, pabrik itu tutup dan Ahmad Saidi berinisiatif mengumpulkan warga Kecamatan Moyudan hingga Kecamatan Minggir di Sleman untuk memajukan kreasi bambu supaya hasilnya bisa dikenal sampai mancanegara. Beliau mulai memberikan pelatihan membuat kerajinan bambu secara cuma-cuma kepada warga yang ingin mengikuti langkahnya. Dari situ usaha kerajinan bambu yang semula dilakukan secara kekeluargaan mulai berkembang pesat setelah salah satu konsumennya PT Panca Niaga mulai mengekspor hasil industri bambu rumahannya sampai ke New Zealand pada tahun 1974. Perlahan Tunggak Semi mulai melebarkan sayap dan berjalan sukses. Bahkan pada tahun 1987, Ahmad Saidi diundang oleh Presiden Suharto untuk menerima penghargaan Upakarti atas kemajuan industri kerajinan bambu miliknya.

Sejak tahun 2000, kepemimpinan Tunggak Semi digantikan oleh anaknya yang bernama Suryadi. Dari lelaki berkacamata umur lima puluhan ini saya mendapat banyak informasi mengenai perkembangan usahanya kini. Saya baru tahu jika mereka membuat macam-macam kerajinan bambu mengikuti selera pasar dan permintaan pelanggannya yang tersebar di beberapa negara di Asia, Eropa, Australia dan Amerika. “Hampir sembilan puluh persen produk di sini kita supply untuk ekspor,” jelasnya. Jenis kreasi bambu yang pernah dibuat oleh Tunggak Semi pun tidak main-main lagi, sudah mencapai ribuan macam. Bentuk kerajinan yang diinginkan dan akan diproduksi secara massal juga telah ada kesepakatan antara produsen dan konsumen.

Empat musim di negara barat turut menjadi patokan terhadap perputaran kiriman produk setiap bulannya. Suryadi mengatakan mungkin saja produk beberapa tahun yang lalu kembali dicari oleh pelanggannya sehingga produk lama yang telah dibuatnya tidak dibuang melainkan tetap disimpan sebagai contoh. Saking banyaknya permintaan dari luar negeri, selain seratus orang pengrajin bambu di dalam pabrik Tunggak Semi, Suryadi juga bekerja sama dengan para pengrajin rumahan di sekitar Moyudan, Minggir, dan Kulon Progo di D.I.Yogyakarta, pun melebar sampai Purworejo, Kebumen, dan Magelang di Jawa Tengah, hingga Magetan di Jawa Timur. Suryadi menambahkan bahwa jumlah pengrajin bambu di bawah pengawasannya bisa mencapai 2.000 orang.

Mengenai bahan baku yang digunakan, sebagian besar memanfaatkan batang bambu apus, bambu cendani dan bambu petung menyesuaikan jenis produk yang akan dibuat dan kelenturan yang diperlukan agar tahan lama. Pengrajin di luar Moyudan kadang mendapat kiriman bahan baku dari Tunggak Semi langsung jika mereka kesulitan mendapatkannya. Boleh dibilang ribuan batang bambu disetor setiap bulannya guna memenuhi permintaan pasar. Ketika ditanya berapa omsetnya, Suryadi menjawab sekitar 150 juta sampai 200 juta rupiah setiap bulannya. Kendala dari usaha yang dijalaninya kini, Suryadi hanya sedikit cemas dengan pasar internasional yang akan berbelok arah mencari perusahaan di negara lain seperti Vietnam yang menawarkan ongkos pembuatan dan tenaga kerja yang lebih murah. Pastinya Suryadi tetap percaya diri bahwa kreativitas tiada henti dalam menciptakan produk yang berkualitas terus diperlukan supaya Tunggak Semi tetap menjadi tonggak yang kokoh bagi ribuan pengrajin bambu yang telah mengantungkan hidup padanya.

Seusai melakukan tanya jawab, saya memutuskan mengelilingi showroom Tunggak Semi yang menempati bangunan bercat putih di mana kami memarkir sepeda di halaman depannya. Dari yang terkecil seperti besek berukuran kecil diberi harga tiga ribu rupiah, tampah yang sudah diberi sentuhan sehingga menjadi tempat menyimpan kudapan yang keren hingga kreasi keranjang laundri dipatok dengan harga sekitar tiga ratus ribu sampai empat ratus ribu rupiah. Ragam kerajinan bambu karya Tunggak Semi dipamerkan di sana. Beneran produk yang dihasilkan oleh mereka bikin saya ngiler. Variasi kerajinan bambunya ada yang tergolong simpel, ada juga yang rumit karena sudah diberi sentuhan seni sesuai selera konsumen. Seolah menyadarkan saya bahwa ini loh bukti bahwa barang yang dianggap sepele di mata orang lokal justru bisa bernilai tinggi di mata orang asing.

Mungkin di mata beberapa orang, besek hanyalah terlihat sebagai wadah kotak untuk membungkus lauk pauk, padahal besek yang sedikit diubah bentuknya, lalu diwarnai dan diberi ikatan cantik bisa menjadi sebuah kotak untuk menyimpan perhiasan. Pun keranjang anyaman yang biasa difungsikan sebagai tempat sampah bisa saja terlihat indah ketika sudah dibentuk lebih ramping, diberi lilitan tali warna-warni mampu menjadi pemanis dalam suatu ruangan. Lagi lagi tergantung ke mana sudut pandang itu akan diarahkan, mencari barang yang memancarkan kemewahan semu atau kesederhanaan yang bisa dimewahkan.

Cheers! 😉

43 Comments Add yours

  1. dwisusantii says:

    Oh jadi bambunya dianyam pake hati mas? *manggut manggut*
    Eh mas halim kemarin ga sekalian nyicil beli keranjang bambu buat hantaran mas? *eh
    Nyicil itu dulu wes, yang mau dihantarin menyusul :))

    1. Tanpa menggunakan hati ntar anyaman yang dibikin ibu-ibu di sana bisa nggak sesuai pola, lalu jadi anyaman kontemporer #halah. Hahaha. Huaaaa keranjang hantaran di sana sudah kuincer paling pertama, mbak Dwi. Huaaa tapi ini lagi masa-masa cari siapa yang patut dikasih hantaran itu. *kemudian nyanyi Kali Kedua*

    2. Aji Sukma says:

      yaampuuuun obrolan yg punya relung mah ujung2nya tetep yaaaa…. -_-

    3. Belio tetep menyebarkan virus kegalauan ala relung hati huhuhu.

    4. Jan aku moco komen e mb dwi ki marai ngikik. iso2ne disambungke nggo tuku keranjang hantaran. haha

  2. Hendi Setiyanto says:

    di kampungku tiap pasaran Legi, masih banyak para penjual kerajinan anyaman bambu berupa tampah lebar dan semacamnya, tapi kok ya belum kepikiran mampir melihat proses lebih lanjut….

    1. Menarik loh lihat proses penganyaman yang dilakukan oleh pengrajin bambu. Entah berapa banyak goresan di tangan mereka akibat serat bambu atau tusukan demi tusukan yang tak sengaja diterimanya demi tercipta barang-barang yang berguna untuk rumah tangga. Sayang usaha ini belum begitu dihargai toh? Malah orang luar yang mau menghargai kerja keras mereka dengan membayar mahal untuk karya yang mereka buat. 🙂

    2. Hendi Setiyanto says:

      padahal nggone nggawe kui telaten banget, dari mulai milah bambu, menipiskan bambu, hingga menghilangkan sisi bambu yang tajam, itu saja baru bisa untuk bahan, belum proses penganyamannya

  3. Deddy Huang says:

    Kamu ada nanya gak Halim berapa harga satuan setelah jadi dan diambil sama pengepul? Tempo lalu kalo di palembang ada kerajinan dari nipah itu buat bikin alas makan diambil 1500 lalu dijual lagi sekitar 7000-10000.

    1. Hahaha itu kan privasinya pengepul mengenai harga yang dijual oleh tangan kedua berapa, apalagi sampai tangan kelima yang bikin pusing kalau dibayangin sendiri. 😀 Kadang ada ketidakadilan dari sistem rantai makanan begitu, merasa kasihan dengan pengrajin yang berada di posisi paling bawah, tapi ya mau gimana lagi urusan bisnis memang begitulah. 🙂

  4. bisa dipakai buat tempat sampah juga ya. eh tapi biar awet kalau kena air diapain ya bambunya?

    1. Barang yang berbahan baku bambu kalau sudah kena air pastinya akan memperpendek umurnya meskipun sudah diolesi berlapis-lapis oleh cairan khusus. Tetap jaga mereka kalau ngaku sayang banget #eaaa. Hahaha.

  5. Harganya ngeri kalau anyaman yang besar dan njelimet. Pas di sini aku lebih banyak ngobrol santai bareng pak Wiji sambil liat-liat yang sudah jadi anyamannya.

    1. Malangan memang awesome banget yes. Ada lebih dari satu tempat menarik yang bisa dieksplorasi lama dan rasanya ada yang kurang, terus kepingin balik ke sana lagi buat belajar lebih dalam lagi. Besok kalau balik ke Desa Wisata Malangan harus lihat pembuatan keris dan ingin belajar menganyam dengan para pengrajin bambu di Tunggak Semi. 😀

  6. Yasir Yafiat says:

    Omsetnya gede juga ya. Di tempatku sendiri anyaman bambu berupa besek biasanya digunakan untuk tempat nasi hajatan saat ada acara. Tapi sekarang sudah jarang yang menggunakannya, dan lebih memilih kardus kotak. Padahal lebih kuat besek daripada kardus. Kalau beberapa orang aku tanya, alasannya kalau memakai kardus bermotif lebih kece.

    1. Omsetnya gede karena semua produknya dilempar ke luar negeri jadi mata uangnya juga beda dan ongkir juga menyesuaikan hehehe. Banyak alasan kenapa besek dan anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga sudah berkurang pemakaiannya di masyarakat kini. Harga kardus lebih murah, tapi hanya sekali pakai, tidak bisa disimpan untuk pemakaian yang lain. Setelah melihat produk Tunggak Semi kemarin jadi kepikiran mau angkat bentuk kerajinan lain yang nyaris dilupakan masyarakat agar bisa diangkat ke kancah internasional juga. 🙂

  7. Besek yg udah warna warni dan dimodif emang harganya jadi naik, sayang belum banyak yg berpikir kreatif seperti warga desa Malangan.

    1. Semoga kreativitas warga Desa Malangan bisa menular ke desa-desa yang lain. 🙂

  8. andriekristianto says:

    iya di daerah u jugaaa banyakkk membuat olahan tersebut, tapi kalau untuk melihat pembuatannyaa jarang sekalii ada

    1. Kalau pembuatan kerajinan bambu rumahan biasanya nggak susah dicari. Asalkan jangan lupa untuk minta izin terlebih dahulu biar mereka nggak canggung. 🙂

  9. khairulleon says:

    Bagus kerajinan Bamboo nya.
    dari dulu aku selalu pengen ikut buat kerajinan tangan macem gitu 🙂

    1. Main aja ke Desa Wisata Malangan biar bisa ngerasain bikin anyaman bambu. Kemarin saya juga kurang lama, mungkin lain waktu akan menyempatkan belajar lebih lama di sana. 😀

  10. aku kagum dengan potensinya Malanga. Sayang kunjungane kita kemarin singkat ya . Tapi dapat cerita banyaklah. Bagiku Malangan potensial banget. Industri rumah tangga idup. Dan sampai skala besar yg bisa menyerap banyak tenaga kerja orang lokal di sana. Salut. Apalagi 90% produknya sudah ekspor. Ini berita bagus yang jarang pernah didengar.
    Lengkap banget mas. tak gawe nggo rujukan lah. haha

    1. Waktu main ke Tunggak Semi belum ngerasain ikut workshop bikin salah satu kerajinannya. Ayok cari waktu yang pas buat ngulang Malangan dan ketemu Pak Wiji dan kawan-kawan pokdarwis di sana. 😀

  11. Sayangnya begitu sampai toko atau outlet harganya jadi sangat mahal 😦
    mungkin karena itu kali ya mereka memilih ekspor ke luar negeri, kalau di negeri sendiri kurang banyak peminatnya.

    1. Konsumen luar negeri lebih suka aksesoris interior yang sederhana, berbau vintage dan etnik untuk menghiasi rumah mereka. Indonesia sendiri masih mengikuti tren menghiasi rumahnya dengan perabot pecah belah yang didatangkan dari luar negeri, padahal barang berbau etnik mudah didapat di negeri kepulauan ini. 🙂

  12. Oooh ini to mas, ternyata baru masuk…
    Makanya di postingan yang kemarin aku agak sedikit bibgung tuh hehehehe
    Yaaaah semoga Tunggak Semi semakin bersemi-semi ya mas, nggak kalah sana negara lain, Vietnam tuh utamanya…
    Tunggak Semi dan segala kerajinannya semakin mengharumkan Indonesia dengan prestasi-prestasinya hehehehe

    1. Tulisan khusus kerajinan bambu di Tunggak Semi sengaja kusendirikan biar lebih fokus bahas kiprah bambunya yang sudah go internasyonel sedari puluhan tahun lalu dan nggak kalah ama Anggun C. Sasmi hahaha. Asyik yah melihat aktivitas seperti ini. Kalau ada info menarik tentang kerajinan bambu di daerah lain bolehlah ku diinfo, Bay. 😉

  13. jonathanbayu says:

    Salut banget hasil karya orang desa bisa sampai di ekspor ke luar neger, yang jauh pula! Semoga semakin sukses dan kerajinan Indonesia semakin mendunia 🙂

    1. Melihat keuletan dan keterampilan mereka bikin anyaman bambu jadi ikut merasakan semangat kerja mereka. Pastinya mereka bangga karyanya bisa dipasarkan sampai luar negeri. Kalau masih ada anak muda di sana yang belum bangga dengan kreativitas desa mereka sungguh kebangetan hehehe.

  14. Kreasi bambu yang pernah saya temui di daerah temanggung, radio bambu sama sepeda bambu, lupa daerahnya..yg punya namanya Singgih Susilo Kartono

    1. Ahaa sepeda bambu karya Pak Singgih namanya Spedagi! Dari kemarin mau ke Papringan Temanggung ama nginap di homestay Spedagi belum kesampaian. Mungkin besok mau budal ke sana hahaha.

    2. Oh iya papringan, tp kata pak Singgih pasarnya udah tutup. Aku pernah coba sepedanya dari magelang ke jogja. Pak singgih jg punya industri kopi, namanua dua gunung. Enak kopinya, patut dicoba mas.. ayok kesana aku tak ikut

    3. Pasar Papringan akan dibuka lagi, menunggu waktu menurut media sosialnya Spedagi hehehe. Wah joss iki lagi ngerti yen Pak Singgih punya produksi kopi juga. 😀

    4. Iya, aku pernah dikasih soalnya sama beliau hehe

  15. Iya, aku pernah dikasih soalnya sama beliau hehe

  16. Tak disangka, kerajinan bambu di sini sudah berorientasi ekspor. Kadang dalam usaha, tak perlu takut menyasar segmen pasar internasional. Mben mrene maneh pengen beli ah hahaha

    1. Kejelian bisnis kerajinan tangan yang diusung pendiri Tunggak Semi inspiratif sekali. Arep nyicil tuku keranjang seserahan juga? Hahaha.

  17. Rizka says:

    Bener tuh kata Mbak Dwi, setidaknya beli dulu samplenya koh. Barangkali mantannya mau diajak balikan pas ngelihat keseriusan koh Halim bawa sample hantaran. Biar dia yang milih sendiri… #Eh

    1. Ini kenapa banyak yang penasaran dengan keranjang hantaranku sih? Masih lama oii hahaha. Kalau keranjang sudah siap pasti kusebar undangannya kok. 😀

  18. Juara ya mereka, produksinya 90% untuk export. Masyarakat kita malu ya untuk memakai barang kerajinan bambu seperti ini?

    1. Semoga hasil produksi mereka tidak hanya dinikmati oranga sing saja yah, seperti kata bos Maspion, cintailah produk-produk Indonesia hehehe

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.