Ketika Hati Terlanjur Terpikat dengan Desa Wisata

Polusi udara dari kendaraan yang hilir mudik di depan rumah selalu membuat saya resah setiap hari. Rasa-rasanya kebebasan menghirup udara bersih di tengah kota sudah berkurang. Hiruk pikuk mesin mereka pun tanpa disadari turut berperan besar membuat turunnya fungsi indra penciuman dan pendengaran.

Kesemrawutan tata ruang kota turut menyumbang munculnya emosi-emosi yang kadang tidak terkendali. Sulit mengubah apa yang sudah terlanjur terjadi. Namun, tidak ada gunanya selalu mengutuki keadaan sekitar. Tidak ada yang bisa mendamaikan pikiran, kecuali diri sendiri, toh?

Memilih pasrah dengan himpitan rutinitas perkotaan lalu menciptakan tekanan-tekanan baru bukanlah pilihan yang bagus bagi saya. Lari dari energi negatif perkotaan dengan menyepi di pedesaan sering menjadi pilihan tercepat ketika suara-suara ketidakpuasan, penyesalan, tekanan dari lingkungan terus mengiang di dalam pikiran.

Entah kenapa setiap kali melihat aktivitas warga di sana yang masih berjalan lambat selalu berhasil mengembalikan kewarasan. Jangan berpikir bahwa mereka menempati daerah yang masih tertinggal. Justru di sanalah tumbuh ide dan pemikiran-pemikiran baru yang sudah tidak terpikirkan lagi oleh orang kota.

Desa Wisata Kebonagung, Imogiri, Bantul
Desa Wisata Kebonagung

Dulu saya beranggapan bahwa semua desa yang pernah saya kunjungi dan memiliki potensi unik bisa langsung disebut sebagai desa wisata. Kenyataannya belum semua desa dipersiapkan menjadi desa wisata. Boleh dibilang saya hanya sering melakukan wisata ke desa, bukan wisata ke desa wisata. Dari Desa Wisata Kebonagung yang terletak di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, saya banyak belajar memahami apa itu sebuah desa wisata.

Desa wisata bukanlah sebuah tempat di mana saya hanya sekedar lewat, menjauhi segala bentuk interaksi sosial di sana, lalu pulang ke rumah tanpa ada kesan apapun. Desa wisata justru menonjolkan atraksi dan interaksi yang melibatkan warga setempat. Di sana telah tersedia akomodasi, fasilitas pendukung seperti sepeda onthel, tawaran permainan dan aktivitas outbound, sesuai syarat umum dari sebuah desa wisata.

Usulan dari kepala Desa Kebonagung sebelumnya dan keinginan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa menjadi salah satu alasan Desa Kebonagung diajukan sebagai salah satu desa wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, jelas Pak Dalbiya selaku tokoh Pokdarwis di Desa Kebonagung. Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis di Kebonagung yang mulai dibentuk tahun 2003 itu kemudian membuat beberapa program yang berhubungan dengan sektor pertanian. Mereka menawarkan kegiatan-kegiatan yang mendekatkan pengunjung dengan alam sekaligus kedekatan dengan penduduk lokal.

Ide mereka diterima oleh wisatawan yang merindukan suasana pedesaan dan menginginkan keunikan yang tidak didapat ketika berwisata di kota. Hingga sekarang mereka sudah menerima pengunjung dari kalangan pelajar maupun umum baik dari Yogyakarta dan kota sekitarnya, luar pulau Jawa hingga turis dari mancanegara yang ingin merasakan kearifan lokal di sana.

Kesenian gejog lesung termasuk salah satu atraksi menarik yang saya dan kawan-kawan saksikan waktu itu. Di depan kantor sekretariat Desa Wisata Kebonabung telah berbaris nenek-nenek berbalut kebaya warna merah muda yang siap dengan alat pukulnya masing-masing. Salah satu mulai mengetuk alunya di lesung, diikuti oleh keempat nenek lainnya.

Alu merupakan kayu panjang untuk menumbuk, sedangkan lesung adalah kayu besar memanjang berbentuk seperti perahu yang dulu digunakan untuk memisahkan padi kering dari tangkainya. Kaki mereka yang dibalut dengan jarik itu menari pelan. Hanya tangan yang terlihat gesit bergerak. Pemukulan yang teratur dan bersahut-sahutan menimbulkan suara yang khas dan enak didengar.

Mereka tidak hanya memainkan satu kali pertunjukan saja. Kali berikutnya kami diajak untuk ikut memukul alu. Awalnya memang susah menyamakan ketukan agar sambung-menyambung menjadi sebuah irama yang khas. Namun, jika sudah terbiasa ternyata mudah dilakukan. Kesederhanaan yang kerap dilupakan di kota besar itulah yang membuat saya jatuh hati dengan sebuah desa. Aktivitas yang berjalan lambat di desa seolah obat peredam ketergesa-gesaan yang terlanjur diwariskan oleh perkotaan.

Kegiatan lain yang bisa dilakukan di Desa Wisata Kebonagung adalah bersepeda keliling desa. Satu-persatu caping atau topi khas petani dibagikan, kemudian sepeda onthel yang sudah berjajar rapi pun siap dikayuh. Kami diajak melihat Bendungan Tegal (sebuah bendungan yang menampung air dari Sungai Opak) yang berjarak sekitar 300 meter dari kantor sekretariat serta berkesempatan melihat kondisi homestay atau rumah warga yang bisa diinapi oleh para wisatawan.

Rata-rata per rumah memiliki dua buah kamar dengan ketentuan per kamar bisa diisi oleh dua orang. Sayang homestay yang ditawarkan bukan rumah adat Jawa yang terbuat dari kayu. Semua sudah dibangun baru berdinding batu bata setelah sebagian besar rumah di Kebonagung sempat rubuh akibat bencana gempa bumi yang melanda Kabupaten Bantul dan sekitarnya pada tahun 2006.

Informasi tentang paket desa wisata dan reservasi homestay bisa menghubungi langsung Pak Dalbiya melalui nomor 081392525751/ 087738778594, atau melalui email: mr.dalbiya@yahoo.co.id

Meskipun demikian, warga Desa Wisata Kebonagung sudah bangkit kembali dari trauma bencana alam yang sempat menimpa mereka. Kembali mengukuhkan desanya sebagai desa wisata yang mandiri. Berusaha mempertahankan kearifan lokal dan kreativitas warganya. Bahkan mereka terus mengembangkan program kegiatan agar pengunjung semakin betah tinggal lama di sana.

Selain memiliki beberapa pemandu yang cakap berbahasa asing, para petani di Kebonagung juga sudah terlatih untuk memandu wisatawan yang berkunjung. Mereka dengan sabar mengajarkan bagaimana cara membajak sawah dan menanam padi sesuai dengan keseharian mereka. Tak heran jika pada tahun 2009 Desa Wisata Kebonagung pernah dinyatakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi DIY sebagai Desa Wisata dengan Keunikan Variasi Produk.

Tidak menutup kemungkinan dengan kemajuan ekonomi yang signifikan, Desa Kebonagung yang berjarak sekitar tujuh belas kilometer dari Kota Yogyakarta ini kelak akan menjadi permukiman yang padat, lalu mengubah statusnya sebagai kota satelit atau sebuah kota baru. Sebelum itu semua terjadi saya ingin merekam kesederhanaan itu, mendamaikan pikiran di sana, syukur menemukan keluarga-keluarga baru. 😉


Note: Kegiatan ini terselenggara atas dukungan Forum Komunikasi Desa Wisata Yogyakarta yang diadakan pada tanggal 24-26 Februari 2017. Diramaikan oleh para blogger berikut:
Hanif (http://insanwisata.com), Alid (https://www.alidabdul.com),
Sitam (http://www.nasirullahsitam.com), Rifqy(https://papanpelangi.me),
Dwi (http://www.relunglangit.com), Aji (http://www.lagilibur.com),
Rizka (http://www.missnidy.com), Aya (http://www.cewealpukat.com).

44 Comments Add yours

  1. mysukmana says:

    sayangnya kmrn gak bisa ikutan..sedih..

    1. Rangkaian acaranya seru-seru semua. Ikuti terus cerita seru Eksplor Deswita Jogja di sini yaa hahaha.

  2. Kebonagung mempunyai kenangan bagiku. Dua kali ke sini dan melakuka aktifitas yang sama, tapi tak pernah bosan. Ada kalanya kita menghilang dari keramaian kota untuk mengevaluasi diri dan bercengkerama dengan warga setempat.

    Kenapa aku malah kangen dengan kelapa muda-nya *eh

    1. Kelapa muda setelah ngonthel keliling desa itu sungguh oase hahaha. Mau deh kalo disuruh ngulang ke Kebonagung lagi, apalagi pas ada aktivitas atau festival perahu di bendungannya. 🙂

  3. dwisusantii says:

    Desa wisata kebonagung padahal cuma ada di sebelah timur desa. Yang dipisahkan oleh aliran kali opak. Berkali-kali ke sana dengan tujuan ngemie ayam yang terkenal enak itu, lewat sekretariat wisatanya juga, tapi baru kemarin bisa mengenal lebih dalam. 🙂

    Dann seru juga kalau gejog lesungnya bisa juga suatu saat dimainkan oleh anak muda yaa 🙂

    1. Ahh belum kesampaian makan mie ayam yang hits di Kebonagung. Next time boyong kita ke sana ya, mbak Dwi. Regenerasi sangat diperlukan di desa-desa yang sedang dikembangkan jadi desa wisata. Mudah-mudahan sih bisa membuka pikiran anak muda di sana supaya semakin cinta dengan desanya. 🙂

  4. setuju banget nek jalan di desa ki buat refresh ulang tenaga dan pikiran koh

    1. Yokk eksplor desa di sekitarmu. Babad, I’m coming! 😀

  5. Gara says:

    Syukur kalau bisa berkeluarga di sana, begitu ya Mas makna kalimat terakhir tulisan ini? #eh.
    Diplomasi budaya desa yang mantap. Jika wisata menyepi ke desa mungkin bisa ke mana saja asal terpencil, namun di desa wisata model Kebonagung ini semua sesungguhnya sudah disiapkan dengan matang, ya. Jadi menyepi tidak sekadar menyepi diam diri. Ada kegiatan juga sebagai penyegar pikiran. Semoga dengan ditetapkannya desa ini sebagai desa wisata, pergerakan yang terlalu ekstrem bisa diredam dan desa ini berkembang sesuai ritme wisatanya. Hehe.

    1. Ngarepnya sih ada yang nyanthol di sana gitu, Gar. Maklum masih sendiri gini terus menerawang jodoh yang mungkin aja malah belum dilahirkan. Huahaha. Ada banyak hal menarik terkait berkembangnya desa wisata yang jadi solusi terhadap lonjakan obyek-obyek mainstream di beberapa desa yang terkenal begitu instan akibat acara jalan-jalan di tipi, salah satunya akan kubahas juga di blog. Yang pasti dengan jalannya desa wisata, muda-mudi desa jadi punya pandangan baru dan sikap optimis yang bisa menahan mereka supaya tidak merantau di kota besar. 😉

    2. Gara says:

      Syukurlah. Bagaimanapun berkiprah di tanah sendiri sebenarnya jauh lebih menenangkan. Meski merantau penuh petualangan, namun kadang ketenangan itu perlu pula kita peroleh (haha apaan dah).
      Amin ya Mas, yang terbaik untukmu, hehe.

    3. Mari kita cari bareng #halahh 😀 😀

  6. kamu terlalu banyak menghisap asap motor ya mas. ganti vape coba mas. hehe.
    Cie, jadi dulu sudah sering wisata ke Desa ya. Aku semakin suka dengan desa wisata lhoh setelah trip kemarin. masih ada ratusan desan wisata di Jogja yg belum kamu sambangi mas. AKu nunggu tulisanmu terkait Malangan. Kayanya kamu berkesan bgt di sana.

    1. Hehh vape nggo nyamuk, yen menungso disemburi asep vapor rasa ciu Bekonang wes klepek-klepek kok hahaha. Yukk agendakan piknik ke semua desa wisata di DIY, lanjut ke Jawa trus ke luar pulau #maruk 😀 😀
      Desa Wisata Malangan sudah dipersiapkan untuk tulisan berikutnya. Ditunggu yah. 😉

  7. Hendi Setiyanto says:

    wong ndeso dolan meng ndeso (nek aku)

    1. Hahaha itulah ketidakpuasan manusia, yang merasa tinggal di desa malah pengin piknik di kota. Jadi kapan open house dikenalke ndesomu? 😉

    2. Hendi Setiyanto says:

      Kmrn sma Jujun bicara ngalor ngidul ttg potensi wisata sih

  8. Asik bgt yah sepedahan ontel lewat sawah2 pakai caping… Apalagi kalo pagi2 pas masih berkabut gt. Iiiish…. Kapan lg nyobain. Hahaha *tuman*

    1. Kudu nyoba lagi, Ji. Apalagi ekspresimu pas naik onthel kelihatan bahagia banget gitu. 😀

  9. Tulisannya information sekali, Halim. Tentunya menyenangkan bisa berlama2 di desa wisata, melarikan diri sejenak dari keriuhan dan hiruk pikuk kota besar..

    1. Terima kasih, mbak Nurul. 🙂
      Desa wisata di Indonesia menarik untuk diangkat kisahnya satu-persatu, jangan bosan jika nanti akan banyak tulisan tentang desa di sini. Hehehe.

  10. Selalu salut dengan warga2 desa yg gamau kalah kreatif mengelola desanya sendiri jadi desa wisata macam ini.
    Bisa jd alternatif wisata yg edukatif terutama bagi anak2. 😋

    1. Desa wisata mengajarkan banyak hal baru untuk anak-anak sekolah. Yang tua juga bisa ikut bersenang-senang sembari hirup udara segar yang jauh dari polusi juga. Paket kombo banget, kan? 😀

  11. Andi Nugraha says:

    Kalau ekspor desa gini serasa ikut ada disana. Adem dan berbeda dari perkotaan.. Pemandangan sawahnya membuatku kangen akan kampung halaman. Pengen eksplor desa juga..he

    1. Asyik yah memandang persawahan hijau di desa. Penat hilang, pikiran kembali segar. Wahh kalau mau eksplor kampung halaman ajakin donk. 😀

  12. Saya suka banget di desa ini, secara karena sebagai lulusan mahasiswa pertanian, adanya konsep bertani bisa jadi nilai tambah. Semoga lahan yang ada dilestarikan supaya jadi pertanda bahwa pertanian itu penting.

    Foto-fotonya dapet banget Mas, saya fokus ngevideo sih hahaha.

    1. Pertanian menarik banget untuk dijadikan salah satu atraksi dan edukasi dari desa wisata. Nahh kemarin juga pingin ngobrol banyak dengan Pak Joyo tentang pertanian di sana, sayang waktunya mepet yah. Perlu diagendakan ke sana lagi pakai bermalam hahaha.

  13. rizka nidy says:

    Kalau dikonsepkan lebih matang lagi dan dapat dukungan real dari pemerintah, pasti gak kalah keren dengan desa-desa di Ubud.
    Sayang kita cuma mampir ‘sekejap’ di sana ya 😂

    1. Swadaya desa biasanya membangkitkan minat dan kemauan desa itu supaya lebih mandiri, tanpa mengantungkan diri dari pemerintah. Jika disokong pemerintah malah bikin mereka gelondotan manjah hahaha. Pastinya terus berharap yang terbaik bagi Kebonagung. 😉

  14. jonathanbayu says:

    Kalau traveling ke suatu tempat pasti saya coba berkunjung ke desa wisata setempat, karena menikmati alam di suatu daerah terasa kurang apabila tidak mengenal orang dan kehidupan sebenarnya di daerah tersebut.

    1. Merasakan kearifan lokal jadi poin penting bagi traveler sekarang ini. Rasanya kalau cuma memburu obyek, jeprat-jepret lalu besoknya pulang itu ada yang kurang. Betul? 🙂 😉

    2. jonathanbayu says:

      Betul sekali, harus mengenal juga orang lokal di tempat yang dikunjungi.

  15. Yang paling saya ingat dari Kebonagung tuh Festival Perahu Naganya yang dilaksanakan di bendungan.
    Nggak tau deh sekarang masih sering diadakan atau enggak.

    1. Kalau nggak salah masih ada event festival perahunya. Setiap satu tahun sekali, tapi lupa kapan bulan penyelenggaraannya. Kalau dapat infonya nanti akan kucolek mbak Sha. 😀

  16. Yasir Yafiat says:

    Sru banget ya, bisa berspeda onthel kuno, bercocok tanam, belajar gejog lesung dll. Ah, Desa Wisata memang memberikan kesan yang unik.

    1. Kan? Kan? Maka dari itu mau cariin desa wisata yang nggak kalah menarik untuk dieksplor. Jangan lupa kabarin kalau nemu desa wisata keren di Kudus yah. 🙂

    2. Yasir Yafiat says:

      Banyak Desa Wisata di kudus hehehe Sini, sini, sini main ke Kudus.

  17. SB Nugraha says:

    sekarang lagi banyak desa wisata ya, bisa jadi edukasi jg. Kearifan lokalnya jg masuk

    ninggal jejak ya kak, salam kenal http://vakansee.blogspot.com/

    1. Halo Nugraha, salam kenal juga. Desa wisata salah satu pengalihan tepat agar para turis tidak terpusat oleh obyek wisata alam saja. Dengan adanya potensi desa wisata ikut mendekatkan manusia dan hubungan antar manusia itu sendiri, tidak mantengin gawai terus selama berlibur. 😉

  18. yaap menjadi desa wisata bisa menjadi pilihan bagi warga untuk mendapatkan penghasilan lebih.

    1. Dengan adanya desa wisata ikut memajukan desa supaya tidak terus mendapat predikat sebagai desa tertinggal. Pun membantu wisatawan mendapatkan pengalihan obyek wisata yang sudah terlalu ramai. Tempat wisata tidak harus dilakukan di tengah alam ataupun melihat keindahan kota saja, kan? 😀

    2. Setujuuuuuu 🙂

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.