Situs Mataram Kuno di Temanggung

Bercerita tentang sejarah masa lampau memang nggak ada habisnya. Sejarah penjajahan hingga revolusi Indonesia saja masih dimunculkan cerita benar, cerita setengah benar dan cerita yang terus disalahkan oleh pihak tertentu. Itu baru kisah yang berlalu puluhan tahun, entah bagaimana dengan cerita dan bukti yang sudah terjadi sekian abad yang lalu? Selalu muncul banyak versi yang berlomba-lomba menggambarkan bukti bahwa dinasti-dinasti itu pernah ada di dunia. Folklor, kitab yang sudah dinetralkan, karya pujangga yang sudah diromantiskan dan macam lainnya terlanjur berkembang luas di tengah masyarakat.

“Pintu pagarnya digembok, bro!” ucap teman saya, Akbar yang langsung membuyarkan pikiran liar yang nyangkut di otak selama perjalanan dari Kledung menuju Desa Pringapus, Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Celingak-celinguk beberapa menit di sekitar lokasi, tetap belum ada tanda kehadiran penjaga. Beberapa saat kemudian muncul seorang bapak yang tinggal persis di sebelahnya. Dia pun menyarankan kami untuk menunggu sebentar.

Sebuah candi Hindu masih berdiri tegak di tengah halaman berumput yang sudah menjadi lahan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Batu dan arca yang belum menemukan pasangannya digeletakkan di sekeliling candi. Peninggalan Mataram Kuno ini dinamai Candi Pringapus, sesuai dengan nama desa di mana mereka ditemukan. Candi Pringapus mulai dicatat dan diperkenalkan oleh F.W. Junghun tahun 1844. Pemerintah Hindia Belanda melalui Oudhenkundige Dienst (Dinas Purbalaka) baru memugarnya pada tahun 1929. Berdasarkan penelitian ragam hias candi di sana, peneliti bernama E.B. Vogler menyimpulkan bahwa Candi Pringapus dibangun sekitar abad 8 – 9 Masehi.

“Ada perlu apa, mas?” tanya seorang bapak dengan nada kurang ramah tiba-tiba. Lah, kenapa ditanya keperluan mau apa, jelas-jelas kedatangan pengunjung ke candi ya untuk melihat candi, kan? Awalnya kami tidak diperkenankan masuk dengan alasan tempat itu sedang ditutup sementara. Setelah kami diinterogasi singkat dan saya menjelaskan maksud kedatangan dari jauh untuk melihat sisa peninggalan Mataram Kuno ini, si bapak pun melunak. Lalu dia membuka gembok dan curhat …

Beberapa minggu sebelum kedatangan kami (Desember 2015) telah terjadi pencurian sebuah relief di Candi Pringapus. Deg! Karena sebab itulah Pak Triyono yang bertugas sebagai penjaga candi menutup sementara kompleks ini sambil menunggu perintah dari pusat yang akan melakukan investigasi. Pak Triyono tidak pernah berprasangka buruk terhadap rombongan turis asing yang datang dan melakukan pengamatan serta pemotretan terhadap sebuah obyek di sana. Masih belum timbul kecurigaan ketika rombongan turis itu datang berkali-kali mengamati obyek yang sama. Hingga akhirnya terjadilah hal yang tidak diinginkan. Pagar dirusak malam hari dan raiblah relief berukuran sekitar 50 x 30 cm itu keesokan harinya.

Agak nggak enak mendengar curhatnya, tidak ada solusi yang bisa kami berikan. Hanya memberi kata-kata penuh harapan dan penyemangat semoga kasus pencurian relief itu cepat terselesaikan. Selanjutnya saya mlipir kalem dan fokus dengan Candi Pringapus yang terdapat sebuah arca Nandi di dalamnya. Candi Pringapus yang menghadap arah barat (Gunung Sindoro) diperkirakan sebagai salah satu candi perwara atau candi pendamping dari candi utama yang berukuran lebih besar yang hingga kini belum ditemukan.

Selain arca Nandi, di kompleks ini juga ditemukan arca Dewi Durga, perwujudan dari Dewi Parwati, istri Dewa Syiwa. Penemuan itu mengukuhkan bahwa Candi Pringapus pernah berfungsi sebagai tempat pemujaan agama Hindu Syiwa. Keunikan dari Candi Pringapus adalah makara berupa kepala naga dengan manik-manik di mulutnya. Ukiran motif sulur dan gambar sepasang dewa-dewi di dinding candi pun terlihat sangat halus. Apalagi ketajaman mata dari sosok puteri di relief hilang yang saya lihat di foto yang ditunjukkan oleh Pak Triyono.

arca Nandi di dekat Candi Pringapus
arca Nandi di tepi sebuah kolam mata air

Pak Triyono menambahkan bahwa sosok itu menggambarkan seorang puteri yang ada kaitannya dengan sebuah kolam yang letaknya tidak jauh dari Candi Pringapus. Usai berpamitan, kami pun melipir ke kolam yang dimaksud Pak Triyono. Tanpa adanya papan petunjuk yang jelas setelah keluar dari Candi Pringapus, saya hanya sempat berhenti di sebuah kolam dengan sebuah patung Nandi di pinggirnya. Arca di sana sudah tampak semacam batu taman, diduduki oleh anak-anak kecil lalu dinaiki sebagai batu loncatan ke kolam. Ya sudahlah.

Sebenarnya masih ada satu arca Nandi yang sempat viral di sebuah komunitas. Arca tersebut diubah fungsi seperti sebuah tugu di persimpangan jalan. Kondisinya sudah dicorat-coret cat dan tak terhitung berapa banyak retakan yang didapat. Saat saya berhasil mencari lokasinya, arca tersebut sudah raib. Antara telah diamankan oleh BPCB Jawa Tengah atau memang dipindah dan disembunyikan oleh warga supaya tidak semakin memanas situasi perlindungan terhadapnya.

yoni Situs Liyangan
yoni memanjang di Situs Liangan

Situs Liangan atau Liyangan menjadi tujuan kami selanjutnya. Temuan yang diduga bekas pemukiman Mataram Kuno ini kalau boleh dibilang masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Truk-truk pengangkut pasir menjadi pemandangan rutin ketika kendaraan pengunjung hendak menuju ke Situs Liyangan yang terletak di Desa Purbosari, Ngadirejo, Kabupaten Temanggung tersebut.

Sejak tahun 2010, temuan di seberang Kali Liangan menjadi sorotan para arkeolog dan menggugah rasa tanya besar tentang letak pemukiman yang dibangun pada masa Dinasti Sanjaya. Seolah berusaha memecahkan teka-teki Mataram Kuno agar bisa diselaraskan dengan penemuan Situs Trowulan di Mojokerto, Jawa Timur yang merupakan sisa pemukiman Dinasti Majapahit abad 12 -15 Masehi.

Masa pemerintahan Dinasti Sanjaya yang berlangsung dari paruh pertama abad ke-8 Masehi di Mataram atau Jawa bagian tengah kini, telah meninggalkan candi-candi Hindu Syiwa di (Karesidenan) Kedu. Dataran tinggi Dieng termasuk salah satu wilayah yang banyak ditemukan sisa peradaban maju Dinasti Sanjaya. Setelah kerajaan Sriwijaya masuk ke Jawa pada tahun 750 Masehi, mulailah dibangun bangunan beraliran agama Buddha. Warisan Dinasti Syailendra yang fenomenal adalah Candi Borobudur di Magelang. Kedua wangsa atau dinasti itu kelak melebur di selatan Jawa bagian tengah yang kini peninggalannya tersebar di Sleman, DIY dan kabupaten-kabupaten yang terletak di lereng Gunung Merapi di Provinsi Jawa Tengah.

Belum terlalu banyak penemuan yang bisa dijelaskan di Situs Liyangan. Yang terlihat menarik perhatian barulah sebuah bangunan candi tak berdinding dan tak beratap di mana terdapat sebuah yoni dengan bentuk memanjang. Penggalian masih terus dilakukan di sana dengan hasil penemuan artefak-artefak berupa gerabah dan porcelain, kemudian struktur tangga dan selasar candi, struktur pagar serta susunan batu putih. Lalu talut kubus batu, bekas bangunan rumah kayu yang ditandai dengan penemuan arang kayu dari tahun 742 Masehi dan arang bambu tahun 971 Masehi. Diperkirakan area ini memiliki luas 2.600 meter persegi dan akan terus meluas seiring dengan berkurangnya aktivitas penambangan pasir di sana.

Letaknya yang berada di lereng timur laut Gunung Sindoro diberkahi curah hujan yang cukup tinggi. Untungnya ada gazebo yang dibangun di sebuah titik sehingga bisa digunakan sebagai tempat berteduh para pengunjung saat hujan deras mengguyur Liyangan. Saya pun merenung, membayangkan sedamai apa pemukiman di sini ratusan tahun yang lalu.

Diberkahi tanah vulkanik yang menyuburkan tanaman, aliran mata air yang tak henti-hentinya turun dari pegunungan. Semua kebutuhan manusianya dicukupi oleh alam. Sayang keserakahan manusia sering kali membuat alam murka yang akibatnya selalu berakhir dengan bencana alam yang dahsyat sebagai pengingat akan kecilnya posisi mereka di dunia ini.

Hujan pun mereda. Menyisakan kabut tipis sebagai teman bercengkerama. Lamunan liar kembali dibuyarkan oleh suara Akbar yang sedari tadi sudah menunggu di atas jok sepeda motornya.

to be continued…

37 Comments Add yours

  1. dwisusantii says:

    Hua, arcanya sudah kaya batu taman buat loncatan anak kecil loncat ke kolam –”
    Mas tapiii kasus pencurian arca, batu candi, kaya gitu selama ini apa sebagian besar bisa terungkap?
    Atau…?
    Miriss soale 😦

    1. Pilih yang “atau…” ajah hehehe. Ya begitulah, kadang ada banyak praduga yang bisa saja si itu yang salah, si anu yang terima sogok sehingga diluputkan. Selagi hossip panjang-panjang dikoarkan di media eh arcanya sudah pindah tangan ke kolektor entah di mana. Akhirnya hanya kenang-kenangan berupa foto saja yang bisa ditunjukkan ke generasi penerus. 😉

  2. Dimas Candra Sugiarto says:

    Jadi pengen hunting candi2 di jogja….

    1. Candi-candi di Sleman-DIY, Magelang dan Klaten di Jawa Tengah cocok untuk awal belajar dan memahami dunia percandian Mataram Kuno. Kalau mau hunting ajak-ajak yah. Hehehe. 😀

    2. Dimas Candra Sugiarto says:

      Wawawa 😁 satu bulan berkunjung ke satu candi hehehe aamiin

  3. kunudhani says:

    jdi penasaran ama candi-candii, dan sejarah raja-raja kuno

    1. Menarik pake banget melihat dan mencari tahu cerita candi-candi yang tersebar di Jawa bagian tengah. Bisa dikatakan peninggalan di sana nggak kalah dengan luar negeri punya seperti kompleks Angkor di Kamboja atau candi-candi di Bagan – Myanmar. 🙂

    2. kunudhani says:

      aku emang lagi tertarik sama yg berhubungan dengan sejarah, candi-candi, dan aneka ragaman budaya yg lain, ada komunitas yg bisa diikutin gitu ga mas? sp tau bisa gabung, bisa ada wadang yg bs mnjebatani minat 🙂

    3. Kalau kegiatan komunitas sejarah saya sering ikut yang ini:
      Semarang –> Lopen Semarang,
      Yogyakarta –> Yogyakarta Night at the Museum,
      Solo –> Laku Lampah,
      Magelang –> Kota Toea Magelang

      Itu yang sekitaran Joglosemar, yang di luar itu mau minta yang kota apa? Hehehe. Oh ya nama mereka bisa dicari di Facebook atau Instagram. 🙂

    4. kunudhani says:

      Surabaya kakak 😀

    5. Surabaya –> Roodebrug Soerabaia
      Dulu mereka sering adain acara telusur bangunan bersejarah, bahkan bikin acara-acara kepahlawanan. Intip langsung saja ke fanpage mereka aja. 🙂

    6. kunudhani says:

      aku tau klo itu mas, dl smpet bingung gmna gabungnya soalnya infonya ga jlas, tapi ntr aku cn cari tau lagi, maksih ya mas.

  4. Kemarin nggak ke sini 😦
    Seperti itulah kenyataan yang kita ketahui, banyak situs purbakala yang terpaksa ditutup dan tidak boleh dikunjungi oleh orang umum karena ada segelintir orang yang mencuri.

    1. Langung inget dengan kompleks Candi Merak di Karangnongko, Klaten yang waktu mlipir ke sana kok ditutup rapat dan tanpa penjaga. Apa mungkin mereka mengalami hal yang sama ya? #tanyadalamhati 😀

  5. Gara says:

    Hore akhirnya diposting juga berita tentang Temanggung… hmm, relief sulur-suluran itu unik! Ini saya yang saya lihat atau relief di pojok kiri bawah foto suluran itu bentuknya seperti kelinci? Tapi memang reliefnya halus-halus yak, terutama yang penampang depan candi, sepasang relief apsara-apsari itu seolah-olah familiar, cuma saya lupa pernah saya lihat di candi mana. Dan relief ornamen yang dibuat dalam medalion-medalion besar malah mirip dengan candi lain yang tak sezaman. Hmm… aturan nih harus ke sana, kudu mesti.
    Namun yang unik, meski relief di candi itu halus, relief yang hilang itu malah kelihatan tajam dan dalam, ya. Unik candi ini, dari bentuk tanduk kala makaranya pun mengundang tanya. Mudah-mudahan waktu ke sana candinya sudah mulai dibuka jadi kita bisa bertanya-tanya dengan lebih leluasa, hehe.
    Ngomong-ngomong kenapa Nandi di tepi kolam itu tidak diamankan saja Mas?

    1. Nah kan nah kan, hahaha. Waktu dibilang itu hanya candi perwara, jadi penasaran sebesar apa candi utamanya? Atau masih tersembunyi di bawah bukit? #mulaiberkhayal 😀 Kebetulan kemarin bertemu dengan pak penjaga yang paham dengan sejarah candi jadi ngobrolnya nyambung meski dibumbui curhat yang bikin nggak enak hati. Mungkin kalau sekarang berkunjung ke sana suasana hatinya sudah berubah hehehe.

      Perihal arca Nandi di pinggir kolam sempat diceritain bahwa arca nggak mau dipindah, jadi penduduk setempat pun tidak berani melanggar, takut kalau diambil paksa bisa membuat mata air mengering. Sebenarnya ada satu arca Nandi lagi di lokasi tak jauh dari sana. Sempat viral di FB karena kondisinya lebih memprihatinkan, diletakkan di tengah pertigaan jalan dan diwarna-warni ala vandalisme sampai nggak ngeh kalau itu arca. Iseng lewat ke pertigaan tersebut eh sudah nggak ada. Mungkin sudah diamankan oleh BPCB Jateng atau sudah dipindah oleh warga. 🙂

    2. Gara says:

      Hoo, itu baru candi perwara? Wah, candi utamanya aturan bisa lebih besar. Namun tidak begitu mengagetkan karena bangunan-bangunan sezaman pun sangat menakjubkan. Mudah-mudahan candi itu hanya tertimbun. Ia akan keluar jika saatnya tepat, hehe.
      Wah, rupanya arcanya tidak bisa dipindah, ya. Ini sangat pantas untuk didalami lagi, hoho.

  6. Bama says:

    Wah wah, sedih banget ada bagian dari candi ini yang dicuri. Kadang memang ada saja orang-orang yang memanfaatkan kebaikan orang lain, dalam hal ini ketidakcurigaan Pak Triyono. Candi Pringapus ini motif sulur dan ukiran-ukiran lainnya memang unik ya, seperti yang dibilang Gara. Duh, menjelajah candi-candi di Jawa Timur aja belum kelakon sampai sekarang, eh di Jawa Tengah masih banyak banget candi-candi yang menarik untuk dikunjungi. Andaikan punya pintu kemana saja, hehe.

    1. Kasus pencurian arca hingga kini belum ada titik terang. Museum-museum yang menyimpan artefak sampai arca penting yang kesannya tertutup pun sering terjadi pencurian. Sedih kalau ingat pencurian beberapa arca di Museum Radya Pustaka, Solo, juga pencurian topeng emas Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Belum pencurian di candi-candi yang baru ditemukan di sekitaran Sleman dan Klaten. Ahh… Kalau Bama mudik ke Semarang bisa banget mampir ke Temanggung, nggak jauh lho. #sebarracun hahaha.

  7. belum ada tindak lanjut mengenai penggalian situs liyangan ini, Mas Halim?

    1. Hingga kini masih dilakukan penggalian. Tapi lahannya sekarang sudah bebas dari hak sewa tambang pasir atau masih terhimpit lahan tambang pasar, saya kurang paham. Sudah pernah ke sana, Jo? Kalau belum yuklah ke sana. 😉

  8. winnymarlina says:

    jd kapan nih halim kita berburu candi 😀

    1. Kapan ya Win? Hahaha balik nanya. Malah penasaran dengan penemuan candi batu merah di Karawang nih. Candi Batujaya kalo nggak salah inget. 😀

    2. winnymarlina says:

      Candi jiwa namanya itu aku udah halim

  9. lah ko ditutup maz? sedang renovasi apa emang ditutup utk umum?

    http://www.travellingaddict.com

    1. Waktu itu kompleks Candi Pringapus ditutup karena baru saja terjadi pencurian relief di sana, Budi. Mungkin kini sudah dibuka seperti biasa mengingat kasus itu terjadi tahun lalu. 🙂

  10. ade anita says:

    kadang aku bingung, mencuri arca itu tujuannya apa ya? Karena arca kalo dipajang di rumah juga kegedean gitu perasaan, lagian arca kalo dipajang sendiri malah nggak ada story dan terlihat sakralnya.. kayak patung biasa aja.

    1. Mungkin demi kepuasan diri. Meski sesaat tapi beberapa kolektor merasa puas sudah menghamburkan uangnya untuk membeli barang yang dirasa pandangannya sangat indah. Mungkin sih hehehe. Yah semoga mereka dicerahkan dan bisa segera menuju ke jalan yang benar. 😉

  11. mawi wijna says:

    Beh! Kasus maling macam ini yg bikin Candi Pringapus jadi nggak kayak dulu. Mesti sekarang gembokan terus. Padahal dulu pas sore sering jadi tempat mainan merpati.

    Tapi ya mbuh lah. Siapa ngerti malingnya kena kutuk dari relief yg dicuri. Ya… semoga aja batu Candi Pringapus bisa bikin orang kesurupan kayak batu di Candi Borobudur, wekekekeke.

    1. Malingnya kena kutuk dari relief yang dicuri, ini terdengar nyenengke. Hahaha. Eh tapi mungkin bisa terjadi yah. Boleh nih kucari berita turis asal Taiwan kerusupan sepulang mencuri relief Candi Pringapus. 😀

  12. rizzaumami says:

    belum tahu kalo di temanggung ada candi, info baru buat saya mas, berarti sampe sekarang itu emang belum dibuka lagi buat umum mas?

    1. Semestinya Candi Pringapus sudah dibuka seperti biasa mengingat kasusnya telah terjadi setahun yang lalu. Coba saja ke sana, jika ditutup bisa menemui juru kuncinya langsung agar dibukakan gerbangnya. Sedangkan Situs Liyangan sendiri juga sudah hampir siap menerima kunjungan wisatawan. Sudah ada ruang penerima tamu dan tempat parkir kendaraan yang memadai. Selamat bertualang di Temanggung, kawan. 🙂

    2. rizzaumami says:

      Oke mas, mantap 🙂

  13. yofangga says:

    Tapi sepengetahuanku ko, syailendra itu wangsa khan ya, bukan raja.
    Raja yang ngelarin borobudur itu raja samaratungga dari wangsa sailendra.

    Dan asal wangsa itu dari jawa, baru kemudian ikut memerintah sriwijaya karena hubungan pernikahan samaratungga dengan dewi tara dari sriwijaya
    Bukan sebaliknya

    Eh, tapi ga tau deh mana yg bener, hehe, pakar aja juga masih bingung 😂

    1. Oh iya dink, betul betul. Kuralat dulu karena Syailendra itu nama dinasti, eh sebutan “gelar” di dinasti juga bisa nggak? Seperti sekarang aja Mataram Islam punya PakuBuwono sekian sampe sekian, Hamengkubuwono sekian sampe sekian hehehe. Banyak versi yang bikin bingung, jadi kepengen masuk lemari mesin waktunya Doraemon deh. 😛

  14. Baru tahu kalau di Temanggung ada candi candian juga

    1. Situs Liyangan dan candi yang sudah maupun yang belum ditemukan di Kabupaten Temanggung merupakan bagian dari peradaban Mataram Kuno. Sama seperti Dataran Tinggi Dieng di Banjarnegara yang pernah menjadi pemukiman dan memiliki tempat pemujaan dewa-dewi Hindu pada kurun waktu yang hampir bersamaan. 🙂

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.