The Homeland of Java Man – SANGIRAN

Barang koleksi peninggalan purbakala diletakkan di dalam almari dengan kaca yang sudah buram membuat pengunjung harus memincingkan mata untuk melihatnya dengan jelas. Penjelasan hanya ditulis ala kadarnya, atap berlubang, banyak ruang kosong gagal fungsi, semua tak sebanding dengan bangunan megah yang tampak dari luar. Gambaran buruk sebuah museum di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah saat saya mengunjunginya tujuh tahun silam.

Kesan pertama yang sedikit mengecewakan membuat saya tidak pernah menyarankan teman dari luar kota untuk mengunjungi museum yang hanya berjarak dua puluh satu kilometer dari pusat Kota Solo. Padahal bagi saya seharusnya museum merupakan tempat wisata yang selalu menarik untuk dikunjungi dan mempunyai banyak cerita untuk dibagi.

Museum Sangiran Sragen
Museum Sangiran

Kunjungan pak presiden kala itu membuat tempat ini populer secara instan. Kenyataannya, persepsi berlebihan beliau tidak membuat museum ini belum menjadikannya semakin baik. Justru membuat Museum Krikilan yang terletak di Desa Kalijambe ini menjadi semakin tak terawat akibat perebutan dana pengelolaan oleh pejabat setempat #kode.

Seharusnya sejarah purbakala dijabarkan dan dipamerkan di beberapa ruang agar pengunjung museum yang datang tidak melupakan catatan sejarah yang pernah tertoreh pada zaman prasejarah di negerinya sendiri. Ibarat cerita masa lalu dengan mantan pacar, kenangan indah diingat sampai tua, kenangan buruk dijadikan motivasi untuk move on #okesip. 😀

Itu dulu… Lalu bagaimana nasibnya sekarang?

kubah Museum Sangiran
Museum Sangiran

Pembenahan beberapa museum terutama di Pulau Jawa oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberi sedikit warna bagi museum-museum di Indonesia. Penataan dan pemilihan barang koleksi sudah mulai diperhatikan supaya museum mampu mengundang perhatian pengunjung terutama anak-anak sekolah untuk lebih meminati dan mencintai sebuah museum.

Museum Krikilan atau lebih sering disebut Museum Manusia Purba Sangiran yang terletak di Desa Kalijambe ( sekitar tiga kilometer dari Jalan Raya Solo – Purwodadi melewati Jalan Sangiran ) sudah berbenah menjadi museum yang sarat dengan pendidikan sejarah terutama antropologi dan arkeologi. Sejak tahun 2011, museum sudah ditata ulang menjadi tempat pembelajaran yang lebih baik. Penataan menyesuaikan bangunan tak berstruktur tanpa merubuhkan bangunan lama yang sarat dengan pembagian dana yang tidak jelas di masa lalu membuat pengelola harus jeli meletakkan benda koleksi agar nyaman dipandang dan tidak membuat pengunjung jenuh.

Meski belum sebagus penataan Museum Gunung Api Merapi yang terletak di Kaliurang, Sleman, DIY, Museum Sangiran sudah memiliki beberapa koleksi baru untuk diperlihatkan ke khalayak umum. Bisa dikatakan tidak lagi mengecewakan pemimpin negara yang meresmikannya pada tahun 2011. Total ada tiga ruang pameran dengan ukuran ruang cukup luas di dalam Museum Sangiran yang masing-masing memiliki tema berbeda. Ruang berjudul “Kekayaan Sangiran” menjadi penyambut bagi pengunjung untuk mengenal apa itu Sangiran.

diorama Museum Krikilan Sangiran
diorama Museum Krikilan Sangiran

Dikisahkan biografi singkat para ilmuwan penemu beberapa teori terkenal di dunia seperti Gregor J Mendel sampai Charles Darwin. Ada pula penjelasan tentang susunan struktur tanah yang ada di Sangiran lengkap dengan penjelasan usia endapan tanah yang ada. Perlu diketahui bahwa museum ini berdiri di atas lapisan lahar Gunung Lawu Purba yang terbentuk sejak 1,8 juta tahun yang lalu, sehingga dipastikan tidak ada fosil yang terpendam persis di bawah lahan museum.

Koleksi replika tengkorak manusia purba sudah tersusun rapi di sebuah lemari kaca dengan pencahayaan cukup sehingga memudahkan pengunjung untuk melihat lebih jelas. Fosil asli gading gajah, tulang banteng purba, kerangka badak purba, serta diorama manusia purba sudah tertata rapi di dalam ruang pamer pertama. Tiruan Homo Erectus ( Meganthropus Paleojavanicus ) dibuat mirip dengan gambaran aslinya, sehingga banyak pengunjung yang terkesima. Entah kagum atau berpikiran mesum, yang jelas banyak pengunjung fokus ke alat reproduksi si patung #ups.

Terdapat tiga tipe Homo Erectus yang hidup sejak 1,5 juta tahun yang lalu, yaitu Archaic Homo Erectus ( 1,5 – 1 juta tahun lalu ) yang banyak ditemukan di Sangiran, kemudian Typical Homo Erectus ( 0,9 – 0,3 juta tahun yang lalu ) tipe yang lebih maju daripada sebelumnya yang ditemukan di Trinil ( Ngawi ), Kedungbrubus ( Madiun ), Patiayam ( Kudus ) serta Semedo ( Tegal ). Tipe Progressive Homo Erectus ( 0,2 – 0,1 juta tahun lalu ) adalah jenis paling maju dengan volume otak mencapai 1.000 cc, ditemukan di Ngandong ( Blora ), Sambungmacan ( Sragen ), dan Selopura ( Ngawi ).

Memasuki ruang pamer kedua dengan tema “Langkah-Langkah Kemanusiaan”, pengunjung diajak belajar tentang asal mula galaksi terbentuk hingga proses bumi dari masa ke masa. Terdapat penjelasan singkat lengkap dengan keterangan gambar mengenai zaman Triasik ( 245 – 208 juta tahun lalu ), zaman jurasic, zaman kapur, sampai zaman Pleistosen.

Alfred Russel Wallace, penemu Garis Wallace merupakan salah satu dari banyak ilmuwan Eropa yang mendominasi penemuan manusia purba di Nusantara. Tak ketinggalan juga diangkat nama Raden Saleh, maestro seni lukis asal Jawa yang memiliki hobby mengumpulkan fosil hewan purba yang ditemukan selama beliau berkelana. Koleksi yang diperlihatkan saat beliau bertandang ke negara Eropa mengundang ketertarikan para ilmuwan di sana untuk melihat lebih dekat dan meneliti dengan serius peninggalan purbakala di Nusantara. Singkat cerita, penjelasan di ruang pamer dua serasa RPAL alias Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap ala generasi ’90-an. Hehehe.

touch me...
touch me…

Ruang “Masa Keemasan Homo Erectus” menjadi penutup di Museum Sangiran. Kehidupan manusia purba diperlihatkan di dalam diorama berbentuk seperti kubah. Penataan hutan buatan lengkap dengan hewan purba tiruan kurang menarik untuk ditonton. Beberapa pengunjung justru terkesima dengan sebuah patung lilin Homo Erectus berjenis kelamin laki-laki yang memiliki warna kulit mengkilap persis seperti manusia, lalu bulu halus lumayan lebat yang tertempel di seluruh tubuh, serta bola mata bening membuat patung lilin ini seolah memiliki nyawa.

Ikut dicetak patung lilin Homo Floresiensis yang ditemukan di Liang Bua. Digambarkan sosoknya kerdil seperti hobbit dalam buku The Lord of The Ring. Proses pembuatan keduanya terbilang tidak main-main, Museum Sangiran sengaja mendatangkan mereka dari luar negeri. Kedua patung lilin itu dibuat oleh seorang pekerja seni bernama Elisabeth Daynes asal Jerman pada tahun 2007 dibantu oleh ahli-ahli paleoanthropology. Pengunjung bisa melihat proses pencetakan, pewarnaan kulit hingga proses penanaman rambut halus di sebuah film dokumenter yang ditayangkan di samping patung.

Secara keseluruhan Museum Sangiran telah berbenah menjadi salah satu museum yang mumpuni untuk dikunjungi. Dengan harga tiket masuk sebesar 5000 rupiah, pengunjung bisa belajar mengenal sejarah singkat kehidupan bumi di masa lampau, kehidupan manusia purba, dan sosok penting di balik penemuan-penemuan arkeologi seluruh dunia. Bahkan per tahun 2015 sudah ditambah empat klaster baru ( Klaster Bukuran, Klaster Dayu, Klaster Manyarejo, Klaster Ngebung ) sebagai pelengkap dari Situs Manusia Purba Sangiran yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage.

Jadi tunggu apa lagi? Yuk ke Sangiran 😉

27 Comments Add yours

  1. yusmei says:

    Cuma kurang satu di museum ini, pemandu. Entah kenapa menurutku museum itu akan lebih afdol ada pemandunya, karena bisa menceritakan apa yang ada di “balik layar” 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Bener… cerita dari guide yang nggak ditulis di keterangan gambar bisa membuat pengunjung betah di museum dan tanya ngalor-ngidul hehehe. Kepedulian masalah guide, Mangkunegaran tetep museum paling yahud ya mbak 😀

  2. DebbZie says:

    sedih ya Lim, mestinya banyak museum bagus di Indonesia, sayangnya kurang terawat. Yang di Malang juga, museum Brawijaya banyak dapet review jelek gara2 kondisi dalem museum yang mengenaskan 😦

    1. Halim Santoso says:

      Sempet lewat depan Museum Brawijaya berulang kali tapi nggak pernah masuk, kupikir itu gedung kosong saking sepinya pengunjung hehe.

  3. wyuliandari says:

    Wah…jadi pingin kemari. Nice info Bung 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Semoga bermanfaat 🙂

  4. omnduut says:

    Di kalangan postcrosser, Sangiran ini ngetop banget 😀 soalnya banyak postcrosser luar yang incar kartu pos dari Sangiran. Diproteksi UNESCO soalnya ^^
    http://whc.unesco.org/en/list/593
    http://en.wikipedia.org/wiki/Sangiran

    1. Halim Santoso says:

      Wahh baru tahu kalo populer di postcrosser. Situs lain seperti Pati Ayam atau Leran – Plawangan banyak diincar nggak? *siap2 bisnis postcard* hehehe

    2. omnduut says:

      Gabung di Komunitas Postcrossing Indonesia yuk mas 🙂
      Banyak temen-temen yang menjual kartu pos dari foto traveling. Salah satunya http://www.the-patw.com 🙂

    3. Halim Santoso says:

      Sepertinya aku tahu siapa owner the-patw hehehe *lirik Febri* 😀

  5. Dian Rustya says:

    Waaaahh, tampilan museumnya keren ya 😀
    Jadi pengen ke sana ….

    Eh ini maksudnya curhat terselubung ya Lim? => “Ibarat cerita masa lalu dengan mantan pacar, kenangan indah diingat sampai tua, kenangan buruk dijadikan motivasi untuk move on” #okesip.:lol:

    1. Halim Santoso says:

      Curhat sangat terselubung dan penuh kode #halah 😀

  6. mawi wijna says:

    Kalau kemari enaknya naik kendaraan pribadi atau ada angkutan umum yang lewat sini? Oh, jadi #kode itu toh alasannya, pantas saya merasa pendanaan untuk museum kayaknya besar tapi selama ini gitu-gitu saja 😀

    1. Halim Santoso says:

      Lebih leluasa naik kendaraan pribadi, karena dari jalan besar mnuju museum nggak banyak ojek 🙂
      Yupp kode nyinyir pemda yang sempat rebutan dana pengelolaan hehehe.
      Baru tahun 2011 berbenah, tahun sebelum itu entah dana dikemanain nggak ada yang tahu 😉

  7. Fahmi Anhar says:

    sangiran yang sekarang tsakeup yak…. | *padahal yo durung tau mrono ket biyen*

    1. Halim Santoso says:

      Wajib hukumnya buat anak cinta Museum ke Sangiran. Jadi kapan meh nyolo trus kopdar? *nantang*
      Hehehe

  8. Alex says:

    museum yang sangat menarik. ane belum pernah kesini.
    jadi penasaran sama isinya

    1. Halim Santoso says:

      Sangiran, salah satu museum purbakala di Indonesia meski belum terbaik tapi layak dikunjungi. Ayo ke museum 🙂

  9. walley says:

    Arrrgggg, masuk bucket list ini mah. Saya juga punya label tour de museum, so far udah sekitar 20-an museum tapi masih di jabodetabek aja…..”ngitung receh neh buat ke sono”

    1. Halim Santoso says:

      Sangiran dekat dari Solo, jadi kalau singgah wajib mampir sekalian hehehe

  10. Avant Garde says:

    aku penasaran apakah fosil homo erectus yang asli disimpan juga di museum sangiran …………. di museum daerah manapun di indonesia bisa dipastikan ada replika fosil sangiran 🙂

    1. Fosil di Sangiran nggak ada yang asli, katanya sih ada yang diserahkan ke Museum Nasional, tapi pas beberapa bulan lalu ke sana nggak kelihatan yang versi aslinya hehe

  11. Avant Garde says:

    mas halim kalo mudik ke ambarawa kita kopdar yak… semoga bisa 🙂

  12. blissfulhs says:

    Artikel yg informatif, great (y) jadi penasaran nihh sama museum Sangiran, pengen kesana hehehee… :v

    1. Sangiran sudah masuk dalam World Heritage UNESCO dan kabar gembiranya sekarang sudah dibangun beberapa klaster dengan penjabaran sejarah purbakala sesuai kategorinya 🙂

  13. Nice post.
    Kami pengen ke sini Kak. Pas Big A lagi belajar tentang sejarah manusia.

    1. Sekarang ada beberapa klaster di sekeliling Museum Sangiran. Belum sempat kuupdate tentang tambahan klaster-klasternya. Kalau sudah update ntar kucolek hehehe.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.