Postcards From Grebeg Sudiro 2015

Tahun 2015 untuk sekian kalinya Grebeg Sudiro digelar dalam rangka menyambut perayaan Imlek di Kota Solo. Wujud akulturasi budaya ini merupakan perkembangan dari tradisi Tionghoa “Buk Teko” yang semakin meriah. Setiap tahun jalan kirab selalu diramaikan dan didukung oleh para partisipan acara dari perwakilan beberapa kelurahan di Kotamadya Surakarta maupun perwakilan dari luar kota.

Grebeg Sudiro yang selalu meriah dan ramai penonton

“nampang dulu…”

Jika di tahun sebelumnya digelar seminggu sebelum Tahun Baru Imlek, pada tahun 2015 Grebeg Sudiro digelar hari Minggu 15 February 2015, empat hari sebelum Imlek. Namun, jalannya kirab masih seperti tahun-tahun sebelumnya, molor dari waktu yang telah ditentukan panitia demi kepentingan para petinggi negara. Baca lebih lengkap tentang Grebeg Sudiro di sini.

Yuk intip kemeriahan Grebeg Sudiro 2015 …

atraksi tahunan yang semakin meriah

padatnya penonton Grebeg Sudiro

Peserta kirab mulai menyusun barisannya mulai dari gedung Kelurahan Sudiroprajan dan berjalan menuju Klenteng Tien Kok Sie. Tempat beribadah yang terletak di depan Pasar Gede Hardjonagoro tersebut menjadi titik awal arakan gunungan dan peserta kirab. Mereka sudah berdandan cantik dengan atribut pawai dan simbol-simbol adat yang menggambarkan keragaman budaya di Solo.

Matahari semakin terik siang itu. Belum ada tanda-tanda Grebeg Sudiro akan dimulai. Bisa ditebak jadwal kirab mundur lebih dari satu jam. Keringat mulai membasahi baju. Peserta pun sudah capek berdiri lama. Sebagian dari mereka memilih duduk di pinggir jalan sembari menunggu aba-aba. Yang bikin saya trenyuh adalah antusias warga Kota Solo, ratusan penonton masih terlihat setia memenuhi sepanjang Jalan Urip Sumoharjo menuju Pasar Gede Hardjonagoro.

Sebelum acara dimulai, sesekali para peserta kirab memamerkan kebolehannya dalam menari, supaya penonton yang sudah menunggu berjam-jam tidak bosan dan sedikit terhibur. Peserta kirab dengan kostum warna-warni tidak kalah heboh. Mereka berlenggak-lenggok anggun sembari melangkah kecil meladeni para wisatawan yang meminta foto bersama.

Lampion yang meriah dan langit cerah di hari H

tetap tersenyum meski menunggu lama

ketika Hanoman bertemu dengan Mei Mei Red

Miss Green tebar senyum

kostum meriah dengan make up ala Opera China

Miss Pink in action

Singkat cerita si petinggi negara datang molor, memulai pidatonya dan membuka rangkaian acara yang ditandai dengan pemukulan gong. Iring-iringan peserta dan gunungan pun mulai berjalan sesuai rute yang telah ditentukan. Tidak ketinggalan perwakilan Kelurahan Sudiroprajan yang memboyong lampion raksasa berbentuk teko sebagai simbol dari pembukaan perayaan Grebeg Sudiro. Nantinya lampion akan digantung di atas gerbang masuk utama Pasar Gede.

Acara sore itu diakhiri dengan pemandangan para penonton yang berebut isi dari semua gunungan yang ada. Mulai dari bakpao, cakue, buah-buahan, sayur-mayur hingga kue keranjang yang telah dikirab memutari sepanjang jalan Pasar Gede – Jenderal Sudirman – Jalan Kapt. Mulyadi – Sudiroprajan – Urip Sumoharjo.

aksi fotografer

pembagian kue keranjang di akhir acara

“meski kezel, foto bareng dulu…”

Grebeg Sudiro tahun ini juga masih menonjolkan seni tari Liong dan Barongsai. Beberapa pertunjukan liong dibawakan apik oleh anggota Akmil TNI-AD yang usianya tergolong masih muda. Bisa dikatakan gerakan mereka terlihat lebih luwes saat mereka membawakan tarian modifikasi tari Liong dan Barongsai ketimbang anak muda Tionghoa sendiri.

warna warni kostum peserta kirab

pemain tarian Liong di Grebeg Sudiro

cinta tiada akhir, kata Pat Kay

maaf Nik, koko masih ingin sendiri 😛

Memang sudah bukan waktunya lagi membeda-bedakan siapa saya dan siapa kamu, karena kita adalah sama, makhluk ciptaan-Nya.

Cheers and peace! 😉