Benteng Kalimo’ok

Tiap kali melakukan perburuan benteng-benteng peninggalan VOC, saya selalu dihadapkan oleh kisah miris dan kecewa melihat mereka terabaikan. Hanya bisa dipaksa senang saja melihat kenyataan pahitnya yang terpampang nyata. Namun saat berhasil masuk ke dalam benteng yang semula tertutup untuk umum dan bisa membayangkan kemegahannya di masa lampau, itu membahagiakan banget. 😀

Masih ingat dengan kondisi Benteng Speelwijk di Banten yang pernah saya tulis sebelumnya? Ternyata ada sebuah benteng dengan kondisi lebih menyedihkan di Pulau Madura. Sudah menjadi salah satu cagar budaya Provinsi Jawa Timur dengan nama Situs Kali Benteng bukan berarti benteng peninggalan VOC tersebut telah ditanggapi dan mendapat perhatian dari BPCB Trowulan Provinsi Jawa Timur.

disambut anak-anak SDN 1 Kalimo'ok di pintu masuk Benteng Kalimo'ok
disambut anak-anak SDN 1 Kalimo’ok di pintu masuk Benteng Kalimo’ok

Persis di depan gerbang masuk benteng terdapat plakat yang menyebutkan bahwa lahan seluas 12.765 meter persegi itu sudah menjadi milik negara di bawah naungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Kabar baik selanjutnya, ada sebuah papan kayu di sebelah kirinya bertuliskan “Karantina Hewan”. 😐

Tidak mengetahui dengan jelas bagaimana benteng terbuat dari batu bata dan semen ini bisa jatuh ke departemen yang tidak ada hubungannya dengan peninggalan bersejarah di Madura. Hanya bisa bersyukur siang itu pak penjaga berbaik hati membukakan pintu dan memperbolehkan saya dan seorang kawan untuk melihat lebih dekat Benteng Kalimo’ok.

Benteng Kalimo’ok sebenarnya merupakan benteng kedua yang dibangun oleh VOC di Sumenep, Madura. Sebelumnya pernah dibangun sebuah benteng di Kalianget Barat guna mengawasi perdagangan garam yang dikirim melalui Pelabuhan Kalianget. Namun letaknya yang dinilai kurang strategis membuat VOC menghentikan pembangunan dan membuat benteng baru pada tahun 1785 dan diberi nama Fort Kalimo’ok.

Dilihat dari tahun berdirinya, Fort Kalimook dibangun oleh VOC pada saat Panembahan Somala atau Panembahan Notokusumo I memerintah Sumenep. Panembahan Somala sendiri merupakan anak dari Raden Tumenggung Tirtonegoro (Bindara Saod) dengan istri pertamanya Nyai Izzah. Kelak Bindara Saod menikah dengan Raden Ayu Tirtonegoro dan mendampinginya menjadi kepala pemerintahan Sumenep ke-30. Dari perintah dan kuasa Raden Ayu Tirtonegoro pula Panembahan Somala menjadi penerus Kerajaan Sumenep. Setelah bergelar Panembahan Notokusumo I, beliau menjadi raja Sumenep ke-31 dan bertahta selama tiga puluh delapan tahun (1763-1811).

Ratusan tahun silam pernah ada puluhan tentara kolonial mendiami kompleks Benteng Kalimo’ok yang terletak di Desa Kalimo’ok, Kalianget sebagai asrama tinggal mereka. Benteng dengan luas 15.000 meter persegi ini masih memiliki empat bastion (menara pemantau) di tiap sudutnya yang punya lebar masing-masing lima meter.

Kini tidak ada lagi tentara kolonial apalagi tatapan tajam pengawas di balik susunan batu bata setinggi 3 meter yang mengelilingi benteng. Hanya ada tatapan para sapi dan kambing yang tengah merumput di dalam benteng. Kandang sapi berukuran besar di sana telah diisi sekitar 60 ekor sapi. Letaknya persis di pintu belakang Benteng Kalimo’ok. “Karantina ini sudah ada sejak tahun 2003,” kata pak penjaga setelah saya menanyakan perihal status lahannya. Saya hanya bisa membalasnya dengan anggukan, tidak bisa memberinya senyum manis.

Meskipun bentuknya tidak sebesar benteng-benteng peninggalan kolonial yang pernah saya kunjungi sebelumnya, jalan setapak menuju bastion terbilang lumayan lebar. Sayang beberapa bagian tampak rapuh dimakan usia. Cukup susah untuk naik ke atas tembok benteng demi melihat keempat bastion karena tidak ada anak tangga untuk menuju ke sana. Mungkin dulu terdapat tangga sederhana yang kemudian dihancurkan oleh pengelola berikutnya, atau memang tidak pernah ada tangga terbuat dari batu, hany disediakan tangga dari bambu, entahlah. Yang jelas kami harus memanjat dan menginjak batu bata yang sekiranya kuat sebagai tumpuan supaya bisa naik ke atas.

Dari salah satu bastion terlihat pemandangan gerbang kerkhof yang terletak di samping benteng. Kerkhof yang nasibnya tak jauh beda dengan beberapa kompleks makam Belanda di Indonesia. Terlantar, nyaris terabaikan, lupa bahwa mereka merupakan aset penting bagi wisata sejarah suatu daerah kelak. Kondisinya pun sudah tertutup semak belukar, bahkan sebagian nisan sudah dijarah, dan sudah lama tak ada lagi peziarah yang mendatangi mereka.

Di tengah benteng masih tersisa sebuah bangunan yang diberi kubah kecil dengan simbol bulan sabit dan bintang di atapnya, pertanda pernah dijadikan sebagai tempat beribadah. Saat mengintip ke dalam, hanya ada tumpukan jerami dan induk sapi yang sedang menyusui anaknya. Ahh, rupanya sudah berganti wujud menjadi tempat tidur sapi betina dan anak-anaknya. Selain itu, tidak ada sisa bangunan lagi di dalam benteng. Ceruk-ceruk yang terduga pernah digunakan sebagai kamar perwira pun sudah rubuh, tidak bisa dimasuki lagi.

view dari salah satu bation Fort Kalimook
view dari salah satu bation Fort Kalimook

Sepulang dari benteng saya jadi bertanya-tanya sendiri. Banyak sudut menarik yang terlihat fotogenik di dalam Benteng Kalimo’ok, kenapa masih sedikit fotonya yang masih beredar di internet? Belum banyak wisatawan yang mengunggahnya di media sosial. Apakah hanya wisata alam saja yang menarik untuk dipamerkan?

Rasanya kepemilikan yang tidak jelas bisa dihapus dengan mempopulerkan sebuah tempat secara terus-menerus lewat media. Tidak melupakan sejarah masa lalu daerah masing-masing, juga tidak lupa berbagi dengan sesama mengenai keberadaannya agar cagar budaya di daerahnya seperti Benteng Kalimo’ok tak dilupakan oleh negara.

Save our heritage …

38 Comments Add yours

  1. praditalia says:

    Wah… terimakasih mas, saya saja belum pernah ke sana dan baru tau kalau ada benteng itu. Kenapa ya kita -orang Indonesia- paling nggak bisa ngerawat apa yang kita punya, hehe tanya kenapa

    1. Ayo Benteng Kalimook-nya diajak kenalan dulu hehehe. Belum ada kesadaran untuk mencintai bangunan bersejarah masih menjadi kelemahan sebagian besar warga Indonesia. Padahal di luar negeri sperti Eropa bahkan Penang di Malaysia saja sudah jeli dengan wisata heritage. Kalo di sini sih biasanya setelah ada rumor mau dirubuhin baru bikin petisi, trus nyalahin pihak tertentu. Sayang banget kan? 🙂

    2. praditalia says:

      Hahaha… itulah Indonesia. Semoga ke depannya semakin sadar dan mengerti betapa berharganya wisata heritage

  2. Kok bisa-bisanya gitu lho benteng bersejarah jadi kandang sapi. Dulu di pesisir Banyuwangi ada juga gua peninggalan Jepang, terakhir kesana sudah dikepung tambak udang, semoga tidak digusur

    1. Waduhh benteng di Banyuwangi malah jadi tambak udang?! Kalau masih ada sisanya colek-colek saya ya 🙂

  3. Gara says:

    Mungkin BPCB Trowulan terlalu banyak punya inventaris benda bersejarah sehingga belum melirik peninggalan satu ini. Bahkan, samar saya melihat di papan informasi sana kalau situs ini tidak ditangani oleh BPCB, tapi oleh dinas kebudayaan dan pariwisata setempat, dengan kata lain ini masih jadi cagar budaya lokal, alih-alih nasional. Dan kita sama-sama tahu pemerintah daerah kebanyakan terlalu sibuk dengan urusan pilkada ketimbang mengurus benteng :siul. Yah, mungkin saya terlalu skeptis dengan pemerintah daerah tapi memang tak ada yang bisa diharapkan sih :haha.

    Fakta bahwa Panembahan Notokusumo I memerintah sejak 1763 jadi petunjuk kalau benteng ini mungkin baru dipermanenkan setelah itu. Perusahaan tak pernah sama lagi setelah 1740, kebanyakan proyek setelah itu adalah proyek gagal karena untuk menjaga yang ada saja mereka tak punya dana, tapi kita mesti meneliti bangunan di sana supaya bisa memastikan (meski bata yang dipakai di sana agak aneh). Oh, saya kepengen menggali di sana!

    1. Papan informasi yang saya lihat di sana hanya ada sebuah larangan dilarang bla bla bla dari Kemendikbud, dua papan dinas peternakan yang menegaskan itu sebagai lahan karantina hewan, dan prasasti dari Bupati Sumenep tahun 2001. Nggak ada andil sama sekali dari dinas pariwisata setempat, Gara. Hehehe.
      Wahh hakjlep banget pemda disibukkan dengan pilkada, ehmm emang betul sih *mlipir kalem* 😀

      Menarik! Sepertinya saya mesti cari buku tentang VOC dan jalur rempahnya nih. Mestinya pada pemerintahan sebelum Panembahan Notokusumo I sudah ada benteng sederhana guna mengawasi penggaraman ya? Gar, kali ini serius… kalau ada rencana gali peninggalan bersejarah di Madura kabar-kabari ya. Gresik juga menarik untuk digali 😉

    2. Gara says:

      Iya, kalau saya mau ke sana pasti saya kabari Mas Halim supaya ada yang bisa memandu :)).

  4. Sayang banget ya, apalagi beberapa bangunan masih utuh gitu. Kalau suka benteng, coba datang ke Ambarawa mas, ada benteng Belanda yang kondisinya lumayan masih baik 🙂

    1. Nahh sayang banget kan? Padahal Benteng Kalimook ini jadi salah satu benteng yang masih utuh di Jawa Timur. Kebetulan sudah pernah ke Benteng Willem I atau Benteng Ambarawa beberapa tahun lalu dan pernah kutulis di blog juga –> http://jejak-bocahilang.com/2013/07/05/benteng-willem-i/. Dengar-dengar sekarang pengunjung dipersulit warga untuk bisa masuk ke dalam Benteng Ambarawa.

    1. Ting tong…. Hahaha tahu aja kalau itu Indra, mas Isna 😀

    2. Avant Garde says:

      salah satu travelmate terbaik mas, meski kami pernah naik dua kereta yg berbeda gegara salah satu dr kami ceroboh n kurang teliti baca tiket 🙂

  5. Hastira says:

    sayang sekali ya dibiarkan merana sekali

    1. Yukk ke sini biar yang terabaikan ini jadi lebih dikenal dan mudah-mudahan dilirik pihak terkait karena popularitasnya 😉

  6. Dita says:

    luar biasa, kamu nemu aja sihh kaaak tempat2 kayak ginii. Boleh donk kapan-kapan aku diajakin blusukan, jadi sekalian belajar sejarah 😀

    1. jangan lupa ajak akuuuh

    2. Lohh jadi nambah yang tertarik sejarah 😀

    3. berguru sama sesepuh halim, salim dulu

    4. Niat pemburu benteng judulnya hehe. Kebetulan teman di Sumenep juga tahu lokasinya 🙂
      Ayo ajalah kita hunting bareng, kak Dita. Malang juga menarik diublek-ublek loh 🙂

  7. Ndop says:

    Aku juga mau diajakin bareng dita yaaaa… Huahaha..

    Btw, kapan ya generasi yg gak suka melestarikan budaya itu diganti dengan generasi baru yg sangat emnjaga kelestarian peninggalan sejarah masa lampau?

    Kok kayaknya generasinya selaluuuu saja adaa.. Semacam emndarah daging.. Suwebeeel…

    1. Sepertinya perlu diberi pengarahan dari dini biar generasi muda paham dan mau peduli dengan peninggalan sejarah. Dimulai dari lingkungannya juga dink. Nganjuk duwe sisa benteng kolonial nggak ya? 🙂

  8. Hmmm saya kurang paham sama peninggalan sejarah demikian. Soalnya saya lebih suka sejarah dunia daripada sejarah Indonesia. Entah kenapa aku rasa lebih menarik. 🙂

    1. Asik nih kalau sudah mendalami sejarah dunia. Era kejayaan di negara mana nih yang menarik untuk dibaca? 🙂

  9. Aku baru tau ada benteng kalimook ini mbak ._. peninggalan sejarah indonesia itu banyaak banget ya :3

    1. Semua heritage di Indonesia menarik, bahkan kalau boleh bilang sebenarnya nggak kalah dengan punya negeri tetangga. Hanya saja belum ada kejelian dari pihak terkait dan menjadikan bangunan bersejarah sebagai daya tarik wisata 😉

    2. Nah, itu dia -_- kejelian pihak terkait akan tergerak kalau bangunan bersejarah itu diklaim negara lain *eh

  10. Evi says:

    Pihak pemelihara atau dinas purbakala belum kepikiran untuk merubahnya jadi tempat tujuan wisata. Mungkin mereka takut bentengnya akan rusak kalau jadi destinasi wisata umum, jadinya ya,,dianggurin saja..Biar rusak dengan sendirinya…hehehe…

    1. Hahahaha bisa jadi, bisa jadi. Benteng Rotterdam dan Benteng Vrederburg adalah benteng peninggalan kolonial yang beruntung, sudah jadi msueum dan disukai banyak pengunjung. Entah kapan yang lain akan mengikuti langkah mereka. 😀

  11. Hamid Anwar says:

    Keren banget bentengnya. Tak wishlistin kesana deh …

    1. Masih berburu benteng yang lain. Katanya di Bukit Jadiih yang lagi hits juga ada bekas benteng loh 😉

  12. Efenerr says:

    Maturnuwun ceritanya Mas Halim, ternyata ada juga benteng – benteng yang nyaris terlupakan seperti ini. Saya jagi membayangkan piye misalnya benteng-benteng ini tetap lestari, pasti indah dan gagah banget.

    1. Sami sami, Chan. Andai saja benteng-benteng tersebut bisa jadi sebuah museum kecil kan apik ya? Benteng-benteng di Jawa Timur sebagian besar dalam kondisi terabaikan, termasuk benteng di Surabaya yang sedang saya cari juga 🙂

  13. tiyawann says:

    Ngeliat anak kecil dengan seragam pramuka, jadi kangen masa sd heuheu

    1. Masa SD nya sudah lewat berapa tahun? Hahaha

    2. tiyawann says:

      7 tahun yg lalu kayaknya, hehehe

  14. Akhirnya aku berkunjung ke benteng ini halim 😊 ayok kapan ke sumenep lagi…

    1. Cihuyyy akhirnya, mbak Dian. 😀
      Sekarang kondisi gimana? Masih difungsikan sebagai kandang sapi, kah?

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.