Sisi Lain Candi Borobudur

Tak terhitung sudah berapa kali saya menginjakkan kaki ke Candi Borobudur yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Mulai dari study tour sekolah, mengantar kerabat dari luar kota sampai piknik ala ala semasa muda. Sejauh itu pula Candi Borobudur hanya meninggalkan kesan bahwa dia merupakan sebuah bangunan yang harus dikunjungi dan difoto agar bisa dipamerkan ke teman yang belum pernah ke sana.

Anggap saja dulu saya sama seperti wisatawan sombong yang hanya datang untuk foto lalu pulang. Sombong karena merasa sudah tahu semuanya, padahal nihil. Tidak pernah mencoba membayangkan selama apa sebuah relief diukir di sebuah bongkahan batu andesit. Lupa mencari tahu berapa lama candi ini dibangun hingga menjadi sebuah bangunan monumental yang membanggakan Indonesia. Bahkan masa bodoh dengan ancaman-ancaman yang bisa merusak pondasinya sewaktu-waktu jika Borobudur terus-menerus menerima ribuan pengunjung setiap hari, setiap tahunnya.

#KelasHeritage menuju Candi Borobudur
#KelasHeritage menuju Candi Borobudur

Dari #KelasHeritage Aksi Untuk Borobudur yang diadakan oleh @malamuseum hari Minggu lalu (29/05), mata saya mulai terbuka. Juga hati tersentuh dengan upaya yang telah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur yang selama ini tidak banyak diketahui oleh para pengunjung candi. Saya kembali mengingat ucapan Pak Nahar Cahyandaru, seorang konservator senior Balai Konservasi Borobudur sehari sebelumnya di talk show bahwa melakukan tindakan pelestarian jangan menggunakan kacamata kuda. Artinya harus melihat dan menerima beberapa sudut pandang, tidak terpaku oleh satu pandangan saja.

Lumut menjadi salah satu ancaman bagi ribuan batu yang tersusun di Candi Borobudur. Bahkan tumbuhan semacam paku-pakuan sempat merajalela setelah batu-batu tersebut diguyur abu dari Gunung Merapi beberapa tahun lalu. Sapu lidi dan sikat dari sabut kelapa menjadi alat pembersih sederhana yang digunakan oleh para petugas Balai Konservasi Borobudur untuk merawatnya. Peralatan itu kemudian dibagikan satu-persatu kepada seluruh peserta #KelasHeritage pagi itu.

Seorang petugas Balai Konservasi Borobudur memberikan contoh cara menyikat yang benar. Sikatlah mengikuti alur batu, sikat perlahan dan menggunakan hati, katanya. Jika ada lumut yang menempel di pori-pori batu, gunakan satu lidi untuk mencukilnya keluar. Untuk bagian relief, memerlukan kehati-hatian agar tidak menggores apalagi mematahkan ukiran halusnya. Tentu tangan yang berkeringat tidak dianjurkan menyentuh relief juga. Dikhawatirkan meninggalkan zat yang bisa mempercepat proses pengeroposan batu candi.

Sekilas memang terdengar mudah, padahal pembersihan batu candi sistem kering ini memerlukan kesabaran tingkat tinggi. Kami yang hanya melakukan simulasi saja perlu waktu cukup lama untuk meyakinkan bahwa batu di depan kami sudah bersih. Tidak bisa membayangkan berapa lama petugas konservasi harus melakukan pembersihan di seluruh bagian candi.

Selain sistem kering, petugas juga memiliki metode sistem basah dengan menggunakan semprotan air untuk menghilangkan tumpukan debu dan lumut yang menempel. Tindakan itu mereka lakukan setiap hari di semua bidang, di semua tingkat. Ketika musim penghujan datang, lumut tumbuh lebih cepat, otomatis kerepotan mereka menjadi berlipat.

Masih ada permasalahan lain yang mengancam terutama menyangkut masalah lonjakan pengunjung yang terus diminta untuk meningkat. Coba perhatikan anak tangga di beberapa sisi di sana. Telah terjadi keausan batu tangga setelah mereka dipijaki oleh jutaan kaki manusia setiap tahunnya. Tidak mungkin batu tangga itu dilepas lalu diganti batu baru, bisa jadi candi akan ambruk jika dipaksa ganti. Sebagai solusi awal, pihak Balai Konservasi Borobudur menutupnya dengan lapisan karpet karet tebal yang dipesan secara khusus dan beberapa diberi tangga kayu sebagai tumpuan kaki.

Masalah lain datang dari kurangnya kesadaran pengunjung saat mengunjungi Candi Borobudur. Sudah pasti membuang sampah sembarangan salah satunya. Lalu ada yang seenaknya mendaki relung-relung yang melindungi stupa-stupa Buddha. Ada juga yang berusaha meniti di atas susunan batu di pinggir candi. Belum lagi usaha menyentuh salah satu stupa yang diduga membawa keberuntungan. Duhh. Akibat perlakuan tersebut, dulu banyak didapat batu yang tergeser dari posisi awal, pun dengan mengaus bahkan patahnya bagian tubuh dari stupa. Untungnya sekarang sudah banyak petugas keamanan yang berjaga di beberapa titik, sigap memperingati pengunjung bandel.

Borobudur yang diramaikan puluh ribuan pengunjung saat akhir pekan
Borobudur yang diramaikan puluh ribuan pengunjung saat akhir pekan

Usai simulasi bersih-bersih batu candi, kami dibawa keliling Candi Borobudur oleh salah seorang dari Balai Konservasi Borobudur yang bernama Bambang. Relief Karmawibhangga yang terletak di tingkatan Kamadathu menjadi topik awal yang menarik. Diperkirakan terdapat 160 gambar tentang hukum sebab akibat dan gambaran manusia yang masih terikat oleh nafsu. Tingkat ini tertutup oleh tumpukan batu saat tak sengaja ditemukan pertama kali pada tahun 1885. Karena diduga untuk menahan pondasi candi maka pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk tidak melanjutkan pembongkaran.

Di tingkat-tingkat berikutnya ( Rupadhatu dan Arupadathu ) kami didongengi kisah kelahiran Buddha hingga pencapaian manusia di tingkat teratas, ketiadaan wujud yang sempurna. Hal itu digambarkan oleh sebuah patung Buddha yang tidak dipahat sempurna atau belum rampung. Patung itu ditemukan di dalam stupa utama oleh Hartmann, pejabat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1842. Kini patung yang disebut Arupabuddha ( Adibuddha ) diletakkan di depan Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur.

Di dalam Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur sendiri ada banyak cerita tentang penemuan Candi Borobudur yang diawali oleh Thomas Stamford Raffles tahun 1814. Beberapa foto pemugaran di periode berikutnya ikut dipaparkan. Peralatan pendukung saat melakukan pemugaran masa pemerintahan Hindia Belanda maupun periode tahun 1983 hingga 1993. Salah satu ruangan memamerkan batu-batu dan relief yang belum ditemukan pasangannya, termasuk beberapa kepala Buddha dengan berbagai ekspresi wajah.

Candi Borobudur pernah ditinggalkan oleh masyarakat sebagai tempat beribadah pada kurun waktu tahun 928 sampai 1006, tertimbun tumpukan abu vulkanik dan dilupakan seiring berpindahnya pusat kerajaan Medang di Jawa bagian Tengah menuju Jawa bagian Timur ( Kediri – Singasari ). Pada kekosongan itulah pernah ditemukan serakan batu candi dan arca di sekitar Borobudur. Tak jarang terjadi pencurian arca oleh pihak tak bertanggung jawab untuk dijual ke kolektor yang membutuhkan.

Kelas Heritage Aksi Untuk Borobudur
Kelas Heritage Aksi Untuk Borobudur

Maka dari itu setelah dipugar beberapa kali hingga menjadi bentuk yang megah seperti sekarang, Borobudur masih memerlukan kepedulian dan kepekaan masyarakat terhadapnya. Jangan lagi berpikiran sempit, tidak menghargai mahakarya sebuah dinasti yang pernah besar di Nusantara. Sisi lain dari kisah pelestarian Candi Borobudur sebenarnya tidak hanya sampai di sini saja. Ada banyak hal baru yang saya percaya akan dijumpai di kemudian hari pada kunjungan ke Candi Borobudur berikutnya.

Borobudur akan terus berkisah agar masyarakat semakin menyadari arti penting salah satu World Heritage Site UNESCO ini. Agar Borobudur bisa berdiri hingga ratusan tahun lagi, bahkan ribuan tahun lagi sebagai warisan untuk generasi penerus kita.

Cheers and peace! 😉

46 Comments Add yours

  1. Aiko says:

    terkahir kesana pas sma dan jadi inget banyak bule, trus warga lokal pada minta foto bareng hihi. Tapi suka sih ke borobudur. Atmospherenya beda

    1. Sekarang masih sama, banyak yang foto bareng bule, tapi pake tongsis donk hehe. Yuk ke Borobudur lagi dan sempetin masuk ke museumnya biar mendapat kisah baru dari Borobudur 🙂

    2. Aiko says:

      iya insha Allah ada kesempatan langsung ke jogja lagi 🙂

  2. Tiket masuk sekarang berapa mas? sampai 100k atau malah lebih?

    1. Tiket masuk Candi Borobudur 30ribu rupiah untuk domestik, untuk pengunjung asing USD 20. Belum naik banyak kok hehehe. Kalau tiket sunrise Borobudur baru lebih dari 200ribu 🙂

    2. Berarti naiknya blm banyak ya… pengin yang sunrise, terus habis itu sarapannya di sambel belut legendaris deket borobudur kayaknya pas.

    3. Mangut beong deket Candi Borobudur juga maknyuss, mas *lap iler* 😀

  3. Aku masuk ke sana tahun 2005, abis itu hanya sepedaan sampai ke depan asja kalau dari Jogja. Entahlah kenapa aku mulai males masuk, padahal awalnya antusias banget

    1. Coba masuk melalui Balai Konservasi Borobudur, siapa tahu lebih greget dengan cerita yang mereka sampaikan. 🙂

  4. Yoekaa says:

    Aku udah lama banget gak ke Borobudur, terakhir waktu 2014 yang lalu maennya ke Candi Prambanan, ke Borobudur pas piknik SD hahahah

    1. Yuk ke Candi Borobudur lagi, rasakan perubahannya dan renungi agar semakin cinta dengannya yang sudah ratusan tahun bertahan 🙂

  5. dwisusantii says:

    Ceritanya lengkap sekaliii 🙂
    Rajin banget nulisnya ampunn suhu…
    Alhamdulillahnya aku pertama kalinya ke sana bukan jadi turis selfi yaa? Banyak ilmu yang didapat, teman baru, pengalaman, aaa ga nyesel ikut kelas heritage

    1. Ciyee yang pertama kali menginjakkan kaki di Candi Borobudur hehehe. Suka dengan kegiatan semacam ini gegara bisa ketemu temen baru juga, mbak Dwi. Next kelasheritage yuklah ikutan biar teman semakin banyak, ilmu dan buah pemikiran yang didapat juga beragam 😉

  6. Avant Garde says:

    aku pernah dengar soal Adhibuddha di sebuah buku, tp gak ada keterangan gambarnya
    beruntung sekali lihat arca Adhibuddha di postingan kali ini 🙂
    temenku yg Buddhis bilang kalo arca itu melambangkan Tuhan, ada tetapi tak berwujud, tak bisa dikira2 bagaimana wujud-Nya 🙂

    1. Sorry mas Isna, daku salah info gambar yang Adhibuddha seharusnya Arupabuddha. Belum kuralat hehe. Sama maksud penggambaran Sang Pencipta 🙂

  7. Yasir Yafiat says:

    Terakhir ke sana waktu SD kelas 6 hehe. Dulu sempat nak-naik relief gitu, ikut-ikutan tingkah teman-teman yang lain sambil berfoto. Karena masih kecil dan belum begitu tahu tentang pelestarian benda cagar budaya jadi tidak kepikiran apa yang saya lakukan itu salah. Ya maklumlah masih kecil hehehe. Tapi sekarang rasanya malu kalau ingat-ingat tingkah dulu saat ke Candi Borobudur. Menyesal karena sudah naik ke relief yang seharusnya tidak boleh untuk dinaiki. Maafin yasir ya 🙂

    1. SD udah lamaaaa banget noh hahaha. Ayo berkunjung ke Borobudur lagi, sekalian mlipir ke desa wisata di sekelilingnya juga. Lumayan buat ngadem dan belajar sejarah dunia. 🙂

  8. winnymarlina says:

    menarik sisi lainnya halim

    1. Sebenarnya ingin ditarik lebih panjang dan runut lagi. Mungkin lain waktu di tulisan terpisah 🙂

    1. Regent ojo trenyuh, kan aku jadi isin hahaha

  9. Bama says:

    Kegiatan ini keren dan bermanfaat banget. Idenya kreatif dan bisa semakin menyadarkan kita semua bahwa menjaga dan memelihara candi-candi kuno kebanggaan kita butuh kerja keras dan waktu yang tidak sedikit. Thanks for the info, Halim.

    1. Aksi Untuk Borobudur yang diusung oleh @Malamuseum sebenarnya bisa diterapkan ke situs bersejarah yang lain. Situs yang dititipkan kepada kita untuk dijaga, dilestarikan agar bisa diwariskan ke generasi penerus.
      Same same, Bama. 🙂

  10. Kalau saya belum perna ke Borobudur gan, tapi kalau ke Prambanan Pernah, jujur aja pertama lihat keajaiban tersebut saya juga merinding kagum.

    1. Ditambah candi-candi di sekitarnya yang punya keunikan arsitektur dan nilai bangunan yang bernilai tinggi kini. Yuk bantu melestarikannya 🙂

  11. Ira says:

    aku pengen ke sana lagi, buat lihat lebih detail lagi candi Borobudur. Terakhir ke sana waktu masih kecil dan cuma tahu jalan naek ke atas itu capek 😀

    1. Kunjungan ke candi-candi pasti punya kesan yang berbeda saat dikunjungi di lain kesempatan. Kunjungan berikutnya dibikin santai biar nggak mikir capek naik anak tinggi yang memang tinggi itu, mbak Ira hihihi.

    2. Ira says:

      mau aku pun begitu mas Halim. Mesti santai kalau mau muterin Candi Borobudur 😀

  12. walle says:

    justru saya malah nggak pernah ke borobudur karena terlalu mainstream setiap kali ada kesempatan pasti selalu dilewatkan, borobudur seperti lebih worth it kalau sedang waisak ketika ada acara lepas lampion di malam hari. Tapi itu juga sudah terlalu mainstream, jadi lagi-lagi saya lewatkan.

    1. Waaaa masa nggak pernah ke sana, ayolah ke sana sekali aja. Saranku sih kunjungi waktu weekday atau hari biasa bukan liburan sekolah. Biar bisa menikmati candi di setiap sudutnya dan meresapi kemegahannya. Atau mau melihat sunrise di atas candi dengan harga tiket masuk lebih mahal juga bisa hehehe.

  13. Fakhruddin says:

    Ternyata susah juga ya mau bersih-bersih borobudur. Kita harus menjaganya utk warisab cucu2 kita, supaya mereka tahu, bangsa ini sudah besar bahkan sebelum lahir.

    1. Setiap hari setiap tahun petugas dari Balai Konservasi Borobudur harus meluangkan waktu untuk membersihkan batu dan relief candi di setiap bidang dan setiap lantainya. Maka dari itu yuk bantu mereka dengan tidak mengotori komplek candi dan tidak asal pegang arca di sana. 🙂

  14. candi borobudur memang legenda. belum lengkap main ke jawa bagian sana kalau belum ke candi ini, hehehe. saya sempat beberapa kali ke tempat ini, dan beberapa kali itu saya takjub. peninggalan sejarah yang benar-benar luar biasa…

    1. Must visit world heritage site before you die. 😀

  15. Agung Rangga says:

    saya baru tahu ada Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur ini. lain kali coba ke sana ah. 😀

    1. Bisa masuk ke Studio Sejarah Restorasi Candi Borobudur, tapi ada baiknya izin terlebih dahulu ke kantor Balai Konservasi Borobudur yang terletak di sampingnya, Agung. Sambutan mereka ramah kok terhadap yang peduli dengan sejarah, jadi jangan khawatir dicuekin juga hehehe.

  16. farizalfa says:

    Betul mas, kesadaran masyarakat lah yang harus dijaga agar menjaga Candi Borobudur tetap eksis di Indonesia. Saya kira masyarakat memang perlu di didik untuk tidak membuang sampah sembarangan, 😦
    kasihan warisan sejarah yang mahal malah dibiarkan sampah berserakan.

    1. Cara terampuh sebenarnya adalah mengedukasi secara dini ke anak-anak sekolah yang sedang study tour di sana. Perlu keterampilan dari guru untuk memberi nasihat pentingnya menjaga kebersihan dan menjelaskan arti bangunan megah ini bagi bangsa kini juga generasi mendatang. 🙂

  17. Baktiar says:

    Kalau berkesempatan ke Borobudur lagi pengen ngejar pas waktu sunrise-nya sayang mahal bener yo sampe 200rebu…

    1. Hehehe iya paket sunrise Borobudur memang punya harga lebih mahal. Kalau dapat moment sunrise keren di pagi yang cerah pasti worthed banget. Kebalikannya kalo pas datang lalu cuaca berawan ya agak rugi 😀 😀

  18. wooclipmovie says:

    duh blm sempet kesana, kapan bisa ke yogya ya

    1. Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah, bukan Yogyakarta loh 🙂

  19. Gara says:

    Wah, saya iri sekali melihat teman-teman semua yang turun langsung dalam proses konservasi Candi Borobudur! Monumen ini memang perlu banget diabadikan secara konkret supaya bisa dinikmati seluruh umat manusia, abadi bersama ajaran-ajaran Sang Jina. Terutama lapisan di tangga itu, sebab anak tangga bisa jadi aus dan turun ke bawah, selain membahayakan posisi bangunan, itu juga berbahaya bagi pengunjung sebab pasti licin banget, hehe.
    Kayaknya saya perlu ke Borobudur lagi sebab letak Arupabuddha itu sepertinya sudah berubah dari terakhir kali saya ke sana, hehe.

    1. Berbagai upaya dari Balai Konservasi dilakukan supaya monumen ini tetap berdiri tegak hingga puluhan atau bahkan ratus tahun lagi. Meski rada miris ketika mendengar salah satu petugas balai curcol bahwa mereka kebingungan dengan ajuan orang nomor satu Indonesia yang berupaya mendongkrak peningkatan jumlah wisatawan di Candi Borobodur (kuulas sedikit di artikel sebelum ini). Balai Konservasi cemas jika lonjakan wisatawan terlalu berlebihan akan memperpendek umur, dan jangan sampai menyesal jika puluhan tahun atau mungkin kurang dari itu kita hanya melihat Bodobudur di balik rantai besi. Borobudur memang selalu menyuguhkan cerita menarik, dulu, kini dan nantinya. 🙂

    2. Gara says:

      Yang bagus itu memang normal-normal saja ya Mas, hehe.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.