KeRATONAN – Harta Karun di Tengah Kota SOLO

Bagi pemburu kuliner, Solo mempunyai ragam kuliner tradisional yang mampu memanjakan perut mulai pagi hingga subuh. Bagi pencinta bangunan tua, kota ini memiliki banyak bangunan berarsitektur Jawa kental, indisch, art deco yang malu-malu tapi menawan.

Bagi pemerhati sejarah, hampir semua kampung mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain, entah itu menyangkut keraton, masa lalu seorang saudagar, penggiat seni dan budaya hingga politik. Selalu ada cerita istimewa dari setiap kampung di Kota Solo.

batas kampung
batas kampung

Tak salah jika Blusukan Solo mengusung Keratonan ( Kratonan ) sebagai salah satu destinasi yang keberadaannya layak dikenali dan diperhatikan oleh masyarakat luas terutama warga Solo sendiri. Kratonan merupakan sebuah kampung di luar tembok Keraton Surakarta yang konon ditinggali abdi dalem yang loyal terhadap raja. Letaknya sendiri berada di tengah kota, hampir setiap orang pernah melewati kawasan tersebut. Tapi apakah ada yang menyangka bahwa Kratonan memiliki hidden spot penuh cerita sejarah terkait pra-kemerdekaan dan perkembangan budaya Jawa di Solo? Kampung ini bagai kotak pandora yang menunggu untuk dibuka.

pintu masuk nDalem Kanjengan
pintu masuk nDalem Kanjengan

Pintu seng berwarna hijau di Jalan Gatot Subroto 194 yang setengah terbuka seolah menyambut kedatangan kami. Siapa sangka rumah yang dikenal dengan nama nDalem Kanjengan ini merupakan kediaman keluarga dari drs. KRMH Sosrodiningrat, anak dari Sosrodiningrat IV ( patih Keraton Surakarta sekaligus pendiri Museum Radya Pustaka ). Kebetulan Pak Joni selaku cucu dari drs. Sosrodiningrat bersedia hadir dan memberikan penjelasan tentang kakeknya di #BlusukanKeratonan.

Drs KRMH Sosrodiningrat bisa dikatakan sebagai patih terakhir setelah menggantikan posisi ayahnya sebagai patih di nDalem Kepatihan pada tahun 1915. Sayangnya saat agresi militer Belanda ke-2, nDalem Kepatihan dibumi hanguskan karena dianggap bagian vital dari Keraton Surakarta Hadiningrat yang membahayakan. Hal tersebut membuat beliau dan keluarganya terpaksa keluar dari kompleks Kepatihan dan menempati hunian baru di bilangan Kratonan.

Kanjeng Joni, nara sumber nDalem Kanjengan
Kanjeng Joni, nara sumber nDalem Kanjengan

Lebih mengejutkan lagi ternyata beliau dan kakaknya KRMTA Wuryaningrat bergabung dengan Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, H Agus Salim, Kanjeng Pangeran Ario Suryohamijoyo, dll menjadi bagian dari 67 anggota BPUPKI-PPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ). Setelah mendengar penjelasan singkat dari Pak Joni, kami diajak melihat bekas bangunan inti nDalem Kanjengan.

Nasib nDalem Kanjengan milik drs Sosrodiningrat tidak seperti bekas kediaman kakaknya KRMTA Wuryaningrat, nDalem Wuryaningrat yang sudah difungsikan sebagai gedung resepsi dan Museum Batik oleh Danar Hadi. Bangunan utama nDalem Kanjengan menyisakan pemandangan tembok tanpa tiang penyangga dan atap yang disewakan sebagai tempat jual beli barang bekas. Kini anak cucu drs Sosrodiningrat menempati rumah samping yang masih miliki jendela berpatri yang terawat. ( catatan : KRMTA – Kanjeng Raden Mas Tumenggung Ario; KRMH – Kanjeng Raden Mas Hario )

foto pengrajin batik binaan keluarga Hardo
foto pengrajin batik binaan keluarga Hardo

Setelah menemukan hidden spot pertama, kami beranjak menuju kediaman keluarga salah satu saudagar batik tulis yang terkenal di masanya. Pernah berjaya sebagai pemasok batik tulis berkualitas dengan cap seperti nama pendirinya, yaitu M. Hardo. Kediaman yang terletak di Jalan Madukoro ini sudah dipecah menjadi dua bagian, bangunan utama masih ditinggali keluarganya, sedangkan rumah kedua sudah disewakan sebagai tempat usaha kuliner yang bernama Sego Kalong.

Pagi itu kami kurang beruntung karena tidak bisa memasuki bangunan utama yang masih terjaga keasliannya serta bertemu dengan anak dari alm Hardo. Tapi kami tidak berkecil hati karena masih bisa melihat bukti kejayaan dari batik tulis Hardo berupa papan terbuat dari marmer dan koleksi batik tulis yang dipajang di rumah kedua.

lewat di depan bekas kediaman RM Sayid, penulis Babad Sala
lewat di depan bekas kediaman RM Sayid, penulis Babad Sala

Saat mengeksplore Keratonan, ada harapan besar dari Blusukan Solo untuk bisa masuk nDalem Hadiwijayan yang terletak di kampung Gajahan. Letak yang tidak terlalu jauh dari Kratonan dan keterkaitan dengan obyek selanjutnya menjadi alasannya. Sayangnya pemilik yang sekarang ( Toko Mas Dinar, Coyudan ) tidak memberi izin masuk dengan alasan kurang masuk di akal yang tidak akan saya tulis di sini. Hanya dia, Blusukan Solo dan saya yang tahu. #halah

nDalem Hadiwijayan merupakan bekas kediaman KGPH Hadiwijaya, salah satu putra dari Pakubuwono X yang terkenal dengan kepeduliannya terhadap budaya dan ilmu pengetahuan. Pangeran Hadiwijaya merupakan lulusan Universitas Leiden dan penari sekaligus pelestari tarian Jawa Klasik yang disegani di Solo. Meski sudah dinyatakan sebagai cagar budaya oleh pemerintah, bekas sekolah Universitas Saraswati atau cikal bakal UNS – Universitas Negeri Sebelas Maret ini sudah tidak utuh lagi.

nDalem Hadiwijayan yang memprihatinkan
nDalem Hadiwijayan yang memprihatinkan

Tembok sisi timur sempat dijadikan tempat pembuangan sampah sementara, pendopo sudah dirobohkan, halaman dipenuhi tanaman liar, bekas ruang-ruang fakultas kedokteran mungkin bernasib lebih buruk lagi. Hanya bisa mengelus dada melihat ketidakpedulian pihak swasta yang memutuskan membeli bangunan bersejarah tinggi tanpa ada usaha merawatnya.

gerbang nDalem Joyokusuman
gerbang nDalem Joyokusuman

Keprihatinan dialihkan ke tujuan berikutnya yang membuat semua orang berdecak kagum. Apa lagi kalau bukan nDalem Joyokusuman yang terletak tak jauh dari nDalem Hadiwijayan. nDalem Joyokusuman merupakan bekas kediaman GPH Jayakusuma, putra dari Pakubuwono X yang pernah menyelesaikan pendidikan hukum dan mendapatkan gelar master di negeri Belanda.

Tempat ini sempat menjadi sebuah cafe di awal tahun 2000-an dan mengalami restorasi besar-besaran setelah pindah pemilik ( mantan KaBulog Widjanarko Puspojo ) yang masih mempertahankan bentuk aslinya. Apesnya tak lama kemudian si pemilik terjerat kasus korupsi, sehingga rumah yang dibangun sejak tahun 1849 tersebut berstatus sengketa. Setelah heboh muncul di acara kurang masuk akal yang mengumbar kisah mistis dan orang yang dipaksa “kesurupan”, ndalem pangeran tersebut mendadak jadi terkenal dan membuat banyak orang penasaran ingin melihatnya termasuk pemerintah Kota Solo sendiri.

Lepas dari acara kurang mendidik tersebut, nDalem Joyokusuman memiliki taman indah yang sangat luas, ndalem berarsitektur limasan Jawa yang kental, jajaran pohon-pohon tua yang rindang, kolam ikan yang menenangkan hati. Sungguh mirip istana kecil di luar tembok keraton. Meski sudah diambil alih oleh pemerintah kota, rumah ini masih belum mendapat perawatan yang semestinya. Atap dan langitan mulai ambrol perlahan karena pengaruh cuaca, cat dinding mengelupas, serta saka guru yang sewaktu-waktu bisa rusak akibat rembesan air hujan.

koleksi di nDalem Hardjonegaran
koleksi di nDalem Hardjonegaran
Pak Soewarno dan Bu Supiyah menyambut BlusukanSolo
Pak Soewarno dan Bu Supiyah menyambut BlusukanSolo

Muncul perasaan bangga dan senang saat menemukan bangunan kuno yang masih dipelihara dan dijaga sepenuh hati oleh pemiliknya. Sama seperti nDalem Hardjonegaran yang menjadi tujuan terakhir #BlusukanKratonan. Pertama-tama kami disambut oleh Pak Soewarno dan Bu Supiyah, penghuni rumah alm Go Tik Swan atau Panembahan Hardjonagoro ( tulisan tentang Go Tik Swan bisa dibaca di sini ).

Beliau menjelaskan tentang sepak terjang almarhum terhadap budaya Jawa dan kedekatannya dengan Presiden Soekarno. Tak hanya itu saja, dari tangan almarhum pula tercipta motif Batik Indonesia yang legendaris. Sambutan Pak Soewarno pun luar biasa ramah, hingga kami dipersilahkan melihat proses pembuatan batik di belakang rumah. Bahkan ada pembuatan keris yang diperagakan langsung oleh pengrajinnya! Sungguh kejutan yang tak terduga.

Hanya ada perasaan adem dan betah saat memasuki kediaman beliau yang terletak di kampung Kratonan. Benda purbakala yang dikumpulkan dan alm Go Tik Swan dari desa-desa di sekitar Solo diletakkan secara beraturan di tiap sudut halaman. Begitu pula koleksi barang antik yang berasal dari seluruh Nusantara tersusun rapi di almari.

Benar-benar penutup yang indah. Kotak pandora telah terbuka…


Note : Melihat bangunan-bangunan yang tidak terawat dan diabaikan oleh pihak berwajib memang terasa melelahkan dan membuat hati dongkol. Hanya bisa bersuara lantang “Kok tempat semegah itu bisa terabaikan?”, “Kok pemiliknya nggak berperasaan?”, namun tidak bisa berbuat banyak untuk mereka.
Semua menunggu waktu yang tepat darimu untuk diperkenalkan.

Jadi ada apa di kotamu?

Yuk kenali kotamu sebelum semua terlambat untuk diatasi. 😉

44 Comments Add yours

  1. yogisaputro says:

    Memang sedih sih kalau melihat bangunan bersejarah keropos dimakan usia karena kelalaian pengelola. Entah apa pemerintah punya regulasi yang mewajibkan pemilik cagar budaya melakukan upaya perawatan. Tapi kalau memang ada, si pengelola bisa saja dituntut mas. Di sisi lain, mengelolanya butuh biaya besar. Tapi kalau nggak mendatangkan uang kan juga rugi.

    1. Bulan depan Solo akan ada hajatan Hari Pusaka Dunia yang menghadirkan walikota di seluruh Indonesia. Ngarepnya sih mereka tersentuh kemudian membuat sistem baru yang mengandeng dan meyakinkan pihak swasta yang terlanjur beli bangunan bersejarah agar ada kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua pihak. Ngarepnya sih hehehe 🙂

  2. Gara says:

    Wow, kayanya Solo. Banyak bangunan bersejarah, taman-tamannya juga, yang kalau terawat rapi, wow bisa jadi aset dan satu tema wisata tersendiri. Soal rumah tua… jadi ingat daerah Menteng. Masih ada sih rumah yang terawat, tapi tak sedikit juga yang berubah jadi rumah hantu :hehe. Semoga ada anggaran yang cukup dari Pemerintah Kota Solo untuk mulai memedulikan bangunan-bangunan kolonial itu :amin.
    Membaca paragraf terakhir… :hehe, agaknya saya belum begitu mengenal Mataram dan terlalu asyik dengan Batavia. Iya deh, nanti pulang saya jalan-jalan ke bangunan kolonial dekat pantai dan Istana Merak :hehe :peace (ceritanya merasa ditampar).

    1. Avant Garde says:

      istana merak dimana mas?

    2. Gara says:

      Mayura, Mas. Dalam bahasa Sansekerta, mayura artinya merak. Dulu di sana banyak meraknya :)).
      Wah, lagi di Lombok? Have fun! Semoga Lombok menyenangkan :)).

    3. Avant Garde says:

      oh…mayura, pernah dengar 🙂
      belum sampe lombok, masih di rumah hahaha…. mudah2an ada waktu dan undangan kesana 😉

    4. Kota Solo masih perlu digelitik biar jeli dengan keberadaan bangunan tua yang sangat berpotensi bagi wisata dan peningkatan ekonomi. Semoga bulan depan pas gelaran Hari Pusaka mampu membuat Solo semakin dikenal sebagai kota yang penuh heritage 🙂

      Nahh hayoo loh, ada apa di kotamu? Hihihihi
      Ditunggu laporannya kalo pulang Mataram nih 😀

    5. Gara says:

      Siap, saya pulang dulu ke Mataram! *tak sabar menanti Juli*.
      Solo keren ya Mas… ini di kereta barusan nonton video kereta keliling kota Solo dengan lokomotif C1218 yang tua itu…

    6. Sepur Kluthuk Jaladara ya? Kereta wisata yg satu itu memang jadi primadona kota Solo hehehe

    7. Gara says:

      Oh, namanya itu ya Mas? :hehe, keren banget kereta itu :)).

  3. imamalavi says:

    pas aku baca ini kadang alis berkerut, kadang ketawa gara – gara tulisan “dipaksa kesurupan” dan bikin sedih juga sama keadaan nDalem Hadiwijayan..

    1. Hahaha denger-denger orang yang dipaksa “kesurupan” dibayar sekian ratus ribu rupiah buat akting begituan. Yahh demi rating tinggi sebuah tayangan konyol lah 😛

  4. Avant Garde says:

    jangan2 alasannya mistis juga …. btw istilah dalem apa cuma buat rumah bangsawan ya? boleh gak misalnya ada “Ndalem Haliman” gitu :p ^^v

    1. nDalem Halimah yang betul, mas. Baru ngelirik tanah, belum izin mas Bambang ( jebule salah tangkap mbak Halimah yg lain ) hahaha
      Istilah nDalem artinya lebih ke “rumah” atau “kediaman”, jadi siapa saja bisa pakai embel-embel nDalem tanpa harus menjadi priyayi 😀

    2. Avant Garde says:

      hahaha…serem kalo halimah, siapa yg tanggung jawab jal? 😀

  5. yessita dewi says:

    sudah lama pingin ikut Blusukan Solo, tapi selaluuuu saja barengan ada acara lain.. 😦 .. oiya, mohon info, dulu samping toko roti Orion itu kan kayak gudang dgn bangunan tua, tapi sekarang sepertinya ditutup seng dan tidak kelihatan atapnya, apa digempur ya? mulai marak lagi nih penggempuran bangunan2 kuno disulap jadi ruko #ngurut dada

    1. Samping toko roti Orion setahu saya sudah dibeli oleh pemilik barunya. Terakhir masih digunakan sebagai gudang Orion. Kalau dari arsitektur sepintas mirip seperti Hotel Trio. Semoga tetap dipertahankan yah 🙂

  6. dee nicole says:

    Kanjengan. He, masa kecil saya sempat bertetangga dengan mereka. Dari jalan manduro kami cuma terpisah pagar seng dicat kapur dulu. Kenapa tidak masuk sekalian ke gedung bulutangkis catursari? Salahsatu bangunan yg tmsuk lawas di kratonan. Tempat icuk kecil jadi tukang pungut shuttlecock dulu. Di gang kelinci tembusan arah ke kartopuran juga ada beberapa rumah kuno.

    1. Waaaa kelewat kulik gedung bulutangkis Catursari, harusnya kemarin nanya dulu ke sampeyan yang rumahnya Jayengan ya hehehe. Ada bangunan bersejarah lain lagi nggak, mas? #kepo 😀

  7. Ismiy says:

    Wah banyak juga tempat menarik di Solo dan tempat bersejarah yang belum tereksplore. Menarik nih ceritanya.
    Kratonan itu termasuk kota lamanya Solo bukan mas?

    1. Keratonan itu kampung di deket tembok keraton Surakarta, bukan kota lamanya Solo 🙂

  8. BaRTZap says:

    Hmmm baru sempat ke Solo sekali, setelah ngarep2 sejak lama. Dan masih pengen balik lagi ke sana untuk mengeksplor lebih jauh.

    Btw, kalau misalnya gak ikutan acara macam Blusukan Solo ini, susah ya kalau mau jalan-jalan dan mengeksplor bangunan-bangunan bersejarah di atas?

    1. Sebagian besar masih dihuni atau malah kosong tak berpenghuni. Nahh yg tak berpenghuni biasanya kita bisa bebas masuk asal lancar jaya bujuk rayu si penjaga hehehe. Kalo nggak dapat izin ya cuma bisa lihat rumah-rumah kuno dari luar pagar aja 😀

    2. BaRTZap says:

      Noted. Kapan-kapan kalau ke Solo, boleh dong diajak muter-muter … 🙂

    3. Ayoklah, siap jadi guide asalkan terlebih dahulu tentukan fokus ke kategori apa. Kuliner atau heritage atau malah shopping 😀

    4. BaRTZap says:

      Heritage dan kuliner kayaknya, shopping mah kalau ada duit lebih aja hahahaha

  9. waah…bisa nie, kapan2 ditemani muter2 solo 😀

    http://cerita-rivai.blogspot.com

    1. Siappp sedia, bro. Mau wisata kuliner keliling Solo juga ayokk aja hehehe 😉

  10. Beby says:

    Ya ampun.. Ada yang dipaksa kesurupan ternyata 😦

    Aku belom pernah ke Solo. Padahal waktu itu lagi ada di Jogja. Jadi nyesel kenapa ngga sempet melipir :’

    1. Jangan percaya dengan “kesurupan” sebelum merasakan disurupi sendiri hehehe. Solo masih menyimpan sejarah dan bangunan tua yang berhubungan dengan Keraton tak kalah indah dengan Yogya. Yuk main ke Solo 😀

  11. kampung suami di solo… aku lumayan srg mudik ksana, tp jujurnya, lbh srg wisata belanja dan kuliner mas 😀 .. Aku mlh baru tau tempat2 ini stlh baca blogmu -__-

    1. Hahaha itulah uniknya Solo, mbak Fan 🙂 Pesona Solo masih seputar shopping batik dan kuliner, andai ditambah minat sejarah pasti keliling satu kampung aja sudah punya banyak cerita dan seru untuk dikulik 😀

  12. annosmile says:

    acara yang menarik..pengen ikut blusukannya juga
    kondisinya memprihatinkan..sama seperti saat saya menyusuri kampung2 kotagede bekas mataram di jogja yang banyak bangunan joglo yang dibongkar dan jual oleh pemiliknya 😦

    1. Boleh ikuti update kegiatannya di FB Blusukan Solo agar bisa ikut kegiatan di masa mendatang 🙂
      Sayang banget Kotagede yang punya lebih banyak bangunan kuno dalam kondisi memprihatinkan. Andai sudah ada penyuluhan bagi warga tentang guna dan keuntungan bangunan tua yah.

  13. Efenerr says:

    thanks mas halim untuk catatannya. saya jadi lebih mengenali Kota Solo. ternyata di balik lorong-lorongnya ada harta karun berupa cerita sejarah yang begitu kaya.

    1. Sama-sama, Chan. Belum semua cerita kampung tertulis di blog, mudah-mudahan yang sudah ada bisa memperluas wawasan bagi yang ingin mengenal Solo lebih dalam 😀

  14. mysukmana says:

    mas halim kalo ada blusukan solo lagi boleh dong ikutan 😦 kabari ya

  15. Nunung Sulistyo says:

    Wonderful SOLO, mungkin bisa di jadikan headline sebuat tulisan untuk sebuah kota yang dahulu adalah salah satu kota BESAR dunia,, Amaze ajah dengan our small town “SOLO”

  16. Nara says:

    waah baru tau ternyata keraton solo gede juga ya. pernahnya cuma ke surakarta sama mangkunegaran aja haha. kuliner deket2 situ di solo juga belum banyak coba..

  17. Dian Asyami says:

    mau ikut donk kl ada acara blusukan solo ttg bangunan tempo doeloe gni
    please kontak saya di dian_asyami@yahoo.com / asyami_dian@gmail.com

    1. Boleh saja Diah, tapi lebih update lagi kalau follow akun Laku Lampah ( nama baru Blusukan Solo ) di media sosial mereka langsung 🙂

  18. Roni says:

    kaya nggak terawat gitu ya? kalo dirawat, pasti banyak banget orang yang ngunjungi.

    1. Disayangkan memang. Padahal jika beberapa bangunan dalam kondisi terawat pasti bisa jadi salah satu obyek wisata menarik bagi wisatawan yang suka dengan sejarah kerajaan di Indonesia 🙂

  19. Charles E. Tumbel says:

    Alm. Buyut saya dulu (Lesnar Poerbokoesoemo) tinggal di daerah situ, Poerbodipoeran, entah sekarang menjadi apa. Sayang foto-foto lama milik keluarga sudah hancur terkena banjir, seandainya tidak maka bisa menjadi tambahan referensi. Semoga tetap terus menulis tentang Sejarah, Aamiin. Terima kasih.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.