Secuil Cerita dari Blue Lagoon – SLEMAN

Gambar indah yang disebarluaskan melalui dunia maya sering menjadi acuan banyak orang demen piknik untuk mencari tempat piknik baru. Tempat yang dikatakan indah di media sosial harus segera didatangi biar kekinian, salah satu alasan mereka. Tapi mereka lupa, agak lupa atau bahkan melupa bahwa tanpa kepedulian pengunjung yang menyesaki obyek wisata baru apalagi kurangnya kesadaran menjaga kebersihan akan memperpendek umur keindahan tempat tersebut.

Blue Lagoon Sleman
Welcome to Blue Lagoon

Saat berkunjung ke Permandian Tirta Budi yang terletak di Desa Dalem, Widodomartani, Sleman, saya melihat sedikit kemiripan dengan umbul-umbul yang berada di Klaten. Sumber mata air yang tertampung dalam sebuah cerukan membiaskan warna biru yang cantik. Air jernih yang semula menjadi sumber air bersih suatu desa mendadak beralih jadi sebuah wisata yang terkenal dalam waktu singkat. Siapa lagi kalau bukan gara-gara media sosial.

Sendang Wadon, Belik Kluwih dan Sendang Lanang adalah nama tiga mata air di sana. Kejernihan air di Sendang Lanang yang memiliki kedalaman lebih dari dua meter itulah yang mengakibatkan nama Permandian Tirta Budi lebih akrab disebut Blue Lagoon. “Sekitar dua tahun lalu. Gara-gara ada anak UII posting di internet, mas.” jawab salah satu warga ketika saya menanyakan sejak kapan Blue Lagoon mulai seramai ini.

Menuju Blue Lagoon juga terbilang mudah, hanya perlu mengarahkan kendaraan ke Jalan Kaliurang KM13 lalu mengikuti Jalan Raya Besi-Jangkang hingga sampai di Pasar Jangkang. Dari pertigaan pasar cukup mengarahkan kendaraan ke kanan dan ikuti petunjuk yang sudah tersedia. Kalau nyasar jangan lupa dengan GPS atau Gunakan Penduduk Setempat. 😉

Blue Lagoon Widodomartani
Blue Lagoon ala Sleman

Boleh beranggapan bahwa warga yang tinggal di sekitar Blue Lagoon sudah siap dengan lonjakan pengunjung yang sudah di luar batas. Tarikan retribusi Rp5.000/orang yang terkumpul digunakan oleh warga untuk mempercantik kawasan tersebut. Hasilnya adalah sudah tersedianya fasilitas gazebo, musholla, kamar ganti, loker penitipan barang di dalam komplek yang bisa dipergunakan oleh para pengunjung. Hal positif yang belum saya temukan saat berkunjung ke umbul-umbul di Klaten.

Awalnya sempat meragukan kebersihan air di Blue Lagoon. Bukankah pengunjung yang mandi pakai sabun di kolam sama saja dengan menyumbang limbah cair? Seperti pemandangan yang pernah saya lihat di Umbul Ponggok di Klaten beberapa tahun lalu, warga dengan cueknya mencuci perabot makan ditambah pengunjung mandi dengan sabun di kolam raksasa tersebut!

Untungnya Blue Lagoon sudah benar-benar disiapkan menjadi sebuah Desa Wisata. Terpampang nyata papan tata tertib Blue Lagoon dari Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman yang salah satunya menyebutkan dilarang membuang limbah padat maupun cair di dalam dan di sekitar kolam mata air. Wow!

Saat kawan yang lain selesai berenang dan beberapa sudah masuk ke kamar ganti, tiba-tiba seorang pemuda berkaos merah mendekati saya. Atraksi anak-anak melemparkan diri ke aliran Kali Tepus terpaksa saya abaikan sejenak. Mas berkaos merah membuka mulut dan mengeluarkan suara sepatah-patah yang hanya terdengar aaa, daa, baa. Rupanya dia tuna wicara sehingga berusaha berkomunikasi lewat ucapan yang sangat terbatas. Selanjutnya dia menggunakan bahasa tubuh yang akhirnya memperjelas maksud yang ingin disampaikan di depan saya dan kawan lain yang ikut mendekat.

Teman – kamu – berambut – panjang – mandi – pakai – sabun – di-kamar – ganti – bawah. Jreng jreng! Lalu saya menanyakan apakah ada kamar mandi lain yang bisa dipakai selain di bawah. Dia melanjutkan gerak tubuhnya dan mengeluarkan kertas bergambar peta yang menjelaskan bahwa kamar ganti di bawah hanya untuk bilas badan dengan air seusai berenang di Blue Lagoon. Dilarang menggunakan sabun di sana! Sedangkan kamar mandi untuk mandi dengan sabun dan shampoo bisa dilakukan di bilik mandi yang berada di dalam pekarangan rumah warga di jalan masuk kampung.

Pada akhirnya saya hanya bisa mengangguk agar dia lega dan paham kalau maksudnya sudah tersampaikan dan berkata bahwa saya akan memberitahu teman saya jika tindakannya salah. Selanjutnya saya diam, malu, tertohok dengan kearifan lokal yang masih terjaga di sana. Salut dengan mas kaos merah yang tidak sempat saya tanya namanya.

Menggantungkan kesadaran menjaga kebersihan dari pengunjung obyek wisata rasanya masih mustahil. Lonjakan pengunjung yang di luar batas acapkali menimbulkan sifat serakah dan egois. Memudahkan manusia melemparkan kesalahan ke manusia yang lain. Jika bukan dimulai dari warga setempat yang menaruh kepeduliannya terhadap lingkungan desanya sendiri, siapa lagi?

Memang mengatakan dan memamerkan keindahan itu gampang dan mudah dipercaya. Sedangkan mengatakan yang sudah tidak indah tetap diindahkan itu susah dilakukan. Jangan sampai Blue Lagoon ala Sleman ini kelak mendapat cap tidak indah dan tidak bersih lagi lalu ditinggalkan. Dilupakan bagai habis manis sepah dibuang.

Cheers and peace! 😉

24 Comments Add yours

  1. mysukmana says:

    Tempatnya sederhana

    1. Pengelolaan oleh warga desanya juga bagus dan ter-manage dengan baik 🙂

  2. Nah…
    Emang ga gampang memberikan pengertian tentang memelihara ya. Biasanya pengunjung (karena sudah membayar) serasa punya hak untuk semena-mena lalu ngambeq, marah jika ditegur, lalu posting negatif di medsos.
    Padahal memelihara tetap indah dalam waktu yang lama itu jauuuuh lebih sulit daripada ‘ketika pertama kali dikenal indah’
    Salut terhadap kearifan lokalnya…

    1. Betul, serasa punya hak untuk semena-mena karena sudah bayar. Itulah salah satu “melupa” lalu melemparkan kesalahan ke orang lain. Kearifan lokal yang semoga masih dipertahankan oleh warga desa wisata-desa wisata yang lain. 🙂

  3. ysalma says:

    Memelihara yang sudah indah itu memang sulit, tapi bukan berarti ga bisa ya jika semuanya peduli. Jangan sampai berpikir krn sumber air maka tidak akan habis?
    Tapi umbul ponggok terakhir saya kesana, fasilitas pendukung udah tersedia semua dan semakin keren.

    1. Untungnya pepohonan masih dibiarkan tumbuh rindang di sana berarti resapan air dijaga. Sayang jika kelak muncul pemikiran memperluas lahan dan membabati pohon-pohon di sana.

      Belum update kondisi Ponggok sekarang, ntar kalau sudah ke sana kubandingkan dengan yang dulu. 🙂

  4. dwisusantii says:

    Aku pernah ke sana tapi cuma keceh di sungainya… lhaaa kayanya dalem banget e ngeri.
    Bagaimana dengan sisi keamanannya mas? Aku pernah dengar ada korban tenggelam juga? *bukan tenggelam dalam perasaan*

    1. Keamanan di air kulihat kemarin ada persewaan ban dan lifejacket ukuran anak dan dewasa. Kalau nggak bisa berenang seharusnya sewa itu. Tapi ya ntah kalau memang sengaja menenggelamkan perasaan di sana, ngarep ditolong lifeguard macem Baywatch. Pas yang tenggelam kehabisan nafas trus… *isi sendiri* 😛

  5. wow. menarik ya mas-nya. dengan serba kekurangan yang dimiliki, masih bisa menasihati banyak orang yang melakukan tindakan salah. salut bener.
    Hmm, jangankan blue lagoon mas, mampirlah ke klaten. potensi air di sana melimpah. bahkan jadi pemandian. Tapi ya gitu deh, sempet dilirik beberapa wisatawan dari luar kota, eh ternyata kolam mata airnya digunakan buat nyuci baju. hehe. Tapi sangat disayangkan sekali kalau Desa Wisatanya cuma mangangkat blue lagoon sebagai main icon. padahal blue lagoon jadi ikon wisata yang booming hanya sebentar saja. karena alam, efeknya ketika didatangi ramai wisatawan, akan rusak. mudah2an alam kita terjaga deh

    1. Bener Nif, belum digarap semua. Entah sawah di Widodomartani akan dijadiin perluasan dari wisata Blue Lagoon atau malah diratakan jadi hotel punya orang luar kota hahaha. Ayo disamperi terus diberi pengarahan berkelanjutan, Nif. 🙂

  6. omnduut says:

    Ngelihat air jernih gitu ya bawaannya pingin nyebur. Loncat dari pohon itu seru kali ya haha

    1. Pohonnya sampai melengkung karena banyak dinaiki dan dibuat titik loncat, om Yan hihihi. Banyak mata air di Klaten, Jawa Tengah juga. Kalo jadi overland Jawa yuklah kuanter berendam di banyak sumber mata air yang sempet viral di dunia maya. 😀

  7. Adem banget tempatnya. Yang bikin mama- mama pun ingin berendam di sana sejenak. Tapi kan tidak ada nyamuk ya?

    1. Nyamuknya keluar kalau malam hari deket persawahan hehehe. Airnya masih bersih dan bisa bebas kecibang kecibung kalo pas sepi 😀

  8. Arie Zhang says:

    Tulisanmu makin keren Lim, aku selalu suka sudut pandangmu. Sukses terus ya Lim. Tuhan memberkati

    1. Thank u cik Ari. Sering sering mampir ke sini yah. 🙂

  9. kadang karena sudah bayar, kita jadi merasa berhak melakukan segala hal.
    bagus juga ketegasan si baju merah!
    saya jadi tertarik untuk lebih menggali desanya..

    1. Benar, merasa sudah bayar lalu tidak memedulikan masalah kebersihan yang dipikir akan ada yang pungut sampah dan kuras kolam karena sudah bayar tiket masuk. Warga pun ada yang berpikir buat apa bersihin setiap menit, toh juga selalu kotor. Lagi lagi ego manusia yang bermain. Hehehe.
      Kalau mbak Endah mlipir ke sana, sampaikan salamku kepada mas baju merah. 🙂

  10. annosmile says:

    jadi kangen blue lagoon pas masih sepi dan belum dikembangkan menjadi wisata 😦

    1. Umbul-umbul di Klaten yo semakin nggak terkendali pengunjung dan kebersihannya. Cemas mata airnya jadi keruh dan nggak bisa digunain oleh warga lagi.

  11. Hastira says:

    masih asli ya belum banyak ditambahain macam2 dan ini perlu dijaga kebersihan dan alaminya ya

    1. Kalau mlipir Sleman bisa disempatkan main ke Blue Lagoon ini, mbak Tira 🙂

  12. mas halim salam kenal. Salut baca artikel ini….salut dan hormat sama penduduk lokal yang berusaha banget menjaga aset mereka dari segala jenis yg bernama limbah dan sampah. Jadi pengen ke sana juga deh

    1. Salam kenal juga, mbak Imelda. Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana ini. 🙂

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.