“Hayo kerja! Kerja keras buat Kompeni, kalian orang-orang pemalas! Hayo kerja, biar jiwamu bergerak sedikit!” tulis Pramoedya Ananta Toer di salah satu bukunya untuk menggambarkan bagaimana pemerintah Belanda berupaya untuk mengisi kembali perbendaharaan Hindia Belanda yang kosong melompong setelah Perang Jawa-nya Diponegoro usai tahun 1830.
Johannes van den Bosch diangkat menjadi Gubernur Jenderal berikutnya di Hindia Belanda, rencana cultuurstelsel atau tanampaksa pun digencarkan. Sawah-sawah Pribumi diubah menjadi kebun-kebun kopi, tebu, nila dan tembakau. Perlahan kapitalisme modern tumbuh.
Pengangkutan hasil bumi dengan gerobak-gerobak kerbau dan sapi digeser oleh pembangunan jalur kereta yang menghubungkan Mataram ( Surakarta – Yogyakarta ) dengan Semarang untuk mempermudah proses ekspor. Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS merentangkan jaringan rel sepanjang 5000 kilometer di tanah Jawa. Diikuti StaatsSpoorwegen atau SS membangun stasiun dan halte yang melewati setiap desa pemasok hasil perkebunan menuju pabrik untuk diolah dan terhubung dengan kota-kota pelabuhan ( Batavia, Semarang, Surabaya ).

Suikerfabriek atau pabrik gula yang tersebar di Jawa merupakan salah satu jejak cultuurstelsel yang ditanamkan oleh Kompeni di Hindia Belanda ( nama Indonesia sebelum merdeka ). Ketika berkunjung ke Museum Gula Jawa Tengah di kompleks PG Gondang Baru dan mengetahui 51 lokasi suikerfabriek yang pernah dibangun di Jawa bagian tengah, saya langsung berpikir bahwa tindakan Kompeni memang tidak pernah main-main.
Mereka tidak hanya mewujudkan bangunan pabrik pengolahan gula saja, melainkan memikirkan sebuah pemukiman yang akan dihuni oleh pejabat pabrik gula dan bawahannya. Pun dengan tempat hiburan dan olahraga yang memadai di kompleks tersebut.
Di bawah NV Klatensche Cultuur Maatschappij yang berpusat di Amsterdam dan dikelola oleh NV Mirandolle Vaute & Co yang berkantor di Semarang, mereka mengontrol unit-unit suikerfabriek yang berlokasi di Klaten dan Sragen. Sementara NV Japarasche Cultuur Maatschappij membawahi unit-unit yang berada di jalur pantura Jawa bagian tengah.

Berdasarkan data dari Museum Gula terkumpul nama-nama suikerfabriek ( pabrik gula dalam bahasa Belanda ) yang pernah dan masih ada di Provinsi Jawa Tengah saya jabarkan sesuai lokasi kabupatennya sekarang. Pabrik Gula Remboen – Prembun di Kebumen, Pabrik Gula Poerworedjo di Purworejo, Pabrik Gula Kaliredjo, Kalibagor, Klampok, Bodjong, dan Poerwokerto berlokasi di Banyumas.
Lalu di pantura Jawa Tengah sebelah timur Semarang terdapat Pabrik Gula Pakkies – Pakis Baru, Trangkil, Langsee, Tandjong Modjo di Pati, Pabrik Gula Rendeng di Kudus, Pabrik Gula Besito, Mayong dan Petjangaan di Jepara.
Di jalur pantura atau pantai utara Jawa Tengah sebelah barat Semarang ada Pabrik Gula Kaliwoengoe, Gemoe dan Pabrik Gula Tjepiring – Cepiring di Kendal, Pabrik Gula Kali Mati, Wono Pringgo dan Pabrik Gula Sragi berada di Pekalongan. Kemudian Pabrik Gula Tjomal, Petaroekan, Bandjar Dawa dan Pabrik Gula Soember Hardja di Pemalang.
Pabrik Gula Ketanggoengan Barat, Bandjaratma dan Pabrik Gula Djati Barang – Jati Barang di Brebes. Pabrik Gula Balapoelang, Doekoe Woringin, Kemanglen, Adiwerna, Pangongan, Kemantran dan Pangkah berlokasi di Tegal.

Sedangkan di wilayah Karesidenan Surakarta terbagi di Klaten, Karanganyar, Boyolali dan Sragen. Pabrik Gula Wonosari, Tjokro Toeloeng, Ponggok, Karanganom, Kradjanredjo, Manishardjo, Tjepper – Ceper Baru, Delanggoe, Prambonan, Gondang Winangoen – Gondang Baru adalah kesepuluh nama pabrik gula yang pernah ada di Klaten.
Boyolali juga pernah memiliki Pabrik Gula Bangak, lalu Kartasura dengan Pabrik Gula Kartosoera atau Gembongan, dan Sragen dengan Pabrik Gula Kedoeng Banteng dan Pabrik Gula Modjo yang dulu di bawah pengawasan NV Klatensche Cultuur Maatschappij.
Sementara Praja Mangkunegaran membangun dua pabrik gulanya sendiri di Karanganyar ketika Mangkunegaran di bawah kepemimpinan KGPAA Mangkunagara IV. Pabrik Gula Tasikmadoe – Tasikmadu dan Tjolomadoe – Colomadu boleh diibaratkan sebagai tambang emas hasil keringat sendiri dari Praja Mangkunegaran yang pernah memperkuat ekonomi kerajaan dan memakmurkan keturunannya.
Dari penjabaran di atas bisa dibedakan antara pabrik gula yang hingga kini masih aktif telah saya beri huruf tebal dan pabrik gula yang sudah berhenti beroperasi saya beri garis bawah. Satu, dua … Ahh tinggal delapan pabrik gula di Jawa Tengah yang masih aktif mengolah tebu menjadi gula pasir hingga sekarang.
Tentu tidak semua pabrik gula berjatuhan secara bersamaan. Setelah Belanda hengkang dari Hindia Belanda, pengelolaan mereka carut-marut ibarat kehilangan gairah hidup. Bergulirnya waktu menjadikan sebagian dari mereka yang masih bisa bertahan di Jawa Tengah kemudian dikelola oleh perusahaan PTPN IX ( Persero ) atau PT Perkebunan Nusantara IX.
Masing-masing punya kisah yang berbeda satu sama lain. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia dan beberapa perpindahan tangan hingga diambil alih oleh PTPN IX, Pabrik Gula Colomadu yang dibangun tahun 1861 oleh Mangkunegaran baru berhenti berproduksi tahun 1997 saat krisis moneter menyerang Indonesia.
Sedangkan Pabrik Gula Mayong di Jepara ditutup tahun 1928 yang berimbas pada Stasiun Mayong yang kemudian terlantar hingga akhirnya dibongkar dan diboyong oleh salah satu resort di Losari, Magelang. Lain cerita dengan bekas Pabrik Gula Pecangaan di Jepara yang sempat berfungsi menjadi pabrik karung goni, senasib dengan bekas Pabrik Gula Delanggu di Klaten.
Sayang nasib lahan bekas Pabrik Gula Delanggu yang sudah tidak lagi berfungsi sebagai pabrik karung goni kini terkatung-katung dan meninggalkan rumah-rumah kuno yang rentan dirubuhkan oleh calon pemiliknya yang baru. Bekas Pabrik Gula Kartosoera malah sempat digunakan sebagai gudang salah satu perusahaan rokok di Kota Solo hingga menjadi sasaran empuk para produser acara uji nyali di televisi yang demen mengibuli penontonnya dengan moment kesurupan ala binatang yang selalu ngesot di tanah pakai gaya tidak jelas itu. Ups.
Tidak hanya bangunan bekas pabrik gula dan rumah-rumah pejabatnya saja yang semakin tertekan, pegawai tidak tetap di pabrik gula aktif pun merasa gundah. Setoran panen dari petani tebu yang terus menurun akibat semakin menyempitnya lahan perkebunan, pembangunan kompleks perumahan di pinggir kabupaten menjadi salah satu alasan.
Ditambah kebijakan dari pemerintah terkait dengan maraknya pengadaan gula impor yang semakin menekan perputaran produksi gula dalam negeri. Tidak mampu menutup biaya produksi dan membayar gaji karyawan juga menjadi buntut panjang kejatuhan dari sebuah pabrik gula, seperti dilontarkan oleh salah satu pegawai salah satu pabrik gula yang pernah saya temui.
Memang semua barang tua itu pada akhirnya hanya meninggalkan sejuta kenangan. Tapi perlu diingat bahwa tanpa keberadaan mereka mungkin Jawa tidak akan pernah memiliki jalur rel kereta sepanjang yang telah dibangun oleh NIS. Industri gula yang memperbaiki perekonomian Hindia Belanda dan memajukan beberapa desa kecil.
Tanpa mereka desa kecil itu akan tetap menjadi desa yang sekarang akan dianggap sebagai kecamatan, bukan sebuah kabupaten kini. Selamat jalan barang tua atau berucap selamat terlahir kembali kepada barang tua, semuanya kembali ke akal sehat masing-masing. 😉
Di Jawa Timur juga banyak banget pabrik gula… dulu pernah lewat. Yang bikin kagum dari pabrik-pabrik itu adalah gedung-gedungnya yang mesti punya “taste”, mesti diakui Belanda tidak pernah setengah-setengah membangun infrastruktur. Iya, memang waktu jaya, gula Hindia Belanda memang paling digemari di dunia, namun seiring waktu, ditemukannya gula bit membuat suplai melimpah, pabrik-pabrik pun tutup. Sekarang, impor gula lebih murah, gula lokal pun jadi makin merana. Kasihan.
Pengen motretin gedung-gedungnya, Mas. Kali-kali aja ada tulisan aneh-aneh :hehe.
Kok sama ya, saya juga selalu mengamati bentuk bangunan pabrik gula yang variatif dan nggak monoton tiap kali lewat di depannya. Rumah pejabatnya juga beraliran art deco yang wow hehehe. Jombang dan Kabupaten Malang termasuk daerah di Jawa Timur yang menyumbang banyak pabrik gula aktif maupun tidak aktif. Dari situ biasanya diiringi misionaris Belanda yang menyebarkan ajaran Protestan, seperti bisa dilihat di Jombang muncul beberapa Gereja Kristen Jawa di Wonosalam. Ntar kalau sudah terlaksana ekspedisi ke sana ( pabrik gula Jawa Timur ) akan kutuangkan ke blog. 😀
Keren!! Ini artikelnya edukatif banget (buat saya). Kebetulan kakek saya pensiunan pegawai PG gondang dan bermukim d perkampungan di sebrang Pabrik. Saudara2 yang lain jg banyak yg bekerja serabutan saat musim giling. Salah satu teman kerja saya berkesempatan tinggal di rumah dinas (karena suaminya pegawai PG) yg kerennya minta ampun itu, tapi somehow memberikan kesan horor buat dia. Dan yg terakhir, eyang angkatnya murid saya adalah mantan direktur pabrik gula yg juga orang keraton mangkunegaran, and for Godshake, ternyata beliau adalah atasan kakek saya jaman dulu. So, this article really something for me, meskipun saya masih mikir bagaimana sang eyang (yg orang mangkunegaran itu), bekerja di pabrik gula Godang (bukan PG milik mangkunegaran). Hehe
*yaahhh jadi curcol
Senang ada yang menyukai tulisan ini. Terima kasih sudah mampir dan membacanya, mbak. 🙂
Data dan sejarah PG Gondang Winangoen ( sekarang PG Gondang Baru ) masih belum saya temukan keterkaitannya dengan pihak Mangkunegaran. Di Museum Gula Jawa Tengah sendiri tertempel potrait KGPAA Mangkunagara IV, salah satu pemimpin Mangkunegaran yang membangun Colomadu dan Tasikmadu. Hehehe. Semoga tulisan ini bisa berkembang suatu hari nanti setelah bertemu dan berbincang langsung dengan orang-orang yang pernah terlibat di dalamnya. Sekali lagi terima kasih. 🙂
nemu aja u tempat ini halim, keren
Barang tua yang akan terus kuburu setelah benteng kolonial dan mercusuar berumur ratusan tahun. 🙂
ironi pabrik gula dan mantan pegawainya itu benar adanya mas, pakdhe saya dulu mantan mandor di pabrik gula jatibarang brebes, kalo main ke brebes bisa main ke jatibarang …
Menarik nih mas Isna ada saudara yang pernah kerja di PG Jatibarang, Brebes. Bolehlah kapan-kapan kalo main ke Brebes bisa berbincang dengan beliau jika diperkenankan. 😀
iya di daerah cirebon juga sudah banayk apbrik gula yang tutp peninggalan belanda
Kecuali Banten, di Jawa bagian barat punya banyak perkebunan tebu puluhan tahun lalu karena lahan tidak terlalu basah di beberapa daerah. Tentunya menyisakan banyak bekas suikerfabriek tidak aktif yang sudah terlantar, adapun yang sudah rata dengan tanah. 🙂
bahkan saya belum pernah sekalipun berkunjung ke salah satu pabrik gula yang di sebutkan di atas. Ternyata ada sebanyak itu
PG Tasikmadu yang masih aktif belum pernah diintip sama sekali, mbak? Deket banget ama Solo loh hehehe.
boleh sekali mas, nasib mantan pegawai PG (pabrik gula) setali sama nasib PG, tidak semanis gula … di brebes sendiri kebun tebu semakin berkurang, banyak petani lebih memilih menanam bawang merah karena tebu tak lagi menguntungkan, efek dominonya kapasitas pabrik berkurang, kesejahteraan pegawai kurang 😦
Bawang merah Brebes banyak diburu emak-emak yang mengunggulkan dan bilang lebih greget ketimbang bawang merah di daerah lain. Nggak heran juga jika sekarang mereka dinilai lebih unggul ketimbang tebu 😀
wah mas. awakmu kok iso masuk yo? aku coba masuk di tahun 2011 g diijinkan. apalagi bawa kamera. padahal sudah bawa surat2 lengkap.
Mburine dalan lurus terus wes rumahku lho. btw, harusnya aku jg ngundang mas halim ngetrip seputaran wisata di rumahku ya, ada gondang winangoen, umbul pluneng, deles indah, dan juga pabrik tembakau mas. deket banget dari rumah.
Moso gak diizinkan masuk? Wahh wahh opo salah bawa surat lamaran njuk ditolak ama mereka? Hehehe. Ayooo Nip, ku menunggu undanganmu buat eksplorasi Deles dan sekitarnya. Klaten ki banyak potensi wisata yang bisa dikoar-koarkan. Nggak cuma alam tapi juga heritagenya. 😉
Yok mas Halim. aku tak nyari referensi dulu. deles menarik!
wah. surat ijin pengambilan gambar yo. soale kan dikelola swasta. jadi rada angel
saya juga belum pernah berkunjung ke pabrik gula di atas itu…
Seru kok main ke bekas pabrik gula, atau bisa coba main ke kompleks pabrik gula aktif yang sebagian lahannya sudah digunakan sebagai agrowisata. 🙂
inspiratif. marakke pengen tur jejak jejak pabrik gula. hehehe
Seru banget, terutama berburu pabrik gula yang sudah nggak aktif, cari jalur mati yang menghubungkan stasiun besar dengan setiap pabrik-pabriknya seperti si Prima. 😀
Kalo malem2 buat uji nyali ngeri juga kayanya ke bekas pabrik gula
Seru banget kalo beneran dikasih lihat zat-zat di sana, apalagi bisa lihat seperti apa kondisi di masa lampau, suara mesin-mesin giling yang menderu lalu tut-tut nya loko uap yang melintas. Diambil positif-nya jadi bisa merasakan suasana saat gula sedang mencapai masa keemasan. Kalau mikirnya negatif bahwa di sana kesurupan ya paling seperti acara uji nyali ala-ala yang selalu kesurupan gaya hambar doggy style itu hahaha.
Sangat disayangkan peninggalan berharga begini tak dimaksimalkan pemanfaatannya.
Saya prihatin kelakuan pemerintah yang doyan import daripada memperbaiki/memperbaharui pabrik gula yang sudah ada.
Beberapa yang terlantar sebelum Indonesia merdeka sudah berganti fungsi dan dimiliki oleh swasta yang lain. Sedangkan yang diambil alih oleh pemerintah pasca kemerdekaan akhirnya dipegang oleh PTPN IX kini, sebagian yang tidak sanggup dipertahankan masih belum direvolusi menjadi sarana hiburan dan sejenisnya. Semoga ke depannya mereka semakin jeli dengan potensi yang bisa diangkat dari bangunan tua.
baru ngeh mas blog mu kok balik lg pake wordpress??
*nggak bahas pabrik gula
Loh kok baru ngeh loh, mulai sekarang kudu rajin-rajin mampir ya biar nggak ketinggalan hahaha. Lalu ada komentar apa tentang pabrik gula? *nodong 😛
pabrik gula di Prembung (Remboen) Kebumen udah tak berbekas lagi wujud pabriknya mas..hiks,.
sejarah pabrik gula di Hindia Belanda yang bisa bikin Belanda bendung lautan dan bikin cantik kota-kotanya.,.
Mantap tulisannya mas, jadi tahu tentang persebaran pabrik gula di Jawa..
Sayang banget yah satu-satunya pabrik gula di Kebumen sudah tak ada sisanya lagi.
Tambang gula di Jawa, rempah di Maluku, hal-hal yang bikin Indonesia kini makin setrong. 😀
Jadi ingat kalau dulu di jatim banyak banget yang namanya pabrik gula. Di Mojokerto tempat aku tinggal sekarang juga sebenarnya ada sekitar 11 pabrik gula dahulu, namun sekarang hanya sisa satu.
Menarik nih ada 11 bekas pabrik gula di Mojokerto. Mudah-mudahan saya bisa mengunjunginya suatu hari nanti. 🙂