Museum Gula Yang Kesepian

Lokasi museum ini berada di dalam lahan salah satu pabrik gula aktif di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tidak terlalu jauh jika ditempuh dari Kota Klaten atau Candi Prambanan. Bahkan selalu dilewati oleh setiap pejalan yang sedang melakukan perjalanan dengan kendaraan bermotor dari Solo menuju Yogyakarta atau sebaliknya. Namun museum gula satu-satunya di Indonesia ini belum mendapat perhatian yang lebih, masih dijauhi oleh wisatawan yang lebih memilih bermain air di umbul-umbul atau kolam mata air yang tersebar di Klaten.

Museum Gula Gondang Winangoen Klaten
Museum Gula Jawa Tengah – Gondang Winangoen – Klaten

Museum terletak di dalam kompleks Pabrik Gula Gondang Baru, Desa Plawikan (Gondang Winangun), Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Menempati sebuah bangunan berlanggam indisch cukup besar yang diresmikan pada tanggal 11 September 1982 oleh Soeparjo Roestam, Gubernur Provinsi Jawa Tengah waktu itu. Museum yang menjabarkan kisah tentang pabrik gula-pabrik gula yang berkembang di Jawa Tengah sejak masa pemerintahan Hindia Belanda (nama sebelum Indonesia merdeka) hingga sekarang ini diberi nama Museum Gula Jawa Tengah.

Lalu apa yang bisa dilihat di Museum Gula Jawa Tengah?

Total ada empat ruangan yang bisa dimasuki oleh pengunjung setelah membayar tiket masuk sebesar lima ribu rupiah untuk turis domestik atau sepuluh ribu rupiah untuk turis mancanegara. Beberapa loko uap milik Suiker fabriek Gondang Winangoen (kini Pabrik Gula Gondang Baru) yang sudah tidak berfungsi dengan baik lagi diletakkan di halaman museum. Salah satu yang paling mencolok adalah loko uap buatan Jerman tahun 1818 yang diberi nama Simbah. Dinamai demikian karena usianya yang tua saat dia beroperasi pada awal kejayaan Pabrik Gula Gondang Winangoen.

Di beranda depan museum terdapat koleksi draisine atau alat pengangkut manusia dengan media rel yang diciptakan oleh Baron Karl Christian Ludwig Drais von Sauerbronn. Gondang Winangoen menggunakannya sebagai transportasi untuk mengecek kebun tebu mulai tahun 1890-an hingga akhir 1980-an. Kemudian ada alat penggilingan tradisional terbuat dari kayu, serta delman pengangkut tebu yang ditarik oleh sapi sebelum mesin bertenaga listrik dan jalur kereta uap masuk ke Suikerfabriek Gondang Winangoen.

Ruang paling barat Museum Gula Jawa Tengah diisi oleh miniatur pabrik gula dan beberapa gambar berbingkai yang menggambarkan tradisi kawin tebu atau cembengan (crembengan) yang masih rutin dilakukan oleh beberapa pabrik gula aktif di Pulau Jawa. Ritual selamatan sebelum proses penggilingan tebu biasanya disertai dengan pemotongan kepala kerbau dan rentetan upacara sesuai daerah dan keyakinannya masing-masing. Seperti Gondang Winangoen yang mempercayai adanya Vishva Mitra atau dewa dalam mitologi Hindu yang gambarnya bisa dilihat di ruang sebelah timur.

Memasuki ruang utama museum saya langsung terpukau dengan peta Provinsi Jawa Tengah berukuran sangat besar yang sudah diberi lampu-lampu kecil untuk mempermudah pencarian lokasi pabrik gula yang tersebar di sana. Ketika jari memencet tombol di bawahnya dengan harapan tahu di mana lokasi PG Bangak, di mana lokasi PG Klampok, ehh rusak, lampu tidak mau menyala. Hmmm. Namun dari sana saya jadi tahu bahwa pernah ada 51 pabrik gula aktif di Jawa bagian tengah! Padahal sekarang hanya menyisakan delapan pabrik gula di Jawa Tengah yang masih aktif dan berproduksi setiap tahunnya.

Peralatan kebun seperti pacul kecrik, pancir, garpu ongger, dan lainnya merupakan koleksi museum yang bisa dilihat di ruang utama. Pengunjung juga diperlihatkan alat-alat pendukung untuk pembuatan peta kebun tebu, hingga perlengkapan untuk mengolah tebu menjadi gula. Di sana juga diberi gambaran seperti apa varian tebu yang mampu menghasilkan gula berkualitas. Lalu contoh hama, gulma dan penyakit yang menyerang kebun tebu. Sayangnya koleksi yang diletakkan di ruang itu hanya diberi judul tanpa keterangan lengkap tentang apa dan peranan mereka terhadap produksi gula.

Suikerfabriek Gondang Winangoen atau Pabrik Gula Gondang Winangoen di Klaten didirikan pada tahun 1860 oleh NV Klatensche Cultuur Maatschappij yang berpusat di Amsterdam dan dikelola oleh NV Mirandolle Vaute & Co yang berkantor di Semarang. Anehnya sejarah PG Gondang Winangoen justru tidak dijabarkan secara detail di Museum Gula Jawa Tengah seperti harapan saya. Mereka hanya memajang beberapa foto pabrik gula yang pernah dimiliki oleh perusahaan swasta Belanda dan Praja Mangkunegaran di Karesidenan Surakarta saja.

Sejarah cultuurstelsel atau tanam paksa yang pernah berkembang di Hindia Belanda hingga tokoh-tokoh penting yang punya andil besar mengusir penjajahan Belanda lewat politik perkebunan belum diangkat. Sosok KGPAA Mangkunagara IV yang berjaya dengan PG Tasikmadu dan PG Colomadu hanya dibanggakan dengan sebuah potrait saja. Nama besar Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang malah bisa diintip di sebuah kalender terbitan khusus yang ditempel di salah satu ruangan. Kunjungan singkat ke Museum Gula Jawa Tengah yang justru meninggalkan kesan prihatin dan kasihan.

Museum Gula Gondang Winangun Klaten
koleksi alat hitung di Museum Gula

Dari alasan-alasan di atas saya bisa menyimpulkan kenapa museum di PG Gondang Baru, Klaten ini tidak terlalu dikenali. Padahal sejauh ini belum ada pabrik gula tidak aktif maupun pabrik gula aktif lain di Indonesia yang mau memanfaatkan ruang kosongnya menjadi tempat yang mengedukasi masyarakat. Andai koleksi di dalam lebih diperhatikan dan diseriusi tata letaknya agar enak dipandang. Andai diciptakan alur yang memudahkan pengunjung jalan sendiri tanpa bantuan guide. Ahh lagi lagi andai dan andai masih menjadi masalah berat pengelolaan museum di Indonesia.

Memang tak mudah dalam mengelola sebuah obyek yang kurang disenangi oleh wisatawan lokal. Pesimis dan pasrah selalu menjadi solusi mereka. Lupa bahwa masih ada banyak wisawatan di luar sana yang menaruh minat besar terhadap museum gula satu-satunya di Indonesia. Menunggu dicerahkan agar museum-museum yang tersebar di negara yang mayoritas warganya lebih suka pamer pemandangan alam dibanding bangunan sejarah bisa berkesan di hati.

Cheers and peace! 😉

40 Comments Add yours

  1. Hendi Setiyanto says:

    Siapa…yg sudi menghuni gedung tua……🎶🎼🎶🎶🎵🎵🎵

    1. La la lay lay, panggil dia si jablay, abang jarang pulang maka museum jarang dibelai… 😛

    2. Hendi Setiyanto says:

      hahaha, bang pulang bang..pulang…

  2. dwisusantii says:

    … yang mayoritas warganya lebih suka pamer pemandangan alam dibanding bangunan sejarah bisa berkesan di hati ~ makjleb
    Judulnya juga makjleb
    Intinya banyak yg makjleb haa.
    Oiya mas, aku pernah juga masuk di pabriknya ini dan sebagian mesinnya kaya masih beroperasi? Nahhh sebelah museum ini terdapat kaya kolam renang, tempat outbond gitu kalau ga salah.
    Jadi kebanyakan kaya dijadikan sepaket wisata museum sama ke kolam renangnya 🙂

    1. Jangan ubah judulnya jadi “Museum Gula yang Makjlep” loh, hahaha. Mbak Dwi sempat intip rumah-rumah dinas yang masih bangunan kolonial di bagian belakang juga? Kemarin sempet intip sana juga, juga pabrik dan outbound-nya. Sengaja nggak ditulis di sini, ntar kutulis di artikel terpisah biar lebih detail. 😀

    2. asem. iki nyindir aku banget . fix. hahaha.
      aneka rupa pabrik gula gondang. skrg dibuat nano2. kadang diadakan pesta rakyat. dibikinlah bianglala.
      sempet mau masuk ke sini . di hadang mba2 FO dan satpam karena wisatawan g boleh masuk. padahal sudah bawa surat2 lengkap untuk ambil gambar. Ayo ke Gondang lagi .. haha. kalian harus main juga ke pabrik tembakau.

    3. Kumpulkan pasukan mumpung rumah-rumah tembakau masih belum dibongkar. Yen mlipir Yogya rasane aras-arasen, tapi siyappp tok yen arep mblusuki Klaten hahaha.

    4. maksudku yg g boleh masuk itu di pabriknya. tempat operasional. 😀

    5. Alasane kurang pas po? Soale pernah baca tulisan yang si penulisnya diperbolehin masuk dan liputan di dalam pabriknya. Yo suk bawa surat lamaran buat mbak FO-nya aja ben di-goalkan hahaha. 😀

  3. winnymarlina says:

    keren ada museum gula ya halim

    1. Hingga saat ini masih merupakan museum gula satu-satunya di Indonesia, Win 🙂

  4. mysukmana says:

    Ini deket rumah sy dl lim..belakang museum gula pas

    1. Ohh baru tahu kalau mas Adi ini termasuk keluarga yang menempati rumah dinas pabrik gula di sana. Seru nih kalau ada foto-foto lamanya dan bisa ajakin nostalgia bareng-bareng di sana. 🙂

    2. mysukmana says:

      kalau foto punya dikit mas, waktu itu masih pake hp jadul..beda skg camdig bagus2 hehe…tapi kalau soal Klaten PG Gondang dan PG Tasikmadu atau Colomadu sedikit tau lah sedikit sedikit sejarahnya hehe

    3. Mantappp! Kalau perlu info yang nggak biasa tentang ketiganya ntar email njenengan ah. 😀

    4. mysukmana says:

      info info hantu banyak wkwkwk

  5. Sering mau mampir ke sini pas abis sepedaan tapi sampe sekarang masih sebatas wacana. Kudu direalisasikan ini..

    1. Gowes sampai Gondang Winangun nggak seberat ngenjot sepeda naik ke Candi Ijo huehehe. Ayo ke museum, kak. 😀

  6. Iya kalau museum diurus dengan baik, koleksi nya juga banyak dan manajemennya rapi, nggak mungkin tidak dilirik oleh wisatawan. Sekarang yang senang wisata Museum banyak banget kok. Cuman kalau sudah jauh-jauh datang museum yang ditampilkan alakadarnya ya mau tak mau orang jadi malas lah 🙂

    1. Jalan permuseuman Indonesia masih sangat panjang kalau lihat kondisi yang ada sekarang. Kadang sirik dengan negeri tetangga yang mampu menyuguhkan museum-museum apik yang bikin turis mau membayar mahal untuk masuk ke sana. Juga salut dengan museum di seberang benua yang mengratiskan tiket masuknya agar menarik lebih banyak pengunjung. Kita masih proses menunggu gula-gula yang dibawa para semut ke sarangnya. 😀 😀

  7. Gara says:

    Oke dicatat, jadi nanti kalau main ke tatar Prambanan tidak cuma habis waktu ke candi-candinya saja, tapi bisa juga singgah ke museum ini. Iya mestinya bukan cuma display barang ya Mas, tapi latar belakang pabrik gula, dari sistem tanam paksa tebu dan perkembangan sampai kejatuhannya. Kalau disajikan dalam bentuk alur waktu kan pasti lebih mengena ke pengunjung, juga lebih sistematis.
    Saya penasaran dengan Wiswamitra-nya, bagaimana tampakannya, soalnya saya baru dengar ada yang mewujudkan Wiswamitra, mengingat beliau juga salah satu penggubah Weda. Unik jika ada yang mewujudkannya.

    1. Menarik untuk dikunjungi secara museum di PG Gondang Baru ini masih dianggap museum gula satu-satunya di Indonesia, malah ada yang menyebut satu-satunya di Asia Tenggara. Mengenai Wiswamitra di ruang pameran Museum Gula Jawa Tengah ditulis sebagai the goddess of sugar cane, ntar kushare di media lain biar Gara tahu seperti apa gambarannya. 😉

    2. Gara says:

      Sip Mas… terima kasih banyak…

  8. fahrurizki says:

    koleksi alat hitungnya keren 😀

    1. Raknya juga menyesuaikan ukuran alat hitungnya jadi terlihat enak dipandang. 🙂

  9. Saya jadi kepengen bikin sekolah khusus jurusan per-Museum-an supaya museum-museum di Indonesia dikelola secara profesional dan bikin betah pengunjung wisata…..

    1. Jurusan sejarah di beberapa kampus di Indonesia sudah ada belum ya spesial pengelolaan museum? Koyone sudah ada, eh tapi ntahlah hahaha.

  10. Iya, ya. Yang begini memang kurang diminati wisatan lokal, tapi saya cukup tertarik. Saya suka ke museum. Bisa jadi referensi juga ini. 🙂

    1. Asyikkk ada yang suka dengan museum juga. Yuk ke Museum Gula di Klaten agar semakin tahu sejarah pergulaan di Jawa Tengah. 😉

  11. Hahahaha pesimis dan pasrah … bener banget, kalo museum macam yg ini pasti jarang pengunjung nya dan kurang di minati

    1. Sebagian besar museum di Indonesia belum mendapat pencerahan dari ahlinya hehehe. Tapi museum yang dikelola oleh swasta seperti Museum Satwa di Batu bolehlah diacungi dua jempol. 😉

  12. Aku telat bacaaaa, padahal Hari Sabtu kemarin sempet ngerasain tidur di gedung pertemuan yang biasa buat kawinan itu mas. Hari Minggunya, cuman lihatin saudara lagi dipajang sama tamu-tamu undangan. Aku gelat baca postingan ini, padahal banyak waktu luang tuh pas kemarin, tetiba jadi nyesel…
    Tapi bangunannya masih bagus ya mas, yah ala-ala lawang sewu gitu. Agak horor dikit sih tapi tidur di bangunan tua kayak gitu, tapi ya nggak ada apa-apa. Sayang ih nggak ke museumnya 😦

    1. Seruuu nih bisa ngerasain salah satu kamar di Homestay PG Gondang Winangoen. Padahal Museum Gula cuma di sebelahnya persis, Bay. Hehehe.
      Bangunan rumah dinas di sana masih kolonial banget dan terawat, apalagi di bagian belakang masih ada rumah-rumah dinas yang besar dengan arsitektur indish dan art deco. Update blog tentang kamar dan resepsi pernikahannya di sana donk #lohh. 😀

    2. Rada-rada parno sih awalnya mas, tapi aman-aman aja sih ternyata hehehe
      Iya mas, aku baru tau setelah baca postingannya Mas Halim, jadi agaj nyesel hehehe
      Iya mas, masih banyak yang terrawat mas masih bagus-bagus, tapi interiornya kayaknya udah banyak yang enggak asli mas, udah modern kesannya, kurang nampol jadinya hehehe
      Pas ke sana nggak bawa kamera dan lain-lainnya mas, nggak sempet terrekam dengan baik juga diingatan, agak susah deh jadinya hehehehe

  13. Eko Nurhuda says:

    Ini yang di deket pertigaan dan gak jauh dari lampu merah itu ya, Mas? Yang kalau naik bus Jogja-Solo atau kelihatan jelas karena di pinggir jalan? Tapi kalau yang itu udah mau masuk kota Klaten ya. Aku dulu pernah ke pabrik gula yang lebih terpelosok di Klaten. Lupa di mana, cuma emang gak lama setelah keluar dari tapal batas Jogja ada pertigaan ke kiri (kalau kita jalan menuju Solo), teruuuuuus masuk sampai ke tengah-tengah perkebunan tebu. Aku ceritanya mau nganter temen PKL di sana, dia kuliah di akademi perkebunan.

    Btw, setelah baca habis baru tahu ini posting lama 🙂

    1. Klaten tercatat punya banyak pabrik gula puluhan tahun silam. Kalau PG Gondangwinagun Baru ini betul yang terletak di jalan raya Solo-Yogya deket pertigaan arah Karangnongko.

      Bekas pabrik gula yang agak mlosok dari jalan besar bisa jadi bekas Pabrik Gula Ceper Baru atau malah bekas Pabrik Gula Delanggu di Delanggu, bung. 😀

    2. Eko Nurhuda says:

      Kalau Delanggu kan misal kita dari Jogja setelah kota Klaten ya? Pas itu aku pabriknya yang sebelum kota, bahkan sebelum PG Gondangwinangun ini. Entahlah, kudu konfirmasi ke temenku yang dulu magang di pabrik gula melosok itu 😀

  14. Isa says:

    Jika dikelola dengan serius pasti bisa lebih baik dan menarik.
    Sayang pabrik gulanya sudah tidak beroperasi, meskipun kita masih bisa masuk dan melihat-lihat ke dalam pabriknya dengan diantar oleh Bapak penjaganya. Dari keterangan dan penjelasannya, pabrik gula ini sangat LUAR BIASA, sayang ditelantarkan begitu saja. Bahkan untuk mengoperasikan mesin-mesinnya tanpa menggunakan BBM atau listrik PLN. Semua mesin-mesinnya ditenagai oleh limbah batang tebu. Jadi pabrik ini dari dulu sudah menggunakan energi yang terbarukan (yang saat ini baru dipopulerkan).
    Semoga museum gula ini bisa tetap berdiri dan semakin menarik.

    1. Cerita hebat puluhan pabrik gula yang pernah dibangun di Jawa Tengah mampu bikin kagum bagi yang menyukai keindahan seni arsitektur kolonial. Bahkan ada rancangan dari beberapa pabrik gula (seperti contohnya Tasikmadu dan Colomadu) membuat waduk sebelum pabrik gula dibangun sebagai wadah penampung air hujan agar kebutuhan air untuk proses penggilingan tersuplai dengan baik. Semoga harapan pecinta sejarah bisa sesuai dengan yang diharapkan. 😀

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.