Ada Apa Dengan Lokananta?

Setiap orang punya cara sendiri untuk mengenalkan kotanya masing-masing. Kreativitas dibutuhkan jika mereka mampu menyumbang ide yang terus mengalir agar bisa menarik perhatian khalayak. Lain cerita jika tidak ada kemampuan mengolah suatu potensi, yang ada hanyalah kekosongan, kehampaan di tengah dunia penuh persaingan tidak sehat seperti terlihat sekarang.

Berulang kali melintasi Jalan Jend. Ahmad Yani hanya terpaku dengan keberadaan hotel besar yang selalu ramai wisatawan yang transit di Kota Solo, tanpa memperhatikan keberadaan sebuah gedung tua yang terlihat sepi tanpa aktifitas di siang hari dan gelap gulita saat malam hari di seberangnya…

Di atas adalah prolog dari tulisan saya berjudul “Sound of Indonesia” satu tahun yang lalu. Kondisi sekarang tak jauh beda, masih sedikit wisatawan dari luar kota bahkan orang Solo sendiri yang tahu keberadaan Lokananta. Turis dari luar kota hanya terbuai oleh iming-iming tour leader dan teman sejawatnya tentang wisata Keraton Surakarta yang gitu-gitu aja dan kampung shopping batik yang masih gitu-gitu juga. Mereka masih menganggap remeh museum dan beberapa tempat yang dianggap kurang nge-hitz.

November tahun 2012 lalu, Lokananta pernah dipopulerkan kembali oleh sederet penyanyi terkenal ibukota. Sayangnya acara bertajuk #SaveLokananta hanya bergaung sementara saja, selanjutnya penggemar mereka mulai melupakan dan menganggap Lokananta bukan apa-apa lagi. Padahal di luar acara megah yang diadakan oleh penyanyi terkenal anak muda, Lokananta menyimpan barang-barang yang tak ternilai harganya. Sebut saja satu set gamelan peninggalan masa Pangeran Dipanagara, speaker buatan JBL yang cuma ada satu di dunia, serta peralatan lain yang mampu menghasilkan kualitas rekaman setingkat lebih baik dari pada Abbey Road di London, Inggris.

Pada awalnya Lokananta yang didirikan pada tanggal 29 October 1956 berfungsi sebagai tempat pembuatan piringan hitam dan tempat penggandaannya. Dari master asli berupa pita dialihkan ke piringan hitam, maka tak heran tempat ini masih menyimpan ratusan master asli. Rekaman Proklamasi yang dikumandangkan oleh Bung Karno, beberapa pidato kenegaraan dan arsip bentuk suara merupakan nadi dari Lokananta.

Di tahun 1980-an, Lokananta membangun sebuah studio rekaman yang bisa dikatakan punya ruang terbesar saat itu. Waldjinah, biduanita legendaris spesial keroncong Jawa termasuk salah satu penyanyi yang mengawali karir dan berkembang di Lokananta. Lalu masih ada ratusan penyanyi terkenal dari genre pop dan lagu daerah, serta komposer yang pernah memadati ruang perekam seperti Bubi Chen, Idris Sardi, Bob Tutupoly, Bing Slamet, Titik Puspa, Lilies Suryani dan lainnya.

gudang penyimpanan master
gudang penyimpanan master

Untuk bertahan hidup di tengah persaingan dunia musik yang semakin keras, Lokananta hanya bisa merekam ulang dan mengganti media piringan hitam menjadi kaset pita. Ketika kaset pita mulai menurun pamornya dan sudah tidak banyak diminati, Lokananta merilis ulang hasil rekaman menggunakan media kepingan CD di awal abad ke-21. Semua dilakukan demi mengenalkan dan mempertahankan warisan budaya Indonesia terutama musik dan lagu tradisional yang semakin dijauhi oleh generasi muda.

koleksi ruang museum
koleksi ruang museum

Impian salah satu studio rekaman termegah di Indonesia yang penamaannya diambil dari cerita pewayangan ( nama seperangkat gamelan dari Suralaya, istana Dewa-dewi di Khayangan ) ini masih terhambat sekelumit proses agar menjadi salah satu museum yang bisa membanggakan negara. Beberapa waktu sempat tersiar kabar kurang mengenakkan tentang tidak disetujuinya rangkaian proses untuk menjadikan Lokananta sebagai Museum Musik pertama di Indonesia. Muncul berita kesalahpahaman antara pihak Mendikbud yang akan menaungi museum, pihak Lokananta dan Departemen Percetakan Negara, selaku instansi yang mengambil alih Lokananta semenjak lepas dari Departemen Perhubungan masa orde baru.

Lepas dari carut-marut birokrasi penuh konspirasi, saya punya cara sendiri dalam mengenalkan Lokananta kepada beberapa teman. Jika ada teman dari luar kota yang tertarik melihat Lokananta lebih dekat, tak jarang saya mengajak mereka memasuki bangunan tua ini. Tentu respon yang diperlihatkan berbeda satu sama lain.

CD yang siap dipasarkan
CD yang siap dipasarkan

Ada teman yang berdecak kagum melihat ratusan koleksi piringan hitam yang tertata rapi di sebuah ruangan, tak jarang mereka membeli beberapa koleksi CD asli penyanyi keroncong dan langgam Jawa terbitan Lokananta. Namun ada juga yang merasa miris lalu menanyakan perihal “Kenapa tempat ini tidak diangkat sebagai salah satu objek wisata mumpuni Kota Solo?” #tanyakenapa. Ada pula yang geleng kepala dengan ketidakpedulian instansi yang menaungi Lokananta terhadap master dan sisa piringan hitam yang tergeletak di gudang penyimpanan tanpa pendingin ruangan yang memadai.

Lagu-lagu ASEAN GAMES yang sempat menuai perdebatan
Lagu-lagu ASEAN GAMES yang sempat menuai perdebatan

Tentu tidak semua teman berpendapat baik, banyak juga yang tidak menunjukkan rasa tertarik. Mereka hanya memandang acuh sisa piringan hitam seolah mereka hanyalah tumpukan rongsokan yang menunggu ajal untuk dilebur menjadi MP3. Bahkan tak jarang mereka nyinyir ke saya kenapa mereka diajak ke tempat tersebut karena dianggap membuang-buang waktu liburan mereka, padahal pak satpam sudah berbaik hati membukakan pintu museum secara cuma-cuma. Yahh semua itu relatif…

Sekali lagi ada banyak cara mengenalkan kota masing-masing. Dengan mengajak salah satu teman ke suatu tempat menarik, teman tersebut akan menyebarkan ke teman yang lain begitu dan seterusnya. Promosi mulut ke mulut terasa ampuh ketimbang promosi via media terutama internet yang penyampaian instannya kurang diproses oleh pikiran yang tatkala juga instan.

Jadi tunggu apa lagi? Kenali kotamu dan sebarkan ke teman-temanmu.

Cheers and peace…

43 Comments Add yours

  1. Bapak'e Salma says:

    denger2 skarang malah beberapa gedungnya digunakan untuk kantor penerbit buku.

    1. Halim Santoso says:

      Kalo penerbit buku kurang tahu. Setahu saya sih pengelola menyewakan sebagian halaman depan untuk warung sop, lalu sebagian halaman belakang untuk lapangan futsal. Entah akan ada tanah lapang mana lagi yang harus disewakan demi menyambung hidup Lokananta…

    2. Bapak'e Salma says:

      temen saya ada yang bekerja di penerbit buku yang menyewa gedung di sana.

    3. Halim Santoso says:

      Padahal sering sekali masuk Lokananta, ahh brarti saya kurang jeli lihat kanan kiri bangunan utama hehe

  2. lazione budy says:

    Lokananta ini legenda banget ya.
    Klasik.

    1. Halim Santoso says:

      Yup legenda banget, bahkan penyanyi terkenal tempo dulu pasti merasa bangga jika bisa rekaman di Lokananta. Tapi sayangnya kurang dikenal oleh generasi muda yang sudah teracuni budaya luar.

  3. mawi wijna says:

    Hmmm, kalau menurut saya, apa yang ada di dalam Lokananta ini hanya bisa dinikmati oleh golongan orang tertentu. Seperti mereka-mereka yang melewatkan masa di mana piringan hitam masih merajai musik Indonesia.

    Selain itu, dari foto-foto yang dirimu sajikan ini, terlihat Lokananta tak ubahnya “gudang” arsip musik-musik tua. Ya, memang ini tergantung bagaimana pihak pengelola Lokananta sendiri memandang aset bersejarah mereka ini. Apakah hendak diperkuat esensinya sebagai museum dan merangkul generasi muda untuk lebih memahaminya, ataukah… mungkin ada kepentingan lain?

    Begitulah mas Halim. Setidaknya, untuk saat ini saya hanya berharap Lokananta agar tetap terjaga eksistensinya. Tidak malah tergusur oleh pembangunan kota Solo.

    1. Halim Santoso says:

      Komennya bisa dijadiin satu paragraf opini nih Mawi hehe. Betul katamu, hendak diperkuat esensinya sebagai museum atau ada kepentingan lain. Kita lihat saja apa yg akan terjadi setelah beneran jadi museum musik đŸ˜‰

      Hanya berharap jangan sampai koleksi sisa piringan hitam dijual ke kolektor lewat orang dalam karena longgarnya pengawasan. Jika seperti itu tentu piringan hitam dan koleksi lain bisa tak tersisa lagi untuk bisa dikenang generasi penerus.

  4. winnymarch says:

    halim, itu tempatnya dimana ya

    1. Halim Santoso says:

      Nah lohh padahal sudah kukasih clue di paragraf awal “seberang hotel terkenal di Jl.Achmad Yani” loh hehe

  5. winnymarch says:

    kota apa gitu loh ahahhahahah jl ahmad yani banyak Halim bertebar senusantara hahah

    1. Halim Santoso says:

      Lahh udah kutulis di artikel, kategori dan tag loh #ngeyel hahaha…. in my hometown Solo, win đŸ™‚

    2. winnymarch says:

      aha hahahhaha ok dah brati ntar u bs bawa ksana hihih

  6. Bang Ardin says:

    Wah klo kesini sambil di iringi keroncong Waldjinah pasti seru!

    1. Halim Santoso says:

      Bisaaa… biasanya di music store nya disetel musik keroncong, bang. Kalo ke Solo ntar kuantar di mari deh đŸ˜€

    2. Bang Ardin says:

      sipp.. nti request putarin yang lagunya Rondo apaaa gitu lupa :p

  7. Goiq says:

    sering mendengar namanya tapi belum pernah singgah ke Lokananta

    1. Halim Santoso says:

      Ayo singgahlah sejenak kalau suka dengan musik tempo dulu, suka dengan sejarah perkembangan musik Indonesia đŸ™‚

  8. yusmei says:

    Barusan ada kabar heboh soal Lokananta dan negatif. Lagi ditelusuri kebenarannya sama teman nih lim. Semoga enggak bener đŸ˜¦

    1. Halim Santoso says:

      Ehh kabar apa lagi mbak? Duh eman yen misal dibeli swasta atau malah dirubuhkan đŸ˜¦

  9. kalo aku ke oslo ajakin ke sini ya
    ?

    1. Halim Santoso says:

      Siappp om! Mo kemana aja di oslo kuantar tapi tanpa pintu kemana saja milik Doraemon ya hehehe

    2. Pinginnya jln kaki terus goleran ditrotoar

    3. Halim Santoso says:

      Wahhh kalo mo bikin video i’m feel free seperti syahrince jangan di trotoar, mending ke taman kota yang luassss dan indahhh.
      Ini rekomendasi tempatnya –> Taman Balekambang đŸ˜€ đŸ˜€

  10. Adie Riyanto says:

    Ternyata emang masih banyak tempat di Solo yang belum aku datangi dan makanannya yang belum aku cicipi. Dulu pernah denger sih ada konser penggalangan dana buat Lokananta, tapi gak ngeh tentangnya sama sekali. Sempat melintas di jalan A Yani tapi kok ya gak lihat tempat ini ya hehehe. Apa terlalu silau sama proyek2 bangunan hotel yang menjamur di Solo ya waktu itu đŸ˜¥

    1. Halim Santoso says:

      Nahh… ada buanyak bangunan dan objek menarik di Solo tertutup wujud baru yang bergelimang bangunan modern nan tinggi macam mol dan puluhan hotel bintang. Masalahnya siapa yang mau nginep di hotel2 yang sudah dibangun kalo warganya sendiri belum sadar tempat wisata kan? đŸ™‚

    2. Adie Riyanto says:

      tapi menurut analisaku ya, hotel di Solo ini bukan hanya untuk menampung wisatawan kok, soalnya instansiku beberapa kali mengadakan rakor gitu di Solo. Gak tau alasannya apa, mungkin rate-nya lebih reasonable bagi anggaran kantor kami. Soalnya klo diadakan di Bandung atau Jakarta jatuhnya lebih mahal. Mungkin juga untuk menyangga kapasitas tampung hotel2 di Jogja yang sebenernya objek wisatanya lebih banyak berada di Jawa Tengah. Ini pendapatku pribadi sih đŸ™‚

    3. Halim Santoso says:

      Iya… mereka anggap Solo sebagai pelarian setelah ditolak gebetan #ehh. Kepepet tidur di Solo kalau Yogya penuh. Sakittt kak… *tunjuk paha*

  11. Ari Azhari says:

    Pokoknya kalau ke Solo mesti diajak ke sini!. Ibarat surga setelah Aquarius Mahakam, Pondok Indah, & Dago Bandung tinggal sekedar nama. Hiks.

    1. Halim Santoso says:

      Eh masa Aquarius Mahakam udah gulung tikar? Padahal dulu aku sering ke sana nyari lagu gereja loh

    1. Halim Santoso says:

      Makasih kak Jo… Surabaya ada tempat lama yang bisa diobok-obok nggak? đŸ™‚

  12. prasetiohadi says:

    Wah, ini bagus juga buat dikunjungi. Thanks buat informasinya yang menarik.

    1. Halim Santoso says:

      Monggo kunjungi Lokananta di Jl Achmad Yani, Solo.
      Lokananta terbuka untuk umum, tinggal minta izin dengan yang bertugas saja. Enjoy the sound of Indonesia đŸ™‚

  13. Ah nampaknya makin gemes sama generasi jaman sekarang yang kurang menghargai bentuk fisik dari koleksi musik. #ketauandehumurnya . Dari sejak SMP saya udah suka koleksi kaset sm cd. Tapi beberapa banyak yang ilang dipinjem. Setahun belakangan saya baru merambah dunia piringan hitam. Buat saya, Lokananta ini surganya pencinta piringan hitam. Saya belum sempat ke sana. Mudah2an ada kesempatan. Salah satu impian bisa mengunjungi rahimnya musik Indonesia. Nanti kalo mampir ke Solo, boleh ya Lim diguide-in . hehe

    1. Halim Santoso says:

      Uhm mungkin umur kita beda tipis lah ya *sembunyiin KTP* hahaha
      Ayo ke Solo, bro… Ntar kuguide-in, kuantar ke tempat-tempat yang nggak mainstream sesuai minatmu đŸ˜€

  14. hahah. beda tebel juga gpp. Siap bro, akhir tahun insya allah mau ke Jogja n Solo..

  15. Sarashanti says:

    sayang banget ya kalau terlantar begitu aja. padahal sejarah musik Indonesia juga menarik buat disimak.
    btw, aku suka sama ulasan yang ini. salam kenaal! đŸ˜€

    1. Terima kasih Saras… Ayo ke Lokananta đŸ™‚

  16. Dwi Ari says:

    Menarik kak. Saya orang Solo (ngidul sithik) yang lama tertarik dengan objek ini namun belum punya cukup banyak alasan untuk menjamahnya. Is there anyone may help me to make a research about Lokananta? Merciiiiiiiiii đŸ˜€

    1. Jika butuh informasi lengkap mampir ke kantor Lokananta langsung aja. Ketemu dengan karyawan di sana biar bisa dijelasin lengkap sejarah awal sampai sekarang Lokananta đŸ™‚

  17. Silakan yang mau berkunjung di Lokananta, hanya kalian penyambung lidah kami, semoga Lokananta bisa masuk Pemkot atau bisa masuk BCB se karyawannya…terimakasih (Bimo Prasetyajati) karyawan Lokananta

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.