Persis di bawah panggung Gelar Budaya Desa Sendangagung dibeberkan beberapa gambar sisa bangunan peninggalan kolonial pada masa Hindia Belanda. Warga setempat menyebutnya sebagai loji untuk menegaskan bahwa bangunan tersebut adalah tempat tinggal pejabat londo. Di antaranya terdapat sebuah pos jaga serdadu yang sekilas mirip dengan poskamling korban vandalisme jika dilihat sekarang.
Puluhan tahun yang lalu Desa Sendangagung yang terletak di Kecamatan Minggir, Sleman ditumbuhi hektaran tanaman tebu. Saat musim panen tiba, tebu-tebu dipasok ke Pabrik Gula Sendangpitu yang letaknya tidak jauh dari pemukiman tersebut. Senyum saya langsung merekah ketika mendengar informasi tentang heritage di Desa Sendangagung yang disampaikan langsung oleh Pak Anton Suparnjo atau akrab disapa Pak Manyo, salah satu penggiat seni di Desa Sendangagung.

Tapi sejauh ini hati sepi calon wisatawan kurang tersentuh jika saya menceritakan bangunan tua sebagai potensi wisata utama sebuah desa. Jadi sejarah dan peninggalan kolonial di Minggir akan saya dongengkan di lain waktu saja. 😀
Desa Sendangagung yang terletak di ujung paling barat Kabupaten Sleman dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta ini saya akui punya pemandangan alam yang apik. Persawahan yang membentang luas dengan latar belakang Gunung Merapi dari kejauhan jadi nilai tambah bagi kecamatan ini. Selain itu pesona bantaran Sungai Progo juga menarik jadi daftar tempat kunjungan. Lekukan Sungai Progo bisa dilihat dengan jelas dari sebuah pendopo tempat ziarah Ki Ageng Tunggul Wulung.
Ki Ageng Tunggul Wulung sendiri merupakan salah satu tokoh yang diceritakan sebagai keturunan dari kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke Mataram melalui jalur sungai. Menetap bersama keluarga dan pengawalnya di bantaran Sungai Progo. Dikisahkan oleh warga setempat bahwa Ki Ageng Tunggul Wulung bertapa dan mencapai tingkat moksa. Situs pertapaannya bisa dilihat di Dusun Dukuhan, Sendangagung. Hingga sekarang tempat pertapaan tersebut ramai dikunjungi oleh pengunjung yang memiliki kepentingan di sana.

Selain alam dan tempat wisata religi, Desa Sendangagung juga mempunyai kuliner khas olahan ikan wader dari Sungai Progo yang diperkenalkan waktu pameran Gelar Budaya Desa Sendangagung beberapa waktu lalu. Ikan wader di sini punya ukuran sepuluh hingga lima belas sentimeter, lebih besar dari wader pada umumnya. Mereka mengolahnya dengan cara presto dibumbu bacem yang meninggalkan rasa manis dan bumbu gurih berduri lunak. Sungguh sukses menggoda perut kosong.
Di pameran yang sama juga ada stan kerajinan anyaman bambu binaan Sulisman (nomor kontak yang bisa dihubungi +62819 3172 3033) dari Dusun Brajan, Sendangagung. Dengan merk dagang PrinXmas, mereka telah membuat tas, topi, keranjang, kap lampu yang semuanya terbuat dari bahan bambu. Kabar gembiranya produk mereka sudah diekspor sampai mancanegara loh.
Kemudian yang paling menarik perhatian adalah susunan potongan bonggol jagung yang sengaja dibentuk menara Eiffel. Kerajinan dari bonggol jagung karya Stefanus Indri (nomor kontak yang bisa dihubungi +62878 4937 5397) memancing perhatian setiap orang yang lewat di depannya. Sisa batang dari jagung yang telah diambil bijinya acapkali dibuang oleh para petani bahkan terbilang mencemari ladang karena susah terurai oleh tanah. Limbah inilah yang dimanfaatkan olehnya sebagai bahan pembuatan kap lampu, lampion, tempat tissue hingga tatakan gelas dengan harga jual mulai dari Rp100.000,- untuk kap lampu dan lampion.
Beliau dibantu beberapa rekannya mengumpulkan bonggol jagung dari perbatasan Sleman-Magelang dan Klaten. Potongan bonggol jagung asal Bligo yang berdiameter kecil dipadukan dengan potongan bonggol jagung Klaten yang berdiameter lebih besar. Susunan itu membuahkan hasil kerajinan yang bertaraf internasional. Banyak pembeli dari mancanegara yang menyukai karyanya. Ketika ditanya mengenai kendala, Indri mengatakan masih lemah dalam hal promosi. Saat melihat kartu nama yang disodorkan memang hanya tertulis alamat Minggir II RT01/RW03, Sendangagung, Minggir, Sleman disertai email stefanus73@gmail.com saja, belum tertera akun media sosial apalagi alamat website.
Lain strategi dengan Kain Shibori karya Kiyat (nomor kontak yang bisa dihubungi +62823 2431 3373) dari Dusun Bekelan RT01/RW22 yang sudah dipasarkan melalui media sosial Facebook dan Instagram @shiborikiyatmbah. Teknik menghias kain ini menggunakan bahan yang terbilang simple, tidak ribet seperti pembuatan kain batik dengan goresan malam dari canting. Ketika melihat proses pembuatannya secara langsung, di depan saya terdapat lipatan kain yang telah dibentuk segitiga dan diikat dengan karet gelang. Kemudian Kiyat mencelupkannya ke dalam wadah berisi cairan waterglass yang berfungsi mengikat warna, dilanjutkan dengan celupan ke wadah berisi pewarna. Pola yang akan muncul pada kain ditentukan dari pengikatan dan proses pencelupan. Cara ini sering disebut sebagai shibori oleh masyarakat Jepang.
Berbeda dengan teknik tie-dye pada umumnya, shibori fokus pada pengendalian pola di mana ada titik tertentu yang dihentikan penyerapan warnanya agar meninggalkan warna polos. Tanpa kejelian seni celup-mencelup tentu si pengrajin tidak akan mendapatkan hasil akhir sesuai dengan keinginannya. Saya hanya bisa berdecak kagum ketika gulungan yang sudah agak mengering itu dibuka. Warna dan garis simetris yang ditimbulkan oleh kain shibori sungguh memikat mata. Dengan harga perlembar kain mulai dari Rp125.000,- Kiyat sudah mulai kebanjiran pesanan dari para pelanggannya.

Melihat potensi desa seperti yang telah dijabarkan di atas seharusnya cukup untuk menahan anak-anak muda di Sendangagung Minggir agar mereka tidak hijrah ke daerah yang lebih ramai demi sesuap nasi. Minat melihat bangunan bersejarah dan wisata alam di sana bisa dikembangkan menjadi one day tour yang mengedukasi. Ragam industri kecil yang sedang tumbuh di sana pun kelak akan menjaring sumber daya manusia baru yang lebih berkualitas.
Jadi sirik dengan kekayaan Desa Sendangagung, kan? 😉
Tetep itu kain batiknya menggoda mas ahhahahahah
Monggo dipilih koleksi kain shibori-nya. Mau warna dan motif yang mana? Lengkapnya intip IG kita ya bro. Hahaha
jadi sirik pengen ke desa sedangagung 😦
Lokasi Sendangagung ini nggak jauh kok, nggak jauh dari Kota Yogya maksudnya. 😀
tuh kain cocoknya dibikin apa ya?
Kain Shibori bisa dibikin kemeja lengan pendek. Rok buat perempuan juga punya style oke. Atau sarung bantal kalo bosan ama sarung polos. Dipakai jadi bahan tas selempang juga bisa. Malah banyak ide di sini haha. 😀
ketok’e adem ya Lim? denggo nang awak
Oh iya lupa kuberi penjelasan kalau kain yang dipakai adalah jenis kain prima. Jenis kainnya nggak panas, ringan pula. 🙂
iya sih sekilas juga berpikiran seperti itu
kain batiknya bagus banget, keren tuh buat baju 😛
Motifnya memikat mata, cocok jadi bahan pembuatan baju. 😀
Oh iya, kain Shibori bukan batik karena tidak menggunakan media canting dan malam. Kain Shibori masuk dalam jenis kain berpola dengan teknik ikat ( tie-dye ) atau sering diistilahkan jumputan atau sasirangan kalau di Kalimantan Selatan. 🙂
terimaksih infonya, jadi lebih banyak tau 🙂
Desanya permai banget ya. Meski bangunan tuanya banyak coretan, paling tidak masih berdiri dan tidak dihancurkan karena perang atau kesengajaan. Artinya lebar jalan di sana tidak berubah banyak sejak setengah abad terakhir, hehe. Kayaknya boleh nih mampir di desa itu untuk beli kain shibori sambil memfoto pos jaga serdadu. Dan tentu saja menggali lebih dalam di pertapaannya, mengingat ada pohon gede di situ. Siapa tahu ada batu-batu yang menarik, hehe. Thanks for this inspiring post!
Ada beberapa rumah kolonial di sana yang masih terawat juga. Mungkin karena letaknya di pinggiran jadi nafsu untuk membongkar rumah tidak sebesar yang tinggal di kota hehehe.
Nah denger-denger ada arca atau candi kecil Hindu-Buddha. Sayangnya kemarin belum sempat mencari letaknya, hanya mengunjungi pertapaan Ki Ageng Tunggul Wulung aja. Persis di bawah pohon besarnya ada nisan yang ada kaitannya dengan Ki Ageng Tunggul Wulung. Ahh atau jangan-jangan malah ada batu candi di dalam ruang pertapaannya ya? #malahbaliknanya hahaha
Wah, ada rumah kolonialnya juga. Lengkap ya, baik dari zaman kerajaan sampai zaman kolonial, dan masa kini. Hehe, untuk tahu batu apa yang ada di sana, mesti balik dan masuk langsung Mas, hehe. Saya juga pernah lihat satu pesarean dan di sana ada beberapa batu zaman Hindu-Buddha, hehe.
mau komen lagi ah. di sekitar Karangreja-Purbalingga, arah Purbalingga-Pemalang juga ada beberapa pos jaga jaman belanda yang berdiri di pinggir jalan. Ada juga di sekitar pintu masuk goa lawa-Karangreja
Waduhh ini ratjun! Ratjun! >.<
Kalau ke Pemalang mau sekalian cari bekas pabrik-pabrik gulanya, biasanya pos jaga itu dibangun mereka nggak jauh dari lokasinya. 😀
oh jadi tuh pos jaga buat ngejaga pabrik gula tho? kondisinya sih masih lumayan terawat pas aku lihat. Kalau ke Pemalang boleh diantar sama mas Eko Nurhuda yang kemarin sempat ikut ke Banjarnegara. link blognya http://www.bungeko.com promot dikit
Pas nambahin link, komenmu jadi masuk spam hahaha. Ini barusan nyadar kok ada spam darimu.
Nice info, next time kalo ke Pemalang akan colek dia 😀
eh nggak boleh komen plus titip link ya? hahaha aku kan nggak tau…
sekedar berbagi, e tapi trim ya atas saranmu, dikit-demi dikit aku laksanakan semua wejanganmu dan sudah terlihat hasilnya walau dikit : )
mainanmu emang anti mainstream ya halim
Udah bosen main odong-odong, sekarang mainnya kapal othok-othok, Win. Hahaha
desa kreatif
Mari berkreasi tiada henti, eh kok jadi mirip mars partai hahaha. Di Bima ada desa sentra industri nggak, mas? Boleh nih dicatat dulu kalau ada. 😀
padahal aku nunggu cerita bangunan kolonial lainnya di desa itu mas, termasuk petilasan tunggul wulung, seingat aku itu nama bandara di cilacap, adakah hubungan?
desanya keren, mandiri…
Edisi sejarah dan bangunan kolonial di Desa Sendangagung dimatangkan dulu sumber datanya. 😀
Setelah gugling beneran nama bandar udara di Cilacap adalah Tunggul Wulung. Baru tahu. Ternyata Tunggul Wulung di Sleman dan Cilacap merupakan satu tokoh yang sama, Dikisahkan beliau pernah bertapa juga sampai Cilacap. 🙂
kain shiborinya cantiikkkk
Permainan warna indigo dengan motif simetris, kadang abstrak menarik perhatian banyak orang. Yuk mari dibeli kain shibori-nya, kak. 😀 😀
Btw di desa ku ada bangunan tua kayak gitu mas, katanya tinggalan Belanda. Tapi nggak kerawat. Namanya gudang liyun, katanya lagi, dulu buat nyimpen minyak pas zaman Belanda. Tapi nggak ada yang ngerawat, bangunannya ya mirip-mirip pos penjagaan yang di Sendangagung itu mas, cuman lebih tertutup lagi hehehe
Btw, itu ikan wadernya enak mas kayaknya
Itu kok bisa ya kayak batik gitu kainnya mas? Polanya bagus beraturan gitu, kayal dibatik hehehe
Bayu tinggal di daerah mana? Dulu pernah disebut tapi kok lupa hehehe. Menarik jika bangunan tua terutama bekas pos jaga di desamu itu bisa jadi atraksi wisata. Dimulai jadi spot foto yang instagrammable ama seleb seperti Bayu kukira masuk akal. 😀
Wadernya uenak banget, apalagi sudah presto jadi nggak bingung pilah duri-duri tajam yang kadang menyakitkan hati itu #halah. 😛 Shibori memakai teknik ikat dan celup, sama seperti kain jumputan yang sekarang sudah diangkat dan terkenal jadi bagian dari fashion Indonesia. 🙂
Waktu Mas Halim tanya pas yang dulu itu, masih tinggal di Semarang mas. Sekarang tinggal di Pekalongan…
Pernah ada wacana kayak gitu mas. Tapi belum ada tanda-tanda positif. Serem tempatnya soalnya mas, ya gegara nggak dirawat itu jadi keluar seremnya…
Atau itu bagian dari Pabrik Gula yang di Pekalongan ya mas? Yang postingan kemarin-kemarin Mas Halim sempet bahas kalau di Pekalongan pernah ada pabrik gula?
Wader presto? Kreatid juga ya idenya hehehehe
Mirip-mirip tie dye tapi nggak mirip, bagus polanya mas, rapih gitu kayaknya hehehe
Benar Pekalongan punya pabrik-pabrik gula peninggalan kolonial, salah satunya PG Sragi. Mungkin bangunan kosong yang dimaksud peninggalan dari pemukiman pabrik gula yang non-aktif lama. Boleh nih kalau mlipir ke Pekalongan hubungi Bayu biar bisa diajak keliling ke heritage ama pantai-pantainya. 😀
luarbiasa usaha kerajinannya, terutama tuh bonggol jagung!
*angkat dua jempol*
semoga mereka sukses selalu
Handycraft dari limbah jagung yang saya yakin bisa go internasional. Terima kasih, mbak Endah. 🙂
adem ya kesannya hehehe..
btw boleh loh oleh-oleh kain batiknya 😀
Hahaha kalau tertarik dengan kain shibori-nya langsung aja liburan ke Desa Sendangagung.
Intip dan beli sendiri. 😀 😛
Keren banget ya, mas. Mulai dari kerajinan bambu (pengin topinya), kerajinan bonggolnya sampai kain Shiborinya. Apalagi wader prestonya kemarin. Pengin lagi. Haha.
Wader prestonya bikin ketagihan, apalagi yang bumbu bacem hahaha. Loh sama, kemarin juga incar topi anyamannya tapi pas mau beli malamnya eh stan sudah tutup. Pertanda disuruh balik lagi ke Sendangagung kih. 😀