Yuk Wisata Museum di Solo!

Ada yang suka nongkrong di museum?
Atau jangan-jangan ada yang belum pernah masuk museum sama sekali?

Beberapa wisatawan dari luar kota maupun mancanegara hanya terkesima dengan Museum Keraton Kasunanan dan Museum Pura Mangkunegaran tanpa menyadari museum-museum keren lainnya di Kota Solo. Sejauh ini ada tiga museum yang dibuka untuk umum dan dalam kondisi terawat yang sampai detik ini masih banyak dikunjungi oleh banyak orang. Ketiganya  memiliki sejarah dan koleksi yang berbeda satu sama lain. Letak yang tidak jauh satu sama lain di tengah kota juga membuat mereka mudah dikunjungi oleh siapapun yang sedang berlibur atau sekedar transit di Kota Solo.

patung Ronggowarsito di halaman depan Museum Radya Pustaka
patung Ronggowarsito di halaman depan Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka awal mulanya didirikan pada tahun 1890 di nDalem Kepatihan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosroningrat IV, namun pada tahun 1913 lokasinya dipindah ke Loji Kadipolo. Bekas kediaman Johannes Busselaar yang terletak di Jalan Slamet Riyadi ini diisi berbagai macam koleksi benda bersejarah yang tak terhitung nilai historisnya. Batu bertulis, lingga dan yoni, serta arca dewa-dewi agama Hindu yang berumur ratusan tahun diletakkan di beranda museum. Perabot antik dan puluhan wayang kulit kuno yang tersusun rapi di etalase kaca ikut menghiasi bagian depan museum.

Di tengah bangunan terdapat beberapa kamar berukuran cukup besar yang setiap ruang diisi oleh koleksi keris, porselen, guci dan kristal antik sampai manuscript dari abad 17 hingga 19. Koleksi perpustakaan Radya Pustaka terdiri dari Jawa Carik (tulis tangan), Babad Mataram, Kawruh Empu (buku tentang keris), hingga buku-buku Belanda seperti De Java – Oorlog Van 1825 – 1830, Pararaton (Ken Arok dan naskah kuno lain yang masih dirawat dengan baik.

Di bagian tengah bangunan pengunjung disambut oleh seperangkat gamelan kuno yang jangan ditanya lagi nilainya. Gamelan kuno ini sering diincar oleh banyak kolektor tidak bertanggung jawab. Satu set gamelan lengkap tersebut diletakkan di atas panggung setinggi setengah meter. Jangan lupa juga untuk melihat lebih dekat sosok kepala Kiai Rajamala berukuran besar di sebelah barat. Hiasan atau canthik kapal yang terbuat dari pohon jati hutan Donoloyo tersebut sudah ada sejak tahun 1811 zaman pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IV. Kiai Rajamala yang berwajah garang warna merah ini masih rutin diberi sesajen, jadi bagi yang memiliki indera khusus diharapkan menutup mata batinnya terlebih dahulu #kedipmatakasihkode.

Alamat Museum : Jl. Slamet Riyadi, komplek Taman Sriwedari, tiket masuk museum 5.000 rupiah dan tiket tambahan untuk kamera sebesar 5.000.
Museum Radya Pustaka buka setiap hari Selasa sampai Sabtu mulai pukul 08.30 – 14.00, khusus untuk hari Jumat hanya sampai pukul 11.00.


Monumen Pers
Monumen Pers
arsitektur unik museum
arsitektur unik museum

Museum berikutnya terletak di Jalan Gajah Mada yang banyak disangka orang sebagai candi di tengah kota. Bangunan menyerupai Candi Borobudur tersebut semula bernama Gedung Societiet atau Sasana Soeka yang dibangun pada tahun 1918 atas prakarsa KGPAA. Sri Mangkunegoro VII dengan arsitek yang bernama Abukasan Atmodirono. Gedung ini menjadi saksi bisu di balik pendirian radio kaum pribumi dengan semangat kebangsaan pertama kali yang ditandai dengan lahirnya Solosche Radio Vereeniging pada tahun 1933. Gedung ini juga menjadi tempat terbentuknya organisasi kewartawanan bernama PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) pada 9 Februari 1946. Dengan sejarah yang cukup panjang di dunia media massa, tepat di ulang tahunnya yang ke-32 pada tahun 1978 nama Gedung Societiet diganti menjadi Monumen Pers Nasional yang diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Monumen Pers Nasional menyimpan banyak koleksi yang berhubungan dengan media massa (pers). Surat kabar yang masih ditulis tangan sampai surat kabar yang sudah menggunakan mesin cetak di zaman pra-kemerdekaan bisa ditemui di sini. Selain cetakan pertama surat kabar Kedaulatan Rakyat, koran-koran terbitan Medan Prijaji, di dalam juga terdapat koleksi pemancar radio kuno yang pernah digunakan saat perang gerilya tahun 1948-1949 yang dikenal dengan sebutan Pemancar Radio Kambing. Dalam kondisi darurat perang, RRI tetap mengudara di Desa Jenawi di Karanganyar. Untuk menghindari serangan musuh, pemancar disembunyikan di kandang kambing sehingga saat mengudara sering terdengar suara mengembik. Sejak itu pemancar radio tersebut diberi nama Pemancar Radio Kambing.

Di sebelah kiri bangunan terdapat satu ruang khusus yang berisi mesin ketik kuno, peralatan cetak media serta beberapa almari kaca untuk meletakkan barang peninggalan para pahlawan pers yang telah tiada. Setiap almari diisi barang berharga milik pencari berita, seperti alat perekam gerhana matahari pertama di Indonesia, tas dan kamera Ricoh milik Udin, seorang wartawan harian Bernas Yogyakarta yang tewas dianiaya oleh orang tak dikenal tahun 1996 silam. Masih ada juga mesin ketik kuno merk Underwood yang dibuat sekitar 1920-an milik Bakrie Soeriatmadja, seorang perintis pers Indonesia. Di sudut lain terlihat radio merk Erres KY 446, kacamata, pipa rokok dan dasi milik AA Hamidhan, penerbit Soeara Kalimantan. Jangan buat museum terasa membosankan. Temukan kesenangan di sana. 😉

Alamat museum : Jl. Gajah Mada no 59, tiket masuk museum GRATIS.
Monumen Pers Nasional buka setiap hari Senin sampai Minggu pukul 09.00 – 14.30
________

Museum Danar Hadi
Museum Danar Hadi

Bagi penggemar batik Indonesia wajib mengujungi museum batik yang terletak di nDalem Wuryaningratan. Bekas kediaman K.R.M.T.H Wuryaningrat, salah satu menantu Sri Susuhunan Paku Buwono X yang didirikan sejak tahun 1890 ini sudah dimiliki oleh Santoso Doellah, pendiri PT Batik Danar Hadi. Kecintaan beliau terhadap batik diwujudkan dengan berdirinya Museum Batik Danar Hadi yang diresmikan sejak tahun 2000.

Saat mengunjungi museum ini beberapa tahun silam, saya hanya bisa berdecak kagum melihat kegigihan usaha sang kolektor yang berhasil mengumpulkan ribuan batik tulis dari seluruh Indonesia. Kain-kain bernilai tinggi tersebut dibagi dalam beberapa ruang. Ada ruang khusus batik keraton yang memamerkan beragam motif keraton Surakarta (Kasunanan dan Mangkunegaran) dan Yogyakarta (Kesultanan dan Paku Alaman). Kemudian ada ruang yang berisi batik peranakan Tionghoa dengan motif khas gambar burung Hong, batik Hokokai dengan motif khas negeri matahari terbit serta batik peranakan Belanda yang harga per helai bisa mencapai ratusan hingga miliar rupiah.

proses membatik
proses membatik

Perlu diketahui bahwa merawat batik tulis apalagi yang sudah berumur ratusan tahun tidaklah gampang. Perawatan rutin serta kondisi tempat penyimpanan harus diperhatikan secara teliti, lalai bisa berakibat kain habis dimakan rayap. Proses pembuatan batik tulis  juga tidak mudah seperti yang dibayangkan. Tepat di belakang museum terdapat pabrik batik tulis dan cap yang diproduksi langsung oleh PT Batik Danar Hadi. Pengunjung bisa melihat secara langsung proses pembuatan batik mulai dari para pekerja memberi warna, menorehkan malam sampai pencucian kain. Setelah melihat sendiri tingkat kesulitan dalam membatik jangan lagi heran dengan harga tinggi selembar batik tulis.

Alamat museum : Jl. Slamet Riyadi 261, tiket masuk museum 25.000 ( umum).
Museum Danar Hadi buka setiap hari mulai pukul 09.00 – 16.30.


Jika masih memiliki banyak waktu, bisa mengunjungi museum-museum yang lain di Kota Solo. Museum yang saya sebutkan berikut belum terbuka untuk umum, hanya saja pengunjung yang memiliki minat khusus bisa meminta izin di pos jaga sebelum memasuki gedung. Jangan lupa mengutarakan niat dan tujuan agar penjaga pun memberikan izin tanpa dipersulit. Museum milik Lokananta yang terletak di Jalan Achmad Yani (Studio Rekaman LOKANANTA) yang tulisan lengkapnya bisa baca di sini. Dan Museum Penyiaran yang menempati gedung RRI Solo di daerah Kestalan, Banjarsari.


Note : Peninggalan bersejarah dari masa lampau tidak bisa diabaikan begitu saja karena keberadaan mereka ikut menguatkan suatu identitas. Suatu negara yang tidak mempunyai sebuah tempat khusus untuk menyimpan benda bersejarah peninggalan nenek moyangnya sama dengan negara yang tidak mempunyai identitas.

Yuk ke museum! 😀

27 Comments Add yours

  1. EGi says:

    wah…. aq sering ke solo tapi belum pernah ke museum2 di atas, menarik sekali soalnya aq penggemar wisata budaya, tks atas infonya ya 🙂

    1. Semoga bermanfaat yah 🙂

  2. Sayangnya kebanyakan museum di Indonesia itu seperti isinya, usang dan tak terawat. Padahal isinya itu adalah sejarah bangsa ini, sesuatu yg seharusnya sangat berharga karena bangsa yg besar adalah bangsa yg menghargai sejarahnya.

    1. Betul…masih banyak museum yang mengantungkan dana kucuran dari pemerintah pusat… Ironi… 😐

  3. Avant Garde says:

    Baru ke museum radya pustaka, itupun jaman esde .. udah lupa

    1. Nahh brarti kudu visit Solo lagi tuh buat jelajahin semua cagar di sini 🙂

    2. Avant Garde says:

      okay mas … btw punya daftar benda cagar budaya di solo nggak? btw,kemaren pulkam ke salatiga saya mampir ke hok tek bio loh hehe

    3. Kalo daftar cagar budaya belum punya, baru nyari juga nih hehe…
      Wahh knapa nggak skalian milipir ke Solo pas pulkam ke Salatiga?

    4. Avant Garde says:

      Waduh mas, pulang ke rumah cuma buat nengokin tingkeban istri mas hehe … kapan2 pulkam lagi tak sowan ke solo hehe 🙂

  4. Cah@ngon says:

    Dari ketiga museum, Museum Danar Hadi nih yg belum pernah, faktor harga tiket ^_^
    Ditunggu kunbalnya yha bang 😀

    1. Padahal Danar Hadi museum paling keren lhoh di antara ketiganya 🙂

  5. nopan says:

    arah2an klo naik angkot ke museum2 itu gimana? atau jalan kaki aja bisa?

    1. Jalan Slamet Riyadi satu arah, bisa dimulai dari Radya Pustaka di daerah Sriwedari kmudian jalan kaki 10 menit ke Museum Danar Hadi.
      Selesai dari Danar Hadi ambil belokan kanan menuju jalan Gajah Mada ke Monumen Pers Nasional 🙂

    2. mawi wijna says:

      Wah tengkyu arahan kalau mau blusukan jalan kaki Kang. Kendaraan bisa tak tinggal di Jogja, naik Prameks, turun di stasiun Purwosari, jalan-jalan deh keliling museum di Solo.

    3. Dari Purwosari bisa langsung naik BatikTrans turun di halte pilihan. 🙂

  6. Ha. Sayang sekali ga sempat ke museum waktu jalan ke Solo. Lain kali dhe. Hehe…

    Btw, kalo sempat cek link saya ya. Ada kontes ngeblog, siapa tahu tertarik.

    Cheers

    1. Terima kasih udah mampir 🙂

  7. muthz says:

    wah ternyata wisata museum di solo bisa jadi ide menarik saat kapan-kapan bisa kesana. thanks infonya 😉

  8. yusmei says:

    Museum Batik Danar Hadi juaranya 🙂

    1. Poll juarane hehe…
      Gemeter tiap ngeraba kain harga jutaan di sana x)

  9. mysukmana says:

    wah mas saya sering lewat dan berdomisili di solo namun belum sekalipun pernah masuk museum 😀 (maluuu)

    1. hehe…museum nggak pindah tempat dan rusak kaya alam kok…yuk ke museum 😀

    2. mysukmana says:

      siap mas, rencana sama istri mau ke musium backpackeran dalam kota hahaha (aneh ya) keliatannya masuk di radyapustaka 2000 klo gak salah skg.. 😀

  10. Lia Purwaningsih says:

    kerennn… oia klo mau cari koleksi naskah slain di radya pustaka di solo … d museum mana ya…yg dkete solo situ

    1. Halim Santoso says:

      Halo Lia, kalau mau mencari kolkesi naskah tua di Solo bisa mampir ke Rekso Pustoko, perpustakaan di Pura Mangkunegaran. Jam buka Senin-Sabtu pukul 09.00-13.00 ( kecuali Jumat, Sabtu sampai jam 12.00 ) 🙂

  11. Miss Fenny says:

    Referensi yang bagus, siap mengunjungi museum-museum di Solo 😉

  12. vanissa rezita says:

    gx ada gambar diodramanya ya?????padahal aq lagi nyari gambar itu

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.