Napak Tilas Samanhudi

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” ucap Bung Karno saat merayakan Hari Pahlawan pada tahun 1961. Mereka yang berani dan rela berkorban demi membela kebenaran layak disebut pahlawan. Meski kini kebenaran semakin lama semakin susah ditelaah.

Lambat laun terasa susah membedakan benar atau salah karena kejujuran semakin mahal harganya. Susah membedakan antara keikhlasan dan akting karena semua dianggap pencitraan. Pada akhirnya pahlawan daerah yang dulu dikenang mulai tergeser oleh “pahlawan politik” dadakan yang meramaikan rak-rak di toko buku.

Mungkin kebanyakan pejalan yang singgah di Solo hanya mengenal sosok Slamet Riyadi yang kini namanya diabadikan sebagai jalan utama di Kota Solo. Belum menguak jasa Mayor Achmadi yang punya peran tak jauh penting saat melawan Belanda di Pertempuran Empat Hari Surakarta, kisahnya bisa dibaca di sini. Belum greget dengan peran KGPAA Mangkunegoro VII yang punya andil besar terhadap sejarah RRI di Indonesia. Atau bahkan tidak pernah tahu siapa H. Samanhudi?

Foto keluarga Samanhudi
Foto keluarga H Samanhudi ( Samanhudi -tiga dari kiri )

Jadi siapa sebenarnya Haji Samanhudi? Terlahir sebagai anak dari pengusaha batik H. Muh. Zein di Laweyan, Solo pada tahun 1868 dengan nama Sudarno Nadi. Seakan sudah menjadi tradisi bahwa anak juragan batik harus meneruskan usaha orang tuanya. Usaha batik yang dijalankan oleh Wiryo Wikoro, nama lain dari Samanhudi berjalan sukses, memiliki ratusan pegawai, membuahkan keuntungan rata-rata 800 gulden per hari – angka yang besar zaman itu.

Persaingan antar pedagang batik pun menjadi semakin ketat. Dikisahkan pengusaha batik Tionghoa dibantu Belanda berusaha memonopoli jalur perdagangan batik. Terjadi kesenjangan yang dibumbui provokasi demi provokasi. Akhirnya Samanhudi mendirikan sebuah organisasi yang menampung pedagang batik pribumi dengan tujuan melawan tekanan dari Belanda serta memperjuangkan nasib mereka agar menjadi lebih baik.

Museum Samanhudi
koleksi di Museum Samanhudi

Sarekat Dagang Islam ( SDI ) resmi berdiri pada tahun 1905 dengan Samanhudi sebagai pemimpin organisasinya. Kesuksesan SDI menyebar dan meluas dengan cepat, terbukti dengan munculnya cabang-cabang SDI yang ada di beberapa kota. Atas dorongan beberapa pengurus dan anggota, sejak tahun 1912 SDI yang kian ditakuti oleh Belanda berubah menjadi partai politik dengan nama baru Sarekat Islam ( SI ) yang dipimpin oleh ketua baru asal Surabaya bernama HOS Tjokroaminoto.

Partai semakin besar, jumlah awal anggota sekitar 80.000 orang saat konggres pertama tahun 1913 meningkat jadi 480.000 anggota di tahun 1918. Terhitung sejak tahun 1920, Samanhudi mulai melepas jabatannya di partai seiring dengan kesehatannya yang memburuk. Namun perjuangannya membela masyarakat dari tekanan kolonial tidak putus sampai di situ. Tercatat pernah membentuk Barisan Pemberontakan Indonesia dan Gerakan Persatuan Pancasila untuk melawan Belanda, serta membentuk laskar Gerakan Kesatuan Alap-Alap yang bertugas menyediakan bahan makanan untuk para pejuang saat Agresi Militer Belanda II di Solo ( Desember 1948 ).

Haji Samanhudi telah wafat pada 28 Desember 1956 dan dimakamkan di Desa Banaran, Sukoharjo. Untuk mengenang jasa beliau, Presiden Soekarno memberinya gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1960 serta memberikan hadiah sebuah rumah hasil rancangannya. Jasanya juga masih dikenang oleh warga Sondakan yang menampung koleksi museum dan dokumentasi tentang Samanhudi di Kelurahan Sondakan. Ya tak salah baca, ada museum di kelurahan. Sebelumnya Museum Samanhudi didirikan dan dikelola oleh Yayasan Warna Warni milik Nina Akbar Tanjung di rumah bekas keluarga Samanhudi yang terletak di Laweyan.

bekas Museum Samanhudi
bekas Museum Samanhudi

Sayangnya beberapa tahun kemudian terjadi masalah sengketa tempat sehingga museum ditutup dan koleksi dipindah ke Kelurahan Sondakan dan beberapa dipajang di salah satu boutique hotel milik Bu Nina yang bernama Roemahkoe. Kini pengunjung yang tertarik mengenal lebih dekat sosok Samanhudi bisa mengunjungi Museum Samanhudi di Kelurahan Sondakan untuk membaca sejarah dan kiprahnya di dunia perdagangan serta politik lengkap dengan dokumentasi milik keluarga.

Tahun 2014 lalu, untuk ke-empat kalinya warga Sondakan mengadakan Napak Tilas Samanhudi dengan maksud mengenang dan mengingatkan kembali jasa-jasa Haji Samanhudi kepada generasi muda. Event berlangsung selama tiga hari, hari pertama ziarah ke makam Samanhudi, kemudian sarasehan di hari kedua, diakhiri dengan kirab di hari terakhir.

Gunungan diarak, perwakilan dari setiap RT dan RW yang berkreasi dengan batik, potrait Samanhudi dibawa keliling kelurahan Sondakan dan Laweyan. Itulah kemeriahan Napak Tilas Samanhudi yang diadakan oleh Kelurahan Sondakan. Sayangnya belum memiliki kepastian tanggal penyelenggaraan setiap tahunnya sehingga menyulitkan wisatawan yang tertarik menghadirinya.

( INFO: Napak Tilas Samanhudi 2015 diadakan tanggal 21- 23 Agustus 2015 )

Rasanya tak ada kata-kata lain selain mengucapkan terima kasih atas jasa-jasa para pahlawan nasional yang mungkin asing di telinga. Rasanya sudah saatnya mengenal pahlawan dari daerah asalmu, terdengar sepele tapi penting. Sekali lagi bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya ( bukan pahlawan dadakan buatan media yang memenuhi rak di toko buku ). 😉

Jadi siapa pahlawan nasional di daerahmu?
Ceritakan secara singkat jasa mereka terhadap daerahmu?


GIVEAWAY time… Untuk menyambut #RI70 dan saya lagi berbaik hati bagi rejeki. Seperti kata orang bijak, berbagi bikin hepi hehe. Jadi ada dua buah buku berjudul “Catatan Seorang Demonstran” – Soe Hok Gie terbitan LP3ES ( stttt plus souvenir dari Timor ) untuk dua orang pemenang. Mau? Mau?

Catatan Seorang Demonstran - Soe Hok Gie
Catatan Seorang Demonstran – Soe Hok Gie

Bagi yang tertarik ikut GIVEAWAY, caranya cukup jawab pertanyaan tentang pahlawan nasional di atas dengan cara menulisnya di kolom komentar. Jangan lupa lengkapi dengan nama, akun media sosial ( Twitter atau FB ) atau alamat email jika tidak punya media sosial. Jawaban paling lambat diterima s/d 21 Agustus 2015.
Pengumuman akan dilakukan setelah deadline.
Jadi tunggu apa lagi? Good luck guys. 😉

GIVEAWAY CLOSED! The winner goes to –> @sandyituBT & @adieriyanto. Congrats! 😀

42 Comments Add yours

  1. Dian Rustya says:

    ISI LAGI 😆

    Nama : Dian
    Twitter : @awardeean

    ((Gara2 pengin ikut giveaway ini, jadi nanya2 Mbah Kung soal pahlawan nasional dari Tuban dan ada! Seumur-umur jadi orang Tuban dan tinggal di Tuban, beneran ga pernah nyangka kalau nama jalan yang di dekat rumah itu diambil dari nama pahlawan nasional (yang merupakan putra daerah). Dan menurut cerita Mbah Kung, rumah pahlawan ini juga tidak jauh dari rumah kami. *Kemana aja mbak?*))

    Ternyata, Jenderal Basuki Rahmat adalah pahlawan nasional dari Tuban. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada Kabinet pertama Suharto (Sejak Maret 1966). Selain itu, bersama dengan Amir Machmud dan M. Yusuf, beliau menjadi saksi penandatanganan Supersemar dokumen serah terima kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.

    1. Terima kasih sudah berbagi, mbak Dian. Sempat intip sejarah Basuki Rahmat. Menarik! Warga Tuban kudu bangga dengan jasa beliau. 😉

  2. Evi says:

    Ah kalau dari daerahku gampang Kak, banyak benar oranng Minang yg dinobatkan sbg pahlawan nasional. Tiga yang yang sangat terkenal nih ya: Muhammad Hatta, H Rasuna Said, dan Tan Malaka 🙂

    1. Ternyata banyak sekali, orang Minang mesti bangga dengan jasa-jasa mereka 😉

  3. cakoyong says:

    Nama: Cak Oyong
    Twitter: @cakoyong

    Pahlawan Jember kuwi yo Letkol Moch Sroedji Lim 🙂 Persis seperti yang pernah tak sampaikan lek aku wis tahu nulis tentang beliau. monggo sekalian berkunjung nang blogku 😀

    “Berkat buah tangan Irma Devita, saya yang sekarang telah tinggal di Jember akhirnya mengetahui sosok Pejuang Letkol Moch Sroedji. Beliau lahir pada tanggal 1 Februari 1915 di Dusun Kauman Kecamatan Gurah Kediri dan menempuh pendidikan HIS dan Sekolah Pertukangan juga di Kediri. Orangtuanya adalah Haji Hasan dan Hj.Amni yang merupakan keluarga pedagang.”

    http://cakoyong.com/sang-patriot-sejati.html

    1. Salut dengan mbak Irma Devita yang mengangkat kembali sosok Letkol Moch Sroedji dan menggugah hati petinggi negara untuk menjadikan beliau sebagai Pahlawan Nasional. Terima kasih sudah berbagi, cak 🙂

  4. nama : pramestya
    Twitter : @p_ambangsari
    email : pramestya23@gmail.com

    Bambang Sugeng. Beliau pernah memimpin pasukan TKR pada saat Agresi Militer I dan Agresi Militer II. Selain itu ia juga terlibat dalam perencanaan Serangan Umum 1 Maret
    1949. Beliau bersama bapak Sumono seorang TNI juga adalah orang yang mengibarkan bendera Merah Putih di saat detik detik Proklamasi tanggal 17 Agustus 1045 di alun alun Temanggung, yang saat ini merupakan pusat pemerintahan wilayah
    Temanggung.
    sumber : banyak sumber 😀

    1. Terima kasih sudah berbagi kisah tentang Bambang Sugeng, Tya. Jadi tahu tentang sejarah beliau. Ikut penasaran dan menemukan sumber yg mengatakan bahwa beliau juga pernah diutus sebagai Duta Besar Indonesia di beberapa negara. Keren!

    2. iya mas, itu hebat bgt. Aku juga minat pgn jadi dubes dibnyk negara terutama jepang :v

      Beliau sangat berjasa, masyarakat juga tahu itu, hingga membuat monumen bernamakan Monumen Bambang Sugeng. Hanya saja mereka (masy. sekitar) kurang menghormati, dibuktikan pada monumen tersebut kurang terawat.

  5. Kalau dari Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin ada : Pangeran Antasari (yang wajahnya berada di balik uang Rp.2000,-), kemudian Brigjen Hasan Basri, dan masih banyak lainnya.

    Brigjen Hasan Basri ini dulunya pernah ditawari Belanda/Jepang agar Kalimantan melepas diri dari Indonesia, dan menjadi Negara yang kaya. Karena Kalimantan adalah pulau terbesar dan sangat kaya dengan SDA-nya. Namun Hasan Basri menolak tawaran tersebut dan memilih untuk tetap memperjuangkan Indonesia.
    Makam Brigjen Hasan Basri tidak berada di Taman Makan Pahlawan besar yang terletak di Landasan Ulin, Banjarbaru. Tetapi berada tepat di sebuah Bundaran jalan raya Landasan Ulin, Banjarbaru. Namun dibangun dengan cukup megah, lengkap dengan taman dan area parkir untuk peziarah yang berada di tengah-tengah bundaran. Di depannya juga diletakkan sebuah mobil Tank tempur dan senjata mesin.
    Tapi kenapa makam pahlawan besar di tengah-tengah bundaran jalan raya? Mungkin hal ini dimaksudkan untuk mengingat jasa beliau..dan setiap kendaraan yang melintasi bundaran ini dari Banjarbaru dipastikan selalu melihat slogan dari Pangeran Antasari yang selalu di elu-elukan masyarakat Kal-sel; “HARAM MANYARAH LAWAN WALANDA, WAJA SAMPAI KAPUTING”
    Yang artinya ; Haram hukumnya menyerah dengan belanda, terbuat dari baja dari pangkal sampai keujungnya, berjuang sampai titik darah penghabisan.

    Sandy
    @sandyituBT

    1. Terima kasih sudah berbagi kisah tentang Brigjen Hasan Basry, Sandy. 🙂
      Dari komentar ini saya jadi ingat pernah ke bekas Kampus Perjuangan di Kandangan. Di situ tertulis prasasti tentang Karang Jawa yg menyebutkan nama Brigjen Hasan Basry, pahlawan Kalimantan Selatan. 🙂

  6. Adie Riyanto says:

    Banyak yang tidak tahu kalau dr. Sutomo, pendiri dan penggagas berdirinya organisasi modern pertama di Indonesia, Budi Utomo (BU), itu lahir di desa Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur. Banyak referensi sejarah yang malah menyebutnya berasal dari Surabaya. Mungkin karena Nganjuk itu kota kecil dan jarang disebut dalam percaturan politik dan pemerintahan tanah air.

    Kelahiran BU sebagai perhimpunan nasional Indonesia bertujuan untuk kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.

    Untuk menghargai jasa beliau, pemerintah merombak rumahnya untuk dijadikan museum. Sebuah patung didirikan di depan bangunan museum. Tempat ini asri, sejuk, dan halamannya rindang. Posisinya menghadap Gunung Wilis. Terbayang dulu betapa bagusnya panoroma pegunungan dilihat dari beranda rumah dr. Sutomo sebelum banyak berdiri pemukiman penduduk.

    Saat mudik lebaran atau ada kesempatan cuti pulang, saya kerap main ke petilasan rumahnya yang sekarang dijadikan ‘museum’ sederhana. Sepertinya, filosofi tujuan berdirinya BU juga dilandasi oleh keadaan sekitar rumah dr. Sutomo, di mana sekarang ada sekolah, sawah yang membentang, peternakan, dan pabrik gula (sudah tutup). Karena bentuk rumah joglo petilasan rumah dr. Sutomo ini sejuk, tak jarang bagian yang dulu merupakan pendopo, sering digunakan oleh para siswa yang sekolah di dekat museum dan pengunjung (seperti saya) untuk ngadem. Karena terletak di desa, jalan di depannya sering digunakan oleh warga setempat sebagai tempat menjemur gabah.

    Tidak seperti saat saya masih kecil, di mana sering sekali diajak jalan-jalan sama bapak ke lokasi petilsan sejarah seperti rumah dr. Sutomo ini sehingga terinspirasi untuk bercita-cita menjadi dokter, anak-anak muda saat ini ingin jadi dokter karena profesi tersebut dipandang ‘wah’ sekali dan bisa bikin … maaf … cepat dapat duit. Yaudah lah ya, namanya juga cita-cita dan jalan hidup orang masing-masing. Setidaknya, semoga tetap dilandasi untuk membantu sesama. Berkaca dengan keadaan saat ini, sepertinya agak susah ‘menemukan’ sosok visioner yang namanya layak dijadikan nama jalan protokol di berbagai kota karena jasa-jasanya membangun nilai-nilai kemanusian dan kebangsaan manusia Indonesia.

    Adie Riyanto
    @adiriyanto

    1. Adie Riyanto says:

      eh, twitternya @adieriyanto, typo nih, kurang ‘e’. Buat pembaca blog Jejak Bocah Ilang, jangan lupa follow akoooh ya 😉

    2. Apa pemicu dianggap kelahiran Surabaya karena nama dr Soetomo ( Budi Utomo ) keliru dianggap Sutomo ( pahlawan 10 November Surabaya ) kali ya? Berkat komentar panjangmu jadi tahu kondisi petilasan beliau yang sudah jadi Museum dr Soetomo. Nice share, Adie 😉

  7. mawi wijna says:

    Pas aku baca artikelmu ini yang menyinggung2 Sarekat Dagang Islam, kok aku malah jadi keinget sama artikelmu yg “See You Again Blusukan Solo” itu ya Lim?

    Perkumpulan yang mendulang banyak anggota lantas kerap berpindah haluan dari tujuannya semula. Ironis banget nggak sih setelah disusupi intrik politik, semua menjadi tak sama seperti sedia kala. Kalau untuk kasusnya Sarekat Dagang Islam ini malah akhir2nya terpapar pengaruh paham komunisme.

    Kalau ada orang yang dicap pahlawan kemudian berurusan dengan hal-hal berbau politik, kok aku merasa makna dari kepahlawanannya jadi memudar ya Lim?

    1. Sejarah perpecahan SDI sengaja nggak kutulis panjang lebar di sini, biar mencari tahu sendiri hehe. Dulu di Solo sendiri terutama Laweyan muncul dua kubu putih dan merah, dan bisa ditebak banyak korban berjatuhan pada tahun 1965. Masa yg kelam… Disangkut pautkan dengan masalah komunitas betul pada akhirnya banyak yg tergoda oleh hal duniawi, nggak salah sih dengan alasan bertahan hidup tp terkadang manusianya kebablasan dan nggak sadar sudah serakah 😉

  8. Marfa says:

    Jenderal Gatot Soebroto yang salah satu pejuang militer dalam merebut kemerdekaan dan Jenderal Soedirman yang sakit paru-paru tapi tetap berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, semangat juang mereka harus ditiru! 🙂

    Twitter : @umimarfa

    1. Terima kasih sudah berbagi tentang Gatot Soebroto, mbak Marfa 🙂

  9. Avant Garde says:

    sampai saat ini, baru 1 orang pahlawan di Jambi yang dianugerahi gelar pahlawan nasional, beliau adalah Sultan Thaha (dibaca Toha), gelar lengkapnya adalah Sultan Raden Thaha Syaifuddin Jayodiningrat, seorang raja kerajaan Melayu Jambi. Yups..ada sedikit nama Jawa karena Jambi dulu pernah merupakan koloni dari kesultanan Mataram 🙂

    beliau memimpin pertempuran gerilya antara rakyat provinsi Jambi melawan Belanda selama 1855 hingga 1904. selama pertempuran beliau dan pasukannya berpindah-pindah hingga akhirnya gugur ditembak Belanda di Tebo dan dimakamkan disana.

    sisa-sisa sejarah Sultan Thaha yang tersisa hanyalah makamnya di Muara Tebo, sekitar 5 jam dari kota Jambi. Sedangkan istananya yang dulu dibakar Belanda sekarang sudah menjadi Masjid Al Falah (masjid 1000 tiang).

    Di Jambi, namanya diabadikan menjadi nama bandara, nama kampus IAIN, dan nama jalan di berbagai kota di provinsi Jambi.. Yuk ke Jambi 🙂 Merdeka!!!!

    Isna Nugraha Putra
    fb / twit : isnasaragih / @isna_saragih
    #RI70

    1. Wahh sayang ya istana bukti masa kejayaannya dibakar Belanda sehingga tidak bisa diperlihatkan oleh generasi penerus. Nice share dan terima kasih sudah berbagi, mas Isna. Jadi tahu tentang Sultan Thaha yang namanya sudah diabadikan sebagai nama bandar udara di Jambi. 🙂

    2. Avant Garde says:

      yups mas… saking marahnya belanda sama sultan jambi 🙂

  10. Nama: Melly
    Twitter : @melfeyadin

    Gara2 giveaway ini sy baca2 lagi sejarah Kota Bogor.
    Klo yg pernah ke Bogor pasti tau yang namanya Kapten Muslihat, karena namanya ini diabadikan mejadi salah satu nama jalan utama di Kota Bogor.
    lengkapnya Kapten Tubagus Muslihat, lahir tgl 26 Oktober 1926 di Pandeglang.
    Kapten Muslihat terdaftar sebagai anggota PETA dibawah komando Jepang.

    Setelah Jepang dinyatakan kalah oleh sekutu, Kapten Muslihat aktif di BKR (Badan keamanan Rakyat) dan menjadi petugas keamanan menjaga Kota Bogor dr serangan musuh, dan mengambil alih kembali kantor dan perusahaan dari pemerintahan Jepang untuk jd milik Indonesia, sikap inilah yang menjadikan Kapten Muslihat menjadi pahlawan kota Bogor.

    Ia gugur setelah berjuang melawan Tentara Inggris dalam sebuah pertempuran pada tgl 25 Desember 1945 (dr berbagai sumber)

    1. Meski Tubagus Muslihat merupakan keturunan ningrat, beliau mau bertempur melawan penjajah dalam memperjuangkan kemerdekaan. Warga Bogor kudu bangga dengannya. Terima kasih sudah berbagi tentang Tubagus Muslihat, mbak Mel. Btw jadi pingin kunjungi patung dan telusuri sejarahnya saat main ke Bogor nih hehehe

  11. Hamid Anwar says:

    Mayor Soeyoto

    Lim, pernah lewat pertigaan Lemahbang Ungaran alias pertigaan menuju Bandungan dari Jl. Raya Semarang-Bawen? Disana ada sebuah monumen perjuangan. Dikisahkan bahwa saat itu ada rencana penyarangan terhadap tentara pejuang di Magelang oleh sekelompok NICA yang datang dari Semarang. Mayor Soeyoto yang saat itu menjadi komandan prajurit dari daerah Temanggung mendengar kabar itu. Akhirnya ia dan pasukannya menghadang prajurit NICA di tengah jalan yaitu dikawasan Lemahbang tersebut.

    Akhirnya pecahlah pertempuran yang sengit dan seru disana. Mayor Soeyoto pun menjadi salah satu yang gugur ditempat tersebut. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, nama Lemahbang berasal dari kondisi saat peperangan tersebut dimana tanah tergenang oleh leleran darah sehingga disebut lemah abang.

    Untuk menghargai jasa Mayor Soeyoto dan pasukannya yang telah gugur membela tanah air, maka didirikan Monumen Perjuangan. Dan sejak tahun 2013, nama Mayor Soeyoto diresmikan sebagai nama jalan sepanjang Lemahbang – Bandungan. Usulan ini waktu itu dari kantor saya 😀

    Hamid Anwar

    @hamidanwar1989

    1. Terima kasih sudah berbagi kisah Mayor Soeyoto, Hamid 😉

  12. Alid Abdul says:

    Nama: Alid Abdul
    Twitter: @alidabdul

    Pahlawam dari Jombang tentu saja Alid Abdul, orangnya ganteng, sombong, dan ramah lingkungan 🙂

    1. !!!! *klik spam* 😛

  13. Twitter: @geretkoper

    huweee :(( aku ga tau siapa pahlawan dari daerah akuu, aku lahir dan besar di Depok hahahaha tapi ga tau apa-apa ttg kota Depok =,=

    HIDUP Depok *laaah

    1. Yahh padahal ada istilah Depok yg identik dengan nama pahlawannya dan namanya sudah diabadikan sebagai nama jalan loh, Mei. #kode 🙂

  14. dansapar.com says:

    Pahlawan dari klaten: simbok dan bapakku
    *sungkem*

    😀

    1. Salam CLA-X from Indonesia to Soton 😛

  15. Gara says:

    Pahlawan Nasional? Dari Lombok? Kalau dari Bali saya bisa sebut Untung Surapati, Ngurah Rai, dan I Gusti Ketut Jelantik tapi kalau dari Lombok… kok saya belum menemukan, ya Mas :hehe :peace.
    Tapi kalau soal pahlawan dari tanah kelahiran, bagi saya ada dua. Anak Agung Made Karangasem dan Anak Agung Ayu Praba. Kisah mereka berdua bertalian erat dengan ekspedisi Belanda di Lombok (yang sekarang masih sedang saya tulis dan semoga bisa rilis dalam waktu dekat *umpan supaya postingan dibaca :haha*) dan meski mereka berdua berakhir tragis, yang penting adalah saya bisa meneladani patriotisme dan semangat mereka melindungi tanah kelahiran. Bagi saya mereka pahlawannya :hehe *kabur*.

    1. Saking penasaran trus gugling dan nemu sebuah nama ulama di Lombok. Hayooo hehehe. Btw sebutin pahlawan di daerah domisili yang sekarang juga bisa kok, Gara. Ndak apalah next kalau ada giveaway lagi harus ikutan ya, harus #maksa hahaha.

      Ditunggu kisah Anak Agung Made Karangasem dan Anak Agung Ayu Praba-nya biar banyak orang tahu bahwa Lombok juga ada kisah perjuangan melawan Belanda seperti halnya Bali 😉

    2. Gara says:

      Oh, ZAM? Belum jadi pahlawan nasional beliau setahuku, Mas. Beliau memang terkenal dengan istilah Tuan Guru Pancor yang sakti mandraguna cuma sekarang beliau memang sedang diperjuangkan sebagai pahlawan nasional. Cucunya sekarang adalah Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang.
      Jakarta mah banyaaak :haha.

  16. fenty indrastuti says:

    Banyak pahlawan nasional berasal dari yogyakarta, tapi saya paling berkesan dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi dimasa penjajahan belanda. Selain itu berkat ilmunya, beliau mendirikan sekolah taman siswa yang kemudian mempelopori berkembangnya sekolah-sekolah lain. Kalau kita sering memperingati tanggal 2 mei sebagai hari pendidikan nasinal, itu berarti kita sedang mengenang jasa beliau dibidang pendidikan. Semboyan beliau “tut wuri handayani” juga dijadikan sebagai semboyan pendidikan di tanah air tercinta ini. Hidup pendidikan !!!!! 🙂

    1. fenty indrastuti says:

      Fenty indrastuti

      Twitter : @FenteeIndra
      FB : fenty indrastuti

      Wish me luck 🙂

    2. Ki Hajar Dewantara salah satu keturunan Paku Alaman yg berperan besar dalam memajukan pendidikan Indonesia. Terima kasih sudah berbagi kisah beliau, Fenty 🙂

  17. Nama: Muhammad Akbar
    Twitter : @indonesianholic

    Jika ngomongin pahlawan dari sulawesi selatan sebenarnya tidak bisa dihitung jumlahnya, karena semua orang yang rela berkorban demi indonesia merdeka adalah pahlawan.
    Kalau Pahlawan Nasional dari Makassar, saya mengidolakan sosok Sultan Hasanuddin, beliau adalah raja ke-16 Kerajaan Gowa Tallo, diangkat menjadi raja ketika usianya masih 24 tahun (1665)

    VOC atau belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan Hasanuddin berhasil menaklukkan kapal perang belanda dan memenangkan perang karena memang pada saat itu armada laut perang kerajaan Gowa lagi kuat-kuatnya

    Tapi taktik dari belanda, membuat perselisihan antara kerajaan bone dan kerajaan gowa bertikai, hingga lahirlah sebuah perjanjian bongaya yalng mana isinya lebih banyak menguntungkan kolonial belanda dan perlahan membuat kekuasan sultan hasanuddin mundur dari tahta raja.

    Berkat jasa-jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Bandara Sultan Hasanuddin, ada juga Lapangan Hasanuddin dan beberapa namanjalan yang tersebar di setiap kabupaten di Sulawesi selatan.

    1. Perjuangan Sultan Hasanuddin dalam melawan Belanda sungguh hebat, tak heran Sulawesi Selatan bangga dengan sosoknya. Terima kasih Akbar 🙂

  18. mysukmana says:

    INI tadi pagi y Mas..

    1. Foto-foto di sini adalah NTS tahun lalu. Setahu saya tahun ini kirabnya mulai sore tadi ( 23/08/15 ). Sempat nonton? 😀

    2. mysukmana says:

      tadi sore saya malah hunting foto ke waduk cengklik mas..jadi gak nonton heheh :), iya kemarin sama sekarang mas acara samanhudinya

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.