Cinta Mereka Tertambat di PEKALONGAN

Saat mendengar nama Pekalongan yang terletak di Jawa Tengah bagian utara, banyak orang langsung mengaitkannya dengan Batik Pekalongan. Ragam motif khas pesisir yang dijual di tiap kampung batik sudah menjadi magnet yang mampu menarik perhatian para pemburu batik. Tentu tiap kota punya kelebihan dan kekurangan. Boleh dibilang wisata alam di sana justru kurang memikat dan kalah saing dengan kota dan kabupaten sebelah.

Tapi bukan berarti Kota Pekalongan tidak menarik dikunjungi oleh para pejalan yang tidak tertarik dengan wisata kampung batik. Pada Familiarization Trip bareng media dan blogger yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Tengah bulan April lalu, saya berkesempatan melihat secara langsung beberapa luapan cinta yang tersebar di Kota Pekalongan. Kota ini seolah kota yang tiap sudutnya dipenuhi dengan cinta.

Bukan Cinta-nya Rangga yang begitu deh, melainkan rasa cinta dan kebanggaan warga Pekalongan terhadap kotanya sendiri. Berkat kecintaan dan kerja keras untuk tetap berkreasi dengan apa yang sudah dimiliki, Pekalongan berhasil masuk dalam kategori Crafts & Folk Arts di UNESCO Creatives Cities Network bergabung dengan 27 kota dari 18 negara yang lain ( sumber : di sini ). Keren kan?


ragam batik di Rumah Batik Larissa - Pesindon
ragam batik di Rumah Batik Larissa – Pesindon

Kampung Batik Pesindon yang terletak di Jalan Hayam Wuruk, Pekalongan menjadi salah satu tujuan dari #FamTripJateng. Sepintas kampung ini terlihat mirip dengan kampung-kampung batik dengan jajaran showroom yang sering saya lihat di Kota Solo. Setelah diamati lebih teliti, ternyata banyak perbedaan motif kain batik yang dipajang di etalase tokonya. Batik Pekalongan khususnya Pesindon merupakan perpaduan motif pesisiran dan sogan ( motif keraton Solo dan Yogya ). Kampung batik yang baru diresmikan sejak tahun 2011 tersebut memiliki lebih dari 30 gerai batik, salah satunya adalah Rumah Batik Larissa yang didirikan oleh Pak Eddywan dan istri.

Pak Eddy selaku pemilik Rumah Batik Larissa menyambut kedatangan kami dan bercerita tentang kecintaannya terhadap batik dan institusi bisnis dalam mengembangkan pangsa pasar batiknya hingga ke luar kota. Beliau mulai mendirikan tempat usaha bernama “Larissa” yang penamaannya diambil dari nama anaknya sejak tahun ’90-an di kampung Pesindon. Untuk menyiasati persaingan bisnis batik yang ada di Pekalongan, beliau fokus pada batik kain sutra yang dijual mulai dari 500 ribu hingga jutaan rupiah tergantung permintaan motif dan bahan.

Tentu usaha Pak Eddy tidak bisa berjalan dengan sukses tanpa diimbangi oleh hasil kerja para pengrajin yang setiap harinya mengisi ruang workshop di belakang toko. Ada puluhan pengrajin batik yang berkerja mulai pagi hingga sore dan memberikan karya terbaiknya lewat goresan malam yang terlukis di atas kain mori. Tanpa loyalitas para pengrajin dan kecintaan pemilik terhadap batik Pekalongan, mungkin industri ini sudah lama sirna dari Nusantara.


Pekalongan Mangrove Park
Pekalongan Mangrove Park

Kesadaran akan ekowisata dan manfaat hutan bakau guna penyelamatan pantai dari ancaman abrasi membuat Pemerintah Kota Pekalongan mengembangkan lahan lebih dari enam hektar untuk proyek Pekalongan Mangrove Park ( PMP ). Bekas tambak udang yang terletak di belakang Krematorium Kelurahan Kandang Panjang tersebut sudah terbuka untuk umum meski hingga kini baru sepertiga bagian yang selesai dibangun.

Pengunjung bisa masuk ke sebuah gedung Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove yang sudah diresmikan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2013 silam. Dijelaskan manfaat buahnya yang bisa dimanfaatkan sebagai sirup hingga sabun cair untuk kebutuhan sehari-hari. Gardu pandang dan mangrove’s track pun sudah disiapkan guna mendongkrak pariwisata Kota Pekalongan khususnya ekowisata.

Selain itu pengunjung juga bisa menyewa perahu sederhana bertenaga mesin seperti yang saya dan rombongan #FamTripJateng naiki. Dengan membayar tiket sebesar sepuluh ribu rupiah perorang, kami diajak mengelilingi area lahan bakau selama setengah jam. Melewati Pulau Cinta… Iya nggak salah baca, ada gundukan tanaman bakau yang dinamai demikian.

Kemudian melewati Lorong Cinta! Nggak salah baca lagi, sungai yang ditumbuhi bakau di sisi kanan-kiri sengaja dibuat lengkungan yang semakin menyempit. Memungkinkan sepasang kekasih yang sedang dimadu cinta dengan mudahnya mepet dan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitian.
Itulah kenapa dinamakan Lorong Cinta #yakale. 😛


ragam etnis yang bersatu lewat seni musik
ragam etnis yang bersatu lewat seni musik
Habib Muhammad memberikan penjelasan tentang misi sanggar
Habib Muhammad memberikan penjelasan tentang misi sanggar

Last but not least, sebuah sanggar seni yang awalnya merupakan majelis dzikir menjadi penemuan cinta berikutnya. Keunikan sanggar ini adalah menyatukan Tari Sufi dengan iringan gending Jawa. Emang bisa? Sanggar Cahyo Kedaton di Kota Pekalongan buktinya. Sanggar Cahyo Kedaton yang beralamatkan di Jalan Progo IV ( sebelah Yayasan Majlis Zikir Kraton ) tidak lagi berkumpul untuk sekedar mengadakan pengajian dan melakukan pendalaman spiritual lewat Tari Sufi atau Sufi Whirling Dervish.

Sejak tahun 2009 hingga sekarang, sebanyak 35 anggota yang diketuai oleh mas Habib Muhammad mulai belajar kesenian Jawa dari salah seorang ahli karawitan bernama Sudarsono. Mas Habib Muhammad sendiri merupakan warga Pekalongan keturunan Arab yang justru memiliki ketertarikan terhadap budaya Jawa khususnya gamelan. Anggota yang lain pun datang dari ragam etnis atau sering disebutnya sebagai ARJATI – Arab Jawa Tionghoa. 😀

Saat mereka mulai memainkan lagu berjudul “Batik Pekalongan”, bulu kuduk saya sudah merinding. Apalagi saat melihat Tari Sufi untuk pertama kali dengan iringan gending Jawa. Penari berputar tanpa henti semenjak bonang diketuk, gerakan kaki tidak gontai apalagi berbicara ngalor-ngilur karena mereka bukan kesurupan melainkan bisa memusatkan pikiran dan luapan rasa cinta terhadap yang dilakukan. Ini AMAZING banget! Tak salah jika semangat yang mereka kobarkan kemudian dilirik oleh Dishubbudpar Pekalongan dan mendaftarkan mereka ke beberapa lomba seni bertaraf nasional.

Memiliki nama yang semakin besar dan terkenal tidak membuat Sanggar Cahyo Kedaton menjadi sombong dan tertutup terhadap siapa saja yang ingin bergabung dengan mereka. Justru masih berpegang teguh dengan misi awal menerima orang baru guna mendorong anak muda agar punya moralitas, rajin beribadah dan belajar dzikir.

Jika penasaran dengan kecintaan Sanggar Cahyo Kedaton terhadap seni musik Jawa atau mungkin ingin ikut belajar bersama mereka, bisa singgah sejenak saat mereka berlatih tiap Selasa malam sebelum pukul 22.00 WIB. 😉

to be continued…
________

Note : Say thank u boeat @VisitJawaTengah sudah mengenalkan potensi wisata Jawa Tengah bagian Utara yang penuh cerita. Terima kasih juga untuk kawan-kawan asyik selama #FamTripJateng.

34 Comments Add yours

  1. Salman Faris says:

    mampirlah ke Pemalang, ada pantai widuri, ada kuliner yang khas hehehe

    1. Sudah mampir ke Widuri dan sempat main di Widuri Water Park, Salman 😀
      Cuma kurang eksplore kulinernya nih, mungkin lain waktu kudu balik ke sana lagi 😀

  2. Sriyono Suke says:

    Di pekalongan nginepnya hotel Namira, namanya seperti, ah sudahlah…

    1. Namanya seperti apa, mas Suke? bintang film? atau mengingatkan kembali nama mantan? #ehh 😛

  3. Yasir Yafiat says:

    Aku tertarik dengan Gallery Batik dan Mangrove Parknya. Kayaknya seru tuh bang naik perahu karet di lorong cinta.

    1. Sayangnya itu bukan perahu karet, alasnya dari pelampung semacam drum plastik hihihi. Tapi sudah aman untuk dinaiki kok. Air di tengah hutan bakaunya juga dangkal 🙂

  4. imamalavi says:

    cintaku bener-bener tertambat disanaaa,pekalongan kereeen pokoknyaa haha

    1. Cieee cieee yang jatuh cinta ama Pekalongan, eh atau jangan-jangan ada cinlok ama cilok di Pekalongan? Hahaha

    2. imamalavi says:

      waduh cilok hahaha

  5. Bunda Unie says:

    Wah aku yang tinggal di pekalongan 4 tahun belum pernah ke mangrove park, kayaknya asik ya kudu ngexplore nih 😉 moga” liburan sekolah bocah bisa kesana ..

    1. Pekalongan Mangrove Park mengedukasi banget padahal baru 1/3 bagian yang sudah jadi. Kalau sudah seluruhnya jadi bisa lebih keren lagi 🙂
      Ditunggu tulisan serunya pas liburan ke sana, kak 😀

  6. iya ternyata mangrovenya dangkal padahal dakuw sudah pakai pelampung maksimal haha

    1. Hahaha kalo sampai nggak sengaja kecemplung masih bisa berdiri kok, kecuali kalao udah keburu panik dikira airnya dalam 😀

  7. liat foto sampeyan jadi kangen ama suasana daerah jawa tengah.

    gag kayak di Ibu Kota 😦

    1. Makanya tinggal di kota kecil aja, biar nggak menua dengan cepat karena terlalu stress akibat tingkat kemacetan yang tinggi, ama kulit nggak gampang keriput karena minim polusi udara. Eh tapi kalo manusia nggak menua kasian mbak sales yg jualan cream anti-aging yah 😛

  8. imambepe says:

    simbah saya di Pekalongan, tapi klo kesana malah bingung mau maen kemana kecuali kerumah saudara dan supermarket yang ada disana. makasih infonya mas, tertarik nih ke mangrove park disana.

    1. Mangrove Pekalongan Park sudah dibuka untuk umum meski belum semua area selesai pembangunannya. Yuk ramein biar mangrove park nya makin dikenal banyak orang 🙂

    2. imambepe says:

      siap kesana nanti pas mudik lebaran 😀

  9. Gara says:

    Kota-kota Pantura itu mempunyai cerita dan misterinya sendiri, seperti keping-kepingan puzzle! Saya kemarin sedikit membuktikan (meski cuma lewat), bahkan dua kabupaten (atau dua kota) yang bertetangga itu bisa beda banget dari semua segi kotanya :)). Penasaran deh dengan jelajah Pantura :hihi.

    1. Coba melipir ke Rembang dan Lasem, keduanya pernah punya kisah batik yg berjaya di masa lampau. Sayangnya batik di kota Rembang menghilang terganti pelabuhan yg semakin ramai, Lasem justru masih bertahan di tengah kelesuan batik. Itu baru pantura… belum pantai selatan seperti Kebumen, Gombong, Banyumas, Cilacap yg bbrp dijadikan titik pertahanan Belanda, banyak bangunan megah di sekitar kompleks benteng tentunya. 😀

    2. Gara says:

      Jadi ingat, dulu pas main ke Purwokerto saya melihat Batik Banyumasan :)). Sayang sekali, dulu tidak sempat mampir ke benteng dan bangunan megahnya :hehe :peace. Mudah-mudahan dapat waktu dan kesempatan di masa depan :amin.

  10. Ari Azhari says:

    Batik Pekalongan ini memang cenderung warnanya cerah ya, Mas?. Kesannya lebih casual ya dibanding Solo atau Jogja.

    Mas, kain batiknya selembar, Mas…. *siap nampung*

    1. Warna dan hiasan batik Pekalongan memang khas banget, bikin kepingin borong hehe. Selembar cuma dua ratus ribu kaka, dibeli yuk 🙂

  11. Beby says:

    Aku pengen borong kain batik di sana.. Keliatannya cakep-cakep banget 😀

    1. Langsung cus Pekalongan aja 😀 😀

  12. Avant Garde says:

    nggak pening apa yah joget sufi tuh 🙂

    1. Mereka bisa memusatkan pikiran seakan-akan separuh roh keluar dari tubuh, semacam orang lagi tidur gitu 🙂
      Hanya butuh konsentrasi dan fokus aja, mau coba? hehe

    2. Avant Garde says:

      boleh….kalo berhasil dapet es dawet kan? 😀

  13. momtraveler says:

    Suka sama batik Pekalongan tu warnanya yg cerah ceria kaya batik Lasem.
    Dan aku juga penasaran berat sama Taman Mangroove nya itu..pengeenn..

    1. Piknik akhir pekan dari Semarang ke Pekalongan terdengar seru hehe. Kalau ke Pekalongan nitip salam buat Pesindon, mbak 😀

  14. indra pradya says:

    bicara batik adalah bicara identitas negeri. dan saya juga mencintai Batik Pekalongan. baru tahu ada banyak hal seru di Pekalongan selain Batik. thanks Info brother Halim kece.

    1. You’re welcome, Ndra. Semoga bermanfaat pas melipir ke Pekalongan lagi 🙂

  15. Tuan Wijaya says:

    Wahh tahun 2015 rupanya udah maen ke Pekalongan ya 😀
    Duhh saya belom lahir ^^v

    1. Tahun 2015 pernah ikut rangkaian semacam famtrip Pekalongan, wah iya kita belum saling kenal juga ya hahaha. Sekarang sudah kenalan, jadi kalau ke Pekalongan untuk kali-kali berikutnya akan nodong minta dianterin jalan deh. 😛

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.