Road to Tarimbang – Part 1

Setiap perjalanan pasti mempunyai rasa, kesan awal dan akhir yang berbeda satu sama lain… Ada yang mengumbar hal indah di suatu tempat… Ada yang nyinyir keburukan suatu tempat…
Ada pula yang galau abis selama di jalan #ehh sumpah bukan saya 😀

Tapi pernahkah merasa ada yang kurang di suatu perjalanan? Sebut saja perjalanan menuju pantai keren dibumbui jalan tanpa aspal mulus. Sebut saja pemandangan indah padang rumput luas diselingi gambaran sebuah kemiskinan yang tidak bisa ditutupi lagi.

Perjalanan selama empat jam dari Waitabula menuju Tarimbang diwarnai pemandangan yang tak bisa saya deskripsikan. Rasa senang, sedih campur aduk menjadi satu adonan. Tarimbang merupakan nama daerah yang terletak di kabupaten Sumba Timur yang sebenarnya lebih dekat ditempuh dari kota Waingapu daripada kota Waitabula yang terletak di Sumba Barat Daya. Karena keterbatasan waktu akibat delay pesawat saya dari Bali menuju Tambolaka, akhirnya plan saya dan Timothy sedikit berubah. Kami menyewa mobil sewaan beserta driver untuk mengantar kami berdua menuju Tarimbang.

Banyak pemandangan indah di sepanjang perjalanan yang membuat mata kamera terus mengambil gambar-gambar kuda liar yang sedang merumput, langit biru bersanding dengan hijaunya padang rumput, serta jajaran bukit yang memukau mata saat melewati Taman Nasional Manupeu Tanah Daru.

bus Sumba yang selalu penuh barang sampai hewan ternak di atap :-)
bus Sumba yang selalu penuh barang sampai hewan ternak di atap 🙂
kuda liar di sepanjang jalan
kuda liar di sepanjang jalan
seragam putih merah...
children…

Di sisi lain pemandangan mendadak berubah menjadi mengharukan dan sedikit menyayat hati. Setiap anak berseragam putih merah terlihat menenteng jirigen menuju sekolah masing-masing. Sama seperti yang pernah saya lihat di acara televisi sebelumnya, sebuah liputan tentang daerah di Indonesia yang masih kekurangan air bersih. Anak-anak tersebut digambarkan berjalan beberapa kilometer dari rumah mereka membawa jirigen penuh air bersih ke sekolah mereka. Buat apa? Air bersih tersebut dikumpulkan di bak penampung di sekolah yang kemudian digunakan untuk kebutuhan air di sekolah seperti buang air kecil atau besar serta kebutuhan lain sampai proses mengajar selesai.

Tidak pernah menyangka bisa melihatnya langsung, dulu berpikir kondisi seperti itu hanya ada di desa yang lebih pelosok. Nyatanya pemandangan ini bisa ditemukan di sepanjang jalan raya dari Sumba Barat menuju Sumba Timur. Entah mereka sudah berjalan berapa jauh, seberapa panas matahari membakar kulit mereka setiap hari, seberapa sakit telapak kaki mereka yang tanpa dilapisi alas kaki ( alas kaki biasanya dikenakan saat masuk kelas ), semuanya hanya mereka yang bisa menjawab !

amazing road to Tarimbang
amazing road to Tarimbang

Biaya sewa mobil yang kami bayar waktu itu 800.000 untuk sekali jalan hanya drop ke Tarimbang saja. Angka yang terdengar WOW untuk jarak tempuh yang cuma empat jam. Tapi setelah merasakan sendiri medan berat menuju Tarimbang, saya hanya bisa bersyukur mobil tidak mogok apalagi ban bocor di tengah jalan yang WOW. Tanpa driver yang handal terlihat mustahil medan off road bisa dilewati tanpa terperosok di jalur yang salah.

Selama tiga jam perjalanan kami dimanjakan oleh jalan utama Sumba yang sudah beraspal mulus. Satu jam berikutnya jalanan berubah menjadi sedikit horor. Mobil harus melintasi jalan sempit berkelok-kelok yang hanya bisa dilintasi satu kendaraan seukuran truk saja. Semak kering yang lebat di kanan kiri membuat pak driver harus berkonsentrasi penuh menghindari penduduk lokal yang terkadang berjalan santai di tengah jalan. Sesekali klakson dibunyikan agar kendaraan dari arah berlawanan tidak kaget dengan kehadiran mobil yang kami tumpangi.

another amazing road...
another amazing road…
another amazing road ( again ) to Tarimbang
another amazing road ( again ) to Tarimbang

Selesai dengan jalan sempit, jalan berubah menjadi sedikit lebar namun dengan kondisi yang lebih parah. Perbaikan jalan yang belum selesai masih meninggalkan bongkahan batu besar yang tersebar dimana-mana. Sekali lagi tanpa driver yang handal, mustahil kendaraan bisa melewati tanjakan dan turunan horor menuju Tarimbang. Hanya bisa bersyukur saat itu bukan musim penghujan yang jelas-jelas akan membuat jalan off road ini semakin terlihat buruk. 😉

Tegang, pantat geser kanan kiri tanpa kendali selama perjalanan betul-betul menjadi pengalaman yang tak terlupakan.  Inilah Sumba, pulau penuh petualangan!

23 Comments Add yours

  1. wah pengen ke Sumba…. wlpn gersang tempat2 seperti mengundang rasa ingin tahu

    1. Halim Santoso says:

      Yuk bro 🙂

  2. yusmei says:

    akhirnya nulis lagii 🙂 ….Cerita dari Indonesia Timur selalu menarik, tapi kadang bikin trenyuh…ah kapan mereka bisa mendapatkan perhatian yang layak dari negeri ini *colek presiden, menteri, gubernur, lurah 🙂

    1. Halim Santoso says:

      iyaa…setelah blank beberapa hari akhirnya dapet inspirasi lagi hahaha…
      Semoga pemerintah segera sadar en melek bahwa Indonesia bukan cuma Pulau Jawa saja 😉

  3. johanesjonaz says:

    cobain ke lautnya doooong… Sumba’s beached are magnificent!

    1. Halim Santoso says:

      Ulasan laut-laut keren ada di artikel berikutnya, bro… Stay tune #promo 😀

  4. Bang Ardin says:

    Ceritanya asik bro.. tambahan nih,anak2 itu kayaknya punya alas kaki minimal sandal tp mereka lebih memilih berjalan tanpa alas karena memang udah KEBIASAAN bgitu.. perhatikan deh sering alas kakinya mereka tenteng2 doang..

    1. Halim Santoso says:

      Ahh betul bang….dulu juga lihat beberapa anak menenteng alas kaki mereka.
      Makasih tambahannya bang. Segera aku tulis di notes tentang kebiasaan tersebut agar semua orang mengerti 🙂

  5. jalannya ngeri… tapi kayanya seru berasa off road. hehehe..

    http://travellingaddict.blogspot.com/

    1. Halim Santoso says:

      Sumba penuh petualangan, kawan 🙂

  6. Avant Garde says:

    beri aku sumba…. arrgh… bisa orgasme kalo lihat pantai2nya 😀 wkwkwkwkwk

    1. Halim Santoso says:

      Hahaha…jadi rodo takut mo tulis tentang pantai-pantai keren di Sumba 😀

    2. Avant Garde says:

      hihihihi….ke batu2megalithnya juga nggak mas?

  7. Eki Akhwan says:

    Ditunggu bagian berikutnya. 🙂

    1. Halim Santoso says:

      Lanjutannya sudah ditulis 🙂
      Monggo mampir lagi hehe

  8. jalannya lebih parah yah dari batangan – bekol yah =,=
    dan itu kuda0kuda dipinggir jalan yang kata om timot lo foto-fotoin bukan sih?

    1. Halim Santoso says:

      Bisa dibilang begitu 😀 saking banyaknya kuda berkeliaran di sepanjang jalan….sampe kalap pokoknya hahaha

  9. OpensTrip says:

    jalannya sepi dan belum di perbaiki gituh ya

    1. Halim Santoso says:

      Betul, jalan masih sepi karena hanya sebagai akses ke desa-desa ke arah selatan saja jadi belum diperhatikan secara maksimal oleh pihak yg berwajib.

  10. jalanannya gak mirip sama jalur sawarna jakarta via malingping (banten) xixixi, tapi seru kan ^^

    1. Halim Santoso says:

      Seruuuu, sampe berkali-kali loncat dari kursi… baru kali itu ngelewati jalur perjalanan yg extreme >_<

  11. dwisusantii says:

    Waa sama mas timo ya mas?
    Jalannya mengesankan sekali, yang baca aja serasa lagi kepanasan di jalan yang aduhai… ditunggu kelanjutan penampakan pantainyaa 🙂

    1. Cerita perjalanan tiga tahun yang lalu, mbak Dwi hehehe. Sumba panas tapi punya alam yang eksotik. Mesti ke sana kalau pencinta alam liar dan kuda-kuda yang berkeliaran bebas 😀

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.