Seruput Kopi-Kopi Festival Ngopi Sepuluh Ewu

Kereta api Sri Tanjung yang pernah dinobatkan sebagai kereta api yang melayani jarak terjauh di Pulau Jawa ini masih belum mengganti bangku kelas ekonominya. Selama kurang lebih tiga belas jam perjalanan dari Stasiun Purwosari – Solo menuju Stasiun Karangasem – Banyuwangi, punggung harus tegak lurus mengikuti sudut sembilan puluh derajat bangku ekonomi KA Sri Tanjung. Pantat pun direlakan kesemutan akibat posisi duduk saling berhadapan dengan kaki berdempet dan tidak bisa diselonjorkan selama berjam-jam.

cangkir kopi Desa Kemiren
secangkir kopi dari Desa Kemiren

Bukan tanpa sebab saya menderitakan diri seperti itu. Hanya KA Sri Tanjung yang memiliki harga paling murah untuk perjalanan dari Solo menuju Banyuwangi yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa. Semua dilakukan demi melihat langsung keseruan sebuah festival tahunan yang sudah menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Banyuwangi di Desa Kemiren yang dikenal sebagai desa kopi di Banyuwangi.

Tidak ada gambaran sama sekali tentang festival yang diadakan di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi tersebut. Saya hanya sempat membaca beberapa informasi dari dunia maya bahwa pengunjung pada malam itu (04/11/2016) akan dijamu oleh warga desa selayaknya mereka menjamu saudara jauh yang datang ke rumah mereka.

Sedari petang, meja dan kursi sudah dikeluarkan dan digelar di depan halaman rumah masing-masing di sepanjang Jalan Kemiren. Ruang tamu tiap rumah disulap menjadi tempat yang layak untuk menerima kunjungan. Saya dan kawan-kawan seperjalanan pun tidak menunggu lama untuk menentukan di mana kami akan bertamu, sebab salah satu pemilik rumah sudah melambaikan tangan dan mempersilakan kami duduk di kursi yang sudah disiapkan khusus di depan rumahnya.

Awalnya memang terasa aneh bertamu di rumah orang yang belum dikenal sebelumnya. Namun, perlakuan tuan rumah yang ramah meluruhkan rasa sungkan. Mereka juga mengajak ngobrol guna mencairkan suasana. Tak lama kemudian datanglah cangkir-cangkir yang sudah dituangkan kopi panas. Disusul sajian piring-piring berisi aneka kudapan khas Banyuwangi sesuai tatanan adat mereka, gupuh, lungguh, suguh.

Jangan berharap akan mendapat suguhan berupa teh. Bagi Suku Using yang tinggal di Kemiren, kopi disuguhkan ketika sedang berkumpul dan kongko, sedangkan teh hanya diminum oleh orang sakit, kelakar mereka. Ngopi sudah menjadi tradisi mereka yang kemudian diusulkan sebagai sebuah festival tahunan sejak tahun 2013 sekaligus berupaya untuk mengenalkan kopi khas Banyuwangi. Uniknya saat itu dana festival berasal dari swadaya masyarakat, bukan bantuan APBD Banyuwangi.

Kopi-kopi itu dihasilkan dari kebun mereka di daerah Kalipuro, Kalibaru dan lereng Gunung Ijen. Antusias pengunjung yang meningkat setiap tahunnya ikut meningkatkan jumlah cangkir kopi gratis yang akan dibagikan kepada tamu-tamu yang datang. Sebab itulah festival ngopi di Desa Kemiren ini diberi nama Festival Ngopi Sepuluh Ewu. Sekitar sepuluh ribu cangkir kopi diseduh dan bisa dinikmati secara gratis mulai dari petang hingga tengah malam.

Oh ya, cara mengolah biji kopi di sana tidak sama antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Ada yang mengolah hasil panen kopinya dengan menyangrai di atas periuk tanah liat lalu biji ditumbuk sangat lembut. Ada juga yang mengiling biji kopinya tidak terlalu halus sehingga meninggalkan ampas kopi yang kasar saat diseduh.

Jadi jangan heran jika mencicipi secangkir kopi dari rumah ke rumah akan menemukan aroma dan rasa yang beda satu sama lain. Semuanya tetap dituangkan ke dalam cangkir-cangkir keramik cantik bermotif bunga koleksi keluarga yang meninggalkan kesan para pengunjung dihargai oleh tuan rumah meskipun belum saling mengenal.

Selain secangkir kopi yang diolah sesuai kebiasaan mengolah biji kopi di keluarga mereka, aneka kudapan yang disajikan di atas meja juga menarik perhatian. Mulai dari kue cucur, lepet, tape yang dibungkus dengan daun kemiri, kacang rebus, rengginang, peyek kacang, hingga warna-warni cenil berbahan dasar singkong yang menggugah selera makan. Katanya nggak baik menolak suguhan yang disajikan tuan rumah ketika bertamu di rumahnya. Maka dari itu nggak boleh menolak apa yang sudah dihidangkan di atas meja tamu. Puk-puk perut kekenyangan. 😀

Kesenian daerah yang masih lestari di Kecamatan Glagah ikut ditonjolkan selama Festival Ngopi Sepuluh Ewu berlangsung. Salah satunya adalah menghadirkan permainan musik dan lagu dengan bahasa Using, serta Barong Kemiren yang masih lestari dan dianggap sangat sakral oleh masyarakat Banyuwangi. Lapak-lapak penjual kopi Banyuwangi juga membuka stan di beberapa titik di sepanjang jalan. Beneran, ini pesta ngopi massal gratis yang meriah dan merakyat.

Semakin larut, meja-meja dan tikar untuk ngopi pun disesaki oleh warga dan wisatawan dari luar Banyuwangi yang tertarik untuk ngopi bareng Suku Using. Cangkir demi cangkir kopi terus keluar dan masuk dari dapur. Nggak salah jika mereka menganggap kopi sebagai perekat persaudaraan. Dari yang nggak kenal, jadi berkenalan dan ngobrol dengan santai. Barangkali aja berkesempatan dikenalin dengan anaknya yang masih jomlo. Siapa tahu ajang silaturahmi jadi perjodohan kilat, kan? #ngarep 😛

Sesuai ungkapan yang mereka lontarkan, “Sak Corot Dadi Sakduluran,” bahwa sekali seduh kita bersaudara.

Lalu kapan kamu akan ikut meramaikan Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Desa Kemiren? 😉

33 Comments Add yours

  1. andinormas says:

    Itu setahun sekali apa gmn mas?

    1. Sejak tahun 2013, Festival Ngopi Sepuluh Ewu sudah rutin diadakan setiap tahunnya. Biasanya jatuh bulan November, bisa dicek di kalender event dari Pemkab Banyuwangi. 🙂

    1. Cangkir antik yang dahulu kala bisa digadaikan di kantor pegadaian hihihi.

    2. Indeed, bersama batik dan garpu.

  2. Hendi Setiyanto says:

    Klasik jg ya…suasananya

    1. Pas nonton langsung acara ngopi gratis di Kemiren, langsung beranggapan ini bisa jadi inspirasi bagi desa-desa penghasil kopi di seluruh Indonesia. Sudah saatnya Indonesia seruput kopi seduh asli dari pohon kopi yang berkualitas nomer satu, jangan ngopi di kafe abal-abal yang sediain kopi kualitas rendah apalagi minum kopi sachetan. 😀

    2. Hendi Setiyanto says:

      yang pasti lebih merakyat plus bisa menghidupkan sendi-sendi perekonomian rakyat, murah lagi, paling mentok ya kalau bokek beli kopi yang seribuan yang rasanya super manis hahaha

  3. Di Jepara bulan agustus kemarin juga ada festival kopi mas, tapi aku tahunya setelah acara 😦

    1. Waduh, sayang banget telat tahu infonya. Omong-omong baru tahu kalau Jepara ada desa penghasil kopi. Sitam kapan pulang kampung? Ikut donk sekalian explore Jepara dan sekitarnya hehehe.

  4. Sritanjung masih kalah sama Krakatau yg hampir 18 jam mas hehehe
    jajanannya boleh tuh 😀

    1. KA Krakatau mulai mengeser rekor Sri Tanjung mulai beberapa tahun lalu, sebelumnya KA Sri Tanjung yang masuk rekor MURI kategori “Kereta yang mampu bikin pantat tepos!” #yakale hahaha.

  5. kunudhani says:

    keren banget mas acaranya, gtu itu langsung datang aja? bayar ga sih mas minum sama makan-makan jajanya itu, klo bayar sekitar berapa ya? terus acaranya dari jam berapa sampe jam berapa ya mas? disana mereka nyawain rumah mereka buat penginapan juga ga sih mas, kan seru banget klo nginep kayaknya, maaf ya mas tanya-nya kebanyakan, habisnya penasaran 😀

    1. Acara dimulai dari sore sekitar jam 5 hingga tengah malam atau sampai persediaan biji kopi sudah habis disuguhkan ke para tamu yang hadir. Tenang, semua yang disajikan di Festival Ngopi Sepuluh Ewu gratis. Selayaknya bertamu di rumah orang, berbincang dengan tuan rumah, makan kudapan jangan melampaui batas agar tamu yang lain kebagian adalah keharusan yang tidak perlu ditegaskan lagi. 😀

      Untuk penginapan di Desa Kemiren bisa menginap di Desa Wisata using yang memiliki beberapa kamar untuk disewakan. Reviewnya menyusul di blog, hehehe

    2. kunudhani says:

      okeh, ditunggu mas reviewnya, aku suka banget sama postnya (y)

  6. Alid Abdul says:

    Yang benar itu Using apa Osing sih penulisannya, tapi emang dibaca Using sih. Berhubung aku gak suka kopi jadi masih mikir-mikir mau datang ke festival ini, apalagi kalau disuruh melekan. Maklum aku gak kuat begadang haha

    1. Tergantung sopo sing nulis hahaha. Dibacane tetep Using. 😀 Ngakune gak kuat bergadang, tapi getol nonton drakor sampe subuh? #uhuk

  7. turiscantik says:

    Tulisan yg sangat menarik, saya malah baru tahu ada festival ini. Thanks for sharing

    1. Selain Festival Gandrung Sewu, Festival Ngopi Sepuluh Ewu sudah menjadi salah satu atraksi wajib dikunjungi ketika singgah ke Banyuwangi. Semoga tulisan ini bisa memberi gambaran untuk melihatnya di tahun depan. 🙂

  8. fahrurizki says:

    keren mas halim, gagasan 100% nusantara 😀

    1. Menunggu event serupa di pulau-pulau lain penghasil kopi di Indonesia. 😀

  9. yofangga says:

    Sempet mbungkus kopine gak ko?
    Aku rela kok dikirimi kopi
    Tenan
    Ga keberatan sama sekali
    Mau langsung tak pm alamat?
    😁

    1. Woh iyo lali yen awakmu penggemar kopi tubruk hihihi. Wingi ra sempat beli karena fokus minum aja. 😛
      Suk yen mbalik Banyuwangi maneh tak kirimi kopi asli sana yo. 😉

  10. festivalnya unik banget, setiap rumah menerima tamu seperti saudara mereka. itu jajanan pasarnya menggoda banget 😀
    bulan desember ada festival kopi temanggung lim 😀

    1. Jajanannya ada yang mirip dengan jajanan pasar di Jawa Tengah tapi punya nama lain. Semua penganannya bikin ngiler hehehe. Terdengar asyik nih festival kopi di Temanggung, catet dulu. 🙂

  11. Avant Garde says:

    tak pikir ini all in bayar sepuluh ribu 😀 #salah baca judul
    keren ih, semoga penduduk desa kemiren makin banyak rejekinya… amin

    1. Awal mendengar nama festival ini juga mengira penonton disuru bayar kopi seharga sepuluh ribu untuk minum sepuasnya hehehe. Ternyata cangkir kopinya yang disediakan sekitar sepuluh ribu cangkir. 😀

  12. Gara says:

    Setelah ngopi semasif itu (kalau ternyata penasaran dan mencicipi kopi setiap rumah satu per satu), bisa tidur nggak, Mas? Hehe. Kepengin deh suatu hari nanti kalau sempat ke Banyuwangi ikut festival ini (mesti siap perjalanan panjang dari Jakarta kalau begitu ya), buat mencicipi penganan-penganannya dan mungkin kopinya, meski sedikit (dilema orang yang tak bisa ngopi ya kayak gini nih, hehe). Pulang-pulang mesti siap kenaikan bobot badan karena pasti membengkak semua, haha.

    1. Untungnya kadar kafein kopi Banyuwangi tidak terllau tinggi jadi minum dua-tiga cangkir tetap bisa tidur pulas malam harinya. 😀
      Jajanannya yang bikin ketagihan, Gar. Tiap melintas di depan rumah yang open house, bawaannya ingin comot satu-satu kudapan yang disediakan khusus di meja mereka. 😛

    2. Gara says:

      Alamat naik lagi ini berat badan kalau tidak bisa menahan diri buat mencicipi jajan-jajan dari rumah ke rumah itu ya Mas, haha. Hoo unik, jadi kafein di kopinya malah tidak tinggi? Enak itu namanya… hehe.

  13. cakep mas festivalnya. Dan suka banget dengan makanan tradisionalnya, pas banget dengan minuman kopi :). Semoga esok ada kesempatan mengikuti festival ini

    1. Yuk diramaikan Festival Ngopi Sepuluh Ewu tahun ini, mas Sandi. 🙂

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.