Taman Purbakala Pugungraharjo

Matahari sudah di atas ubun kepala. Panas sekali siang itu. Tapi bukan itu penyebab dahi dan badan saya terus basah oleh keringat. Siliran angin tidak mampu membuat kondisi relaks. Trek di taman purbakala terbilang landai, tidak berbukit-bukit.

Berarti bukan itu pula yang membuat tubuh saya mendadak terasa capek. Seolah ada beban berat yang dipanggul di pundak. Hanya bisa saling tatap dengan teman di sebelah yang sedari tadi berusaha mengusir sesuatu di sana. Saya hanya bisa mengangguk paham, tahu maksud dari sesuatu ini.

Punden berundak terbesar di Pugungraharjo
Punden berundak terbesar di Pugungraharjo

Situs purbakala yang terletak di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Lampung Timur ditemukan secara tidak sengaja oleh warga transmigran pada tahun 1957 saat mereka hendak menebang pohon. Mereka menemukan arca berlanggam Buddha dan penemuan lain yang kemudian dilaporkan ke pihak berwajib. Beberapa tahun kemudian mulai dilakukan penelitian dan pemugaran oleh Lembaga Purbakala dibantu oleh Pennsylvania Museum University. Hingga tahun 1980 tercatat kompleks megalitik Pugungraharjo memiliki luas 25 hektar.

Ada beberapa punden berundak tersebar di kompleks Taman Purbakala Pugungraharjo. Bertingkat dua, punden bertingkat tiga, masing-masing tentu punya arti sendiri di masa lampau. Pada dasarnya punden berundak peninggalan Zaman Megalitikum atau Zaman Batu berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang. Biasanya diletakkan sebuah menhir atau bahkan arca di puncaknya. Maka dari itu ada larangan naik ke atas punden berundak di Pugungraharjo.

Benteng Tanah yang mengelilingi kompleks megalitik ini menjadi keunikan Situs Pugungraharjo. Seolah semua tempat pemujaan dikeramatkan. Tak heran saat berjalan keluar dari pagar yang melindungi salah satu Punden Berundak di sana, saya merasa berada di tengah kesunyian ruang terbuka, percakapan teman-teman di depan terdengar sangat jauh. Mendadak gerah di dalam, sehingga mengeluarkan keringat yang terlalu berlebihan. Suasana yang sering saya alami saat memasuki bangunan-bangunan tua yang tak berpenghuni.

Perasaan tidak nyaman itu berlangsung cukup lama. Saya sendiri bukan seorang yang punya kelebihan khusus, kadang hanya sensitif dengan aura atau hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh akal sehat. Mungkin mereka ingin mengajak kenalan atau niat mengenalkan diri agar menjadi terkenal #yakale. Intinya jangan pernah sok tahu apalagi berbicara kotor di tempat-tempat semacam ini. Cukup menghormati zat-zat yang tertinggal di sana dengan berpikiran positif dan tidak melanggar apa yang sudah dilarang saja.

Setelah melewati Situs Batu Mayat dan berjalan menyusuri benteng sebelah timur, zat itu perlahan mulai melepaskan genggaman. Pundak sudah tidak terasa berat. Situs Batu Mayat atau Situs Batu Kandang sendiri berupa bebatuan yang terlihat berserakan dengan satu buah menhir berbentuk bulat panjang yang ujungnya dipahat serupa phallus atau alat kelamin laki-laki.

Punden Berundak terbesar di Pugungraharjo
Punden Berundak terbesar di Pugungraharjo

Beberapa meter dari Situs Batu Mayat terdapat Punden Berundak terbesar dengan bentuk yang berbeda dengan sebelumnya. Jika diperhatikan dengan seksama, bentuknya mirip dengan wujud penyu, meruncing di keempat ujungnya seolah kaki penyu. Sejauh ini artefak dan fitur di sana memberi petunjuk bahwa Pugungraharjo memiliki peninggalan masa prasejarah, Hindu-Buddha hingga Islam. Beberapa penemuan artefak dan arcanya masih tersimpan rapi dan bisa dilihat di Museum Taman Purbakala Pugungraharjo.

Selesai melihat punden berundak yang tersebar di sana, kami memutuskan ngadem sebentar di Kolam Bertuah. Namanya boleh menakutkan, tapi kolam Megalitik ini hanya berwujud dua buah kolam berukuran lumayan besar. Pepohonan rindang tumbuh di sekitarnya, suasananya berbeda dengan area sebelumnya yang minim pohon. Mata air di bawahnya sampai sekarang masih mengeluarkan air yang jernih. Kolam pertama yang ditumbuhi ganggang lebat terdapat ikan entah jenis apa, sejenis ikan Garra Rufa yang gemar mengigit kulit mati di kaki. Sedangkan kolam kedua lebih bersih, sehingga ada beberapa pengunjung yang mandi atau sekedar membasuh badan di sana.

Saat menuju jalan keluar Taman Purbakala Pugungraharjo, parit sedalam 3-5 meter yang mengelilingi benteng barat dan timur dengan dinding gundukan tanah setinggi dua hingga tiga setengah meter itu meninggalkan tanda tanya yang belum terjawab. Mungkinkah di masa lampau kawasan ini dilewati aliran sungai besar? Padahal kini sudah tidak ada lagi sungai di sekitar kompleks, kecuali aliran sungai kecil dari Kolam Bertuah di sisi yang lain.

Taman Wisata Batu Granit, Lampung Selatan
Taman Wisata Batu Granit, Lampung Selatan

Perjalanan di Lampung Timur kami tutup dengan Taman Wisata Batu Granit yang terletak di Tanjung Bintang, Lampung Selatan sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke Bandar Lampung melewati jalan rusak perbatasan antar kabupaten lagi. Bongkahan batu-batu granit berukuran sangat besar tersebar di perkebunan karet milik PTPN VII. Hektaran pohon karet menciptakan suasana yang lumayan horor dan bisa jadi pemicu tersesat di tengah jalan.

Boleh dibilang cukup susah jika mengantungkan peta dunia maya untuk menemukan tempat ini tanpa bantuan teman yang sudah pernah ke sana sebelumnya. Saat tiba di sebuah bukit yang tersusun bebatuan granit raksasa, langsung mengingatkan saya pada Gunung Api Purba Nglanggeran di Gunung Kidul, Yogyakarta. Bentuknya tidak sebesar itu, tapi kondisinya boleh diprediksi mirip peninggalan masa prasejarah. Mungkin saja Bukit Batu Granit ini pernah menjadi gunung tertinggi dan dipuja di masanya.

Kunjungan ke Taman Purbakala Pugungraharjo dan Bukit Batu Granit semakin menguatkan anggapan bahwa wisata di Lampung tak hanya sekedar pantai dan pulau-pulau sepinya saja. Peninggalan prasejarah, budaya dan penemuan baru lainnya bisa mengubah pandangan dunia terhadap peradaban daratan yang terletak di ujung paling selatan Pulau Sumatera ini.

Cheers and peace! 😉

47 Comments Add yours

  1. Monda says:

    aah…kok ngeri ih.. ada beban berat segala, aku nggak kok.., malah ketemu banyak anak2 smp yang jalan2 ke situ…..
    situs masih adem dan hijau ya, alhamdulillah

    kami pake acara nyasar2 deh waktu ke Pugung Raharjo…, lewat jalan memutar lewat kabupaten lain dulu, alhasil nyampe sini siang2 banget, tapi untungnya jadi bisa lewat perkampungan dengan rumah2 tradisional Lampung dan ketemu Lawang Kuri yang masih tanda tanya infonya

    jalan Tanjung Bintang masih jelek juga…? mengerikan

    1. Mungkin terlalu sering berburu bangunan tua jadi banyak zat-zat yang suka godain hahaha. Waaa menarik banget sampai nyasar ketemu Lawang Kuri. Dengar info itu simbol kekuasaan Kesultanan Banten terhadap Lampung.

      Kabar baik atau buruk kalau bilang jalan Tanjung Bintang masih suka bikin punggung pegal karena menahan badan yang loncat landas dari kursi? Hehehe

  2. Gara says:

    Daerah Sumatera bagian Selatan, Bangka dan Belitung memang jadi persebaran granit di zaman purba dulu jadi gunung granitnya memang mungkin ada di sana kendati sekelilingnya hutan biasa. Yang menarik justru taman purbakalanya: parit airnya asli apa buatan? Kayaknya ada dolmen di dekat batu mayat itu ya, di belakangnya (atau saya salah?). Penasaran dengan arah hadap batu mayat itu (habis unik banget dikelilingi batu-batu lain) dan arah hadap punden berundaknya (dari bayangan batu penjaga di foto kedua) dan, satu lagi, untuk mencapai kolam bertuah apa harus memutari punden-punden berundak itu? Maaf ya Mas kalau kebanyakan pertanyaan, kayaknya saya harus ke sana sendiri sih :hehe :peace.

    1. Letak Pugungraharjo dan Bukit Batu Granit nggak terlalu jauh, bisa disambungin nggak ya? Hahaha. Ahh mengenai arah baru kepikiran tadi pas ngetik tulisan ini, Gar. Terus dirimu nanya, hasilnya nggak bisa jawab karena dulu nggak lihat arah pas melototin satu-persatu punden berundaknya 😀

      Mengenai Kolam Bertuah, letaknya berdekatan dengan punden terbesar, hadapnya mana… ehmm… mesti kirim telegraph dulu buat nanya ke penjaga di sana hahahaha. Barangkali kalau dirimu jadi mlipir ke sana, plis dilengkapi kekurangannya ya 😀

  3. Banyak sisi budaya dan sejarah yang bisa kita ambil tiap tempat, mas. Heemmm itu tulisan “pesek” di batu gede banget 😦

    1. Lampung salah satu daerah yang kaya budaya, sayang kini sudah mulai tergeser kemauan baru penduduk yang heterogen. Buahahaha pas lihat vandalisme itu bawaannya pingin tak hapus trus diganti “bangir” 😛

  4. Donna Imelda says:

    Untunglah tak ad yg colek2 aku…

    1. Jadi ingat wajah pucat Tante Don saat keluar dari perkebunan karet minim penerangan itu. Lebih menakutkan manusia hilang akal ketimbang makhluk halus kan? Hihihi

  5. Keke Naima says:

    itu yang bikin beban jadi berat, bikin merinding ajah

    1. Santai, Pugungraharjo aman sebagai tempat wisata sejarah kok. Karena nggak semua orang bisa merasakan itu hehehe. Tetap saja pengunjung harus menjaga laku dan tutur kata di situs berumur ribuan tahun itu. 😉

  6. Wow, baru tahu ada jejak purbakala di Lampung. Menambah wawasan baru ini 🙂

    Hmm, berarti berasa auranya beda ya Mas memasuki komplek taman ini? Tersirat menegaskan kalau ada sesuatu yang lain, yang mungkin sudah lama berdiam di sana. Rambu-rambu yang ada mungkin juga dimaksudkan sebagai pengingat kepada pengunjung agar menjunjung tata krama ya..

    1. Situs purbakala di Pugungraharjo belum terlalu ramai dibicarakan, Qy. Dengar tempat ini setelah dipameri orang Lampung, salah satunya mbak Noe hehehe. Peninggalan Zaman Batu dan masih utuh beberapa, jadi bisa dibayangkan tempat itu diabaikan dan lupa disembahyangi berapa ribu tahun. Mungkin itu yang membuat auranya menguat. 🙂

    2. Wah Mbak Noe gak kabar2 wkwkwkwkwk.

      Hmmm bisa jadi begitu ya Mas 🙂

  7. jonathanbayu says:

    Dari nama tempatnya saya kira di Jawa mas hehe
    Itu kolamnya ditemukan berbarengan dengan situs-situs lainnya? Unik ya, mungkin ikan yg di kolam itu yg biasa dipake sebagai terapi kulit di mall-mall kali ya 😀

    1. Penamaan Pugungraharjo belum menanyakan dengan jelas dari mana asalnya. Biasanya penamaan situs berdasarkan nama tempat atau desanya. Karena daerah tersebut merupakan salah satu wilayah persebaran transmigrasi di Lampung, tak heran nama desanya berbau Jawa hehe.
      Kolamnya ditemukan tak selang lama, digunakan oleh warga sebagai air kebutuhan sehari-hari. Kalau ikan terapinya entah siapa yang membudidayakan, utungnya jadi menambah ketertarikan pengunjung 😀

    2. jonathanbayu says:

      Bener juga itu, kan di Lampung banyak orang jawanya ya..
      Nanti pas ke Lampung coba kesana deh 🙂

  8. bdur says:

    lumayan indah, ini sangat cocok jadi list liburan pekan depan. Thanks ya informasinya

    1. Semoga bermanfaat pas mlipir ke Pugungraharjo, mas Rohman 🙂

  9. angkisland says:

    wuuhh keren juga mas ada yg bisa buat mandi gitu,….

    1. Mata air di Kolam Bertuah Pugungraharjo sangat jernih, hanya satu kolam yang dijaga kebersihannya sedangkan satunya banyak lumut sehingga tidak bisa dipakai mandi 🙂

    2. angkisland says:

      ooo begitu mas mantao dah

  10. Baktiar says:

    Kayaknya mas Halim ini auranya menarik yang halus-halus mendekat ya makanya suka ke tempat2 yang banyak mahluk halusnya (baca: wanita) hahahaha

    1. Buahahahaha komennya mas Baktiar bikin tertawa terpingkal-pingkal. Ngarepnya sih yang mendekat bisa dikenalkan ke orang yang masih sendiri. eh kok terdengar seperti biro jodoh hahaha

  11. Halim, aku merinding ih kamu sempat di pegang pundaknya. Amit-amit jangan sampai aku sensitif..Ntar jadi gak seru datang ke tempat2 seperti ini 🙂

    1. Asalkan pikiran nggak kosong dan punya niat berkunjung biasa tanpa maksud lain di tempat yang pernah dikeramatkan atau tempat yang sudah lama dikosongkan, aman kok 😉

  12. Heni Puspita says:

    Salam kenal. Ayah saya juga sempat ikut proyek pemugaran di Pugung Raharjo saat masih aktif di di bidang Musjarah (dulu msh di Dinas Pendidikan & Kebudayaan). Pernah nggak ya ngerasa ada yg aneh kalau lagi dinas, mungkin ada sih, tapi nggak pernah cerita hehe.

    1. Keren sekali ayahnya menjadi salah satu yang terlibat di dalam penggalian. Tentunya banyak cerita menarik ketika di sana. Salam kenal mbak Heni, salam juga buat Ayah mbak Heni. 🙂

  13. Travelling Addict says:

    oh itu kolam bertuah bisa dipake berenang juga, padahal kan airnya butek gitu?

    1. Kalau dilihat dari dekat air di kolamnya jernih banget. Kolam yang berisi ikan-ikan pun saat difoto dari dalam air kelihatan bening hehehe. Katanya sih bikin badan segar dan menawarkan kesembuhan. Monggo dicoba sendiri saat mlipir ke Pugungraharjo 😉

  14. Hendi Setiyanto says:

    Hmmm…Halim orang yang sedikit “sensitif” dengan makhluk-makhluk tak kasat mata. Semoga nggak ngikut menclok pulang hehehe

    1. Kalau ada yang menclok (amit-amit) ya wes dibebaskan aja biar si zat itu nggak terikat bangunan kosong, biar si zat berkelana di bangunan modern seperti mall atau rumah pejabat yang mewah-mewah hahaha

    2. Hendi Setiyanto says:

      Yakali….

  15. Avant Garde says:

    salah satu wishlist di lampung mas, kebayang deh jaman dulu nenek moyang orang kerinci, pagaralam, lampung itu satu saudara.. sama2 tinggal di pegunungan, warisan megalitnya banyak banget, sampe bikin aksara yang sama … next pengen ke pagaralam sama pugungraharjo 🙂

    sejak tinggal di kerinci, saya sering mengalami apa yg mas rasakan, ada “sesuatu” yang mencoba berkomunikasi dengan saya, dengan bahasa yg saya tidak pahami …

    1. Kerinci banyak peninggalan megalitik juga, mas Isna? Waaa jadi penasaran deh. Semoga kesampaian piknik ke sana sebelum mas Isna mutasi ke daerah lain hehehe.

  16. pacarkecilku says:

    PugungRaharjo, aku kesini waktu SD. Sudah lupa seperti apa. Waktu itu kayaknya ga semodern saat ini.

    Aku hanya ingat menulis sejarah yg dijelaskan. Buat tugas sekolah.

    1. Pernah masuk museumnya juga, mbak Pipit? Atau dulu belum ada museumnya? Hehehe. Beberapa arca disimpan di museum yang letaknya di jalan besar sebelum masuk jalan kecil ke Taman Purbakala Pugungraharjo-nya 🙂

    2. pacarkecilku says:

      Entah. Lupa. Yg kuingat waktu kecil hanya panas. Waktu itu pelajaran sejarahnya dijelaskan dgn membosankan. Saklek kayak buku.

      Aku lupa ada museum atau tidak. Yg pasti aku hanya inget bagaimana caranya cari es lilin dan es balon. Dulu banyak di sekitar sana.

  17. pacarkecilku says:

    Apakah disana masih ditemukan Prasasti bertulis dengan Aksara Lampung. Waktu sekolah aku belajar membaca Aksara Lampung

    1. Ditemukan Prasasti Bungkuk, tapi pake bahasa Melayu Kuno. Lalu ada juga batu angka, dll hehehe. Yang unik sih adanya patung Dhyani Buddha yang masih utuh, belum replika 😀

    2. pacarkecilku says:

      Kalian ke Museum Lampung, juga?

  18. micoas3 says:

    Keren…di lahat juga banyak situs purbakala.daerah pagar alam juga.

    1. Terima kasih informasi tambahannya. Banyak peninggalan purbakala di Sumatera yang masih masuk tujuan kunjung. Apalagi setelah melihat hasil pencarian di gugel, situs di sana keren-keren. 🙂

  19. rizan says:

    aku malah durung pernah rene bro. hehe

    1. Wahhh padahal cedhak to? Ayo ndang mrono sak urunge dimutasi hehehe

    2. rizan says:

      jik suwe kq bro. hehe
      ak bar balik blusukan jalur mati ciwidey ki

    3. rizan says:

      masih 6 tahun pengabdian lagi bro disini. hehe

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.