Dolanan Bareng Bocah

Tak seperti biasanya halaman depan rumah pak Muryadi pemilik rumah “Bunker” di Kampung Laweyan terlihat ramai dan penuh gelak tawa anak-anak. Mereka bukan datang tanpa sebab, tiga puluh lima anak-anak kelas lima SDN CEMANI 3 tergabung dalam acara Blusukan Solo #Dolanan.

Tanggal 26 Januari 2014 lalu, Blusukan Solo dibantu Komunitas Anak Bawang berkolaborasi dalam mengadakan sebuah acara yang mengusung tema dolanan (mainan) tradisional di Kampung Laweyan. Untuk peserta dewasa sendiri hanya dihadiri empat belas orang dewasa yang dibagi menjadi sepuluh kelompok mendampingi adik-adik yang sudah dikelompokkan oleh gurunya.

rombongan peserta cilik
rombongan peserta cilik

Dalam waktu kurang lebih tiga jam, peserta diharuskan menjadi “kakak pembina” yang bertugas menjaga adik-adik sekaligus menemukan tempat dolanan ( permainan ) yang tersembunyi di dalam bangunan bersejarah yang tersebar di kampung Laweyan. Perlu diketahui bahwa Kampung Laweyan merupakan bekas wilayah kekuasaan kerajaan Pajang yang sudah menjadi pusat perdagangan batik tulis sejak ratusan tahun yang lalu.

Mengenalkan sejarah sejak dini kepada anak kecil bukanlah hal yang mudah, apalagi mengajarkan bagaimana cara bermain dengan alat tradisional. Hidup di zaman serba internet membuat orang tua lupa mengenalkan permainan tradisional yang seharusnya bisa dikenalkan sejak dini kepada anaknya yang masih kecil. Nahh, maka dari itulah Kampung Laweyan yang sarat dengan sejarah dijadikan markas sementara untuk dolanan tradisional agar anak-anak bisa bermain sambil belajar sedikit sejarah di kota Solo.

engklek
engklek

Kakak pembina dibantu adik-adiknya berusaha memecahkan kode-kode yang sudah disiapkan panitia. Ada empat titik pemberhentian dengan kode tertulis yang dibagikan ke setiap ketua kelompok. Seperti salah satu kodenya tertulis “duku di dalam rona merah”. Petunjuk yang sedikit membuat bingung, peserta terlihat mencari pohon duku di sepanjang jalan bahkan mencari benda berwarna merah di dalam semak-semak. Jadi di manakah letak “duku di dalam rona merah”? Ting tong… Jawabannya adalah rumah “Bunker”.

Ada sebuah pohon duku yang konon sudah ada sejak kerajaan Pajang di dalam rumah dengan pintu bercat merah menyala tersebut. Peserta yang berhasil memecahkan clue langsung disambut oleh permainan engklek yang dipandu oleh Anak Bawang di halaman depan. Setelah engklek selesai, satu persatu dibawa masuk ke pendopo rumah dan berlanjut memainkan cublak-cublak suweng.

Hayoo masih inget nggak cara bermain cublak-cublak suweng?

Cublak cublak suweng, suwenge teng gelenter mambu ketundung gudel
Pak empok lera lere sopo ngguyu ndelikake,
sir, sir pong dele gosong…
sir, sir pong dele gosong… 

cublak cublak suweng
cublak cublak suweng

Seperti ini cara bermain cublak-cublak suweng, seorang peserta ( pelaku ) duduk telungkup dengan posisi bersujud sambil menutup mata. Peserta yang lain duduk mengintarinya dengan telapak tangan menengadah di atas punggung pelaku. Ada sebuah benda ( biasanya berupa batu ) yang digilir dari satu telapak ke telapak yang lain. Benda berhenti di telapak terakhir saat lirik lagu “sopo ngguyu ndelikake” berakhir. Pelaku harus bisa menebak dimana benda tersebut disembunyikan, bila salah tebak dengan terpaksa harus meringkuk lagi sampai benda tersebut berhasil ditemukan, begitu dan seterusnya.

Seru kan? Tanpa alat permainan yang rumit nan serba elektronik, semua peserta terlihat tertawa dan menikmati kesederhanaan sebuah dolanan bocah.

gang di Laweyan yang disulap menjadi arena bermain
gang di Laweyan yang disulap menjadi arena bermain

Adapun tiga clue tempat lain yang kurang lebih berbunyi:

“Penguasa tujuh sumur erat kaitannya dengan benda keberuntungan” yang diartikan sebagai nDalem Djimatan dimana peserta disambut dengan permainan gobak sodor dan dakon ( congklak ). nDalem Djimatan merupakan bekas kediaman Ki Ageng Henis, sosok penting cikal bakal berdirinya kerajaan Mataram Islam tersebut bisa dikatakan sebagai pusat dari munculnya Laweyan dengan cerita tujuh sumur di dalam area rumah tersebut yang konon memiliki sumber mata air dengan khasiat berbeda satu sama lain.

“Di selatan Buku Karangan Thomas Raffles dekat ketan Mangkunegaran” menunjukkan lokasi sebuah gang yang terletak di dekat lokasi Ledre Laweyan. Ledre merupakan panganan kesukaan Raja Mangkunegaran dan sampai sekarang masih dipertahankan keaslian rasanya di kota Solo. Anak-anak pun disambut dengan permainan becak-becakan dilanjutkan permainan sluku-sluku bathok.

Apa itu sluku-sluku bathok? Permainan diawali dengan pencarian sebuah amplop yang tersembunyi di sepanjang gang, setelah peserta berhasil menemukannya, potongan kertas di dalam amplop harus disusun hingga menjadi sebuah lirik lagu berjudul “Sluku Sluku Bathok”.

sluku sluku bathok
sluku sluku bathok

Sluku-sluku bathok, Bathoke ela elo
Si Rama menyang Solo, Oleh-olehe payung mutho
Mak jenthit lolo lo bah
Wong mati ora obah, Yen obah medeni bocah
Yen urip goleko duwit

Lagu dolanan bocah tersebut dinyanyikan mereka dengan posisi duduk, kaki diselonjorkan sambil mengelus-elus kaki. Makna lagu yang berasal dari bahasa Arab ini memiliki makna dzikir yang kurang lebih seperti ini: sucikan batin, beragama secara benar, beramal dalam hidup sebelum kematian datang dan membuat semua pintu kesempatan tertutup rapat. 🙂

“Pulau Asap Jembatan Serong” menjadi clue titik pemberhentian terakhir yang menunjukkan Masjid Laweyan sebagai tempat bermain lompat tali dan egrang batok. Berjalan sekian puluh meter dengan baju basah oleh keringat tidak membuat peserta terlihat loyo, mereka masih menebar tawa yang membuat saya berpikir bahwa sesungguhnya permainan tradisional tidak ada matinya.

Saya tidak menjabarkan detil dari setiap permainan yang dimainkan peserta satu-persatu, karena dolanan bocah harus dipraktekkan dan dirasakan keseruannya sendiri, bukan hanya dipelajari lewat tulisan saja. Tidak ada hal negatif yang membuat dolanan bocah tidak disukai anak-anak. Anak-anak yang belum pernah bermain langsung saja yang akan menganggap permainan tradisional terdengar membosankan. Betul, kan? 😉


crew + peserta
crew + peserta

Note : Kegiatan yang mengkolaborasi sejarah dengan dolanan bocah sungguh merupakan wujud nyata dari “menolak lupa”. Belajar sejarah itu tidak susah jika dilihat dan dipelajari langsung di tempat kejadian. Bermain permainan tradisional tidak perlu biaya mahal untuk memainkannya, simple namun penuh filosofi. Jadi tunggu apa lagi? 😉

Proud of you Blusukan Solo dan Komunitas Anak Bawang.

22 Comments Add yours

  1. johanesjonaz says:

    kapaaaaan akuuuuu dijaaaaaakkkk reneeeeee????

    1. Halim Santoso says:

      Laweyan ta anter gratis pas koe nyang Solo, segera agendakan Jo 🙂
      Yen acara Blusukan bulan iki tgl 16 Feb, acara gowes kliling kerajaan *kedip kedip*

    2. Halim Santoso says:

      Tenan Jo… nko diganti ma ajakan kliling Suroboyo ya hihi

  2. yusmei says:

    Kangen lompat taliiii. Seru ya lim, serasa kembali ke masa silam 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Banyak nostalgia pas nemeni peserta main mbak…. Tambah seneng lihat anak-anak enjoy di tiap permainan, mereka nggak bosen main. Trus jd belajar ngemong anak, yang ternyata nggak mudah jadi seorang “kakak pembina” setengah hari hahaha

  3. Gerobak sodor sama bentengan kok g ada?

    1. Halim Santoso says:

      Permainan gobak sodornya nggak sempat abadiin lewat kamera 🙂

    2. Wah sayang sekali ga ada gambarnya,

  4. Serunya yah, saya teringat masa kecil saya, dua permainan di atas masih kenal, kalau di bawahnya belum pernah main, hehe. permainan dulu membutuhkan kehadiran fisik, seru-seruan, dan kebersamaan. itu terasa jauh berbeda dari era saat ini, di mana anak-anak sekarang sudah disuguhi permainan berupa game di gadget, PS, game online, dst, dan semua tidak lagi mengharuskan ke luar rumah dan bersama teriak-teriak di lapangan permainan. jadi kebersamaan dan interaksi tidak ada, hanya berpaku pada tuts keyboard, stik game dan itu-itu saja. menarik sekali agendanya, turut menjaga melastirakan permainan tradisional yang jika tidak belum tentu anak-anak sekarang mengetahuinya. eh iyah, lain kali ikut dong mas.. 😀

    1. Halim Santoso says:

      Bisa cek twitter @blusukansolo untuk acara yang berhubungan dengan cerita sejarah di Solo, dan @AnakBawangSolo untuk mengetahui lebih banyak dolanan bocah. Semoga membantu 🙂

  5. Sy Azhari says:

    Aduh serunya bisa main permainan kecil dulu bareng teman-teman kecil. Pasti nostalgia banget ini. Koh Halim jagonya main apa ini? Cublek-cublek suweng atau karet? hahahaha.

    1. Halim Santoso says:

      Jago lompat tali donk… biar kelihatan lebih macho hahaha

  6. Seru ya Koh Halim permainannya … sederhana tp fun! 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Mainan tradisional nggak ada matinya 😉

  7. Azhar Ilyas says:

    Sering mendengar lagu ini di televisi. Permainan tradisional mesti dihidupkan lagi, anak-anak sekarang dapat banyak belajar tentang kreativitas dan pentingnya kerja sama dalam memainkan beragam permainan tradisional. salam kenal ya dari Aceh

    1. Halim Santoso says:

      Terima kasih sudah mampir di blog ini, salam kenal juga dari Solo 🙂
      Kalau di Aceh sendiri ada permainan tradisional yang masih dimainkan anak kecil?

  8. mysukmana says:

    laweyan mas, tempat kerjaku deket laweyan hehehe..

    1. Halim Santoso says:

      Next time mampir boleh ya hehe

    2. mysukmana says:

      mampir saja mas, saya tunggu kabarnya . saya di Politeknik Indonusa 😀

    3. mysukmana says:

      boleh banget lah mas bro

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.