Banyaknya penduduk yang menganut agama Buddha membuat Penang dipenuhi klenteng ( kuil ) yang banyak tersebar di kota Gerorge Town dan sekitarnya. Di George Town selain kuil megah Khoo Kongsi yang pernah saya ceritakan sebelumnya, masih terdapat kuil berbentuk megah lain seperti Kong Hock Keong ( Goddes of Mercy Temple ), Teochew temple, Yap Kongsi temple, King Street temple dan kuil kecil lainnya. Sayangnya saat itu hanya sempat mendatangi Khoo Kongsi saja saat di George Town. Tapi untuk di luar George Town, saya sempat mengunjungi tiga klenteng yang tidak kalah cantiknya dengan tempat-tempat tersebut.
Saya dan kawan lain tidak berjalan seperti backpacker yang rela antre lama menunggu bus umum menuju ke suatu tempat atau oper-oper bus yang akan menghabiskan banyak waktu. Karena sebagian dari kami adalah orang yang sudah sepuh, maka kami rela mengeluarkan uang lebih dengan mengambil one day city tur yang ditawarkan oleh guesthouse demi mengatasi waktu liburan yang singkat saat itu. City tur pertama kali membawa kami ke Khoo Kongsi, setelah itu melanjutkan perjalanan kurang lebih setengah jam menuju Wat Chaiya Mangalaram atau sering orang menyebutnya Reclining Buddha Temple.

Kuil yang terletak di Lorong Burma ini free tiket masuk! Kuil yang warna bangunannya didominasi warna kuning emas ini merupakan kuil Buddha Thailand, sehingga memiliki bentuk atap Wat (kuil) yang khas seperti di negara Thailand. Apa yang bisa dilihat disini? Disini terdapat salah satu patung Buddha dengan posisi berbaring yang memiliki panjang 33 meter. Patung Buddha disini terlihat lebih berwarna ketimbang patung Buddha serupa yang ada di WAT PHO, Bangkok. Wat Chaiya Mangalaram memiliki patung Buddha berlapis emas hanya di jubahnya saja, sedangkan Wat Pho memiliki patung Buddha terbaring dengan emas di seluruh permukaan patung #telanludah.

Saat memasuki halaman di reclining Buddha temple ini sudah mulai terasa aura ‘sadar akan kebersihan’ yang terpancar dari segala penjuru, contohnya dengan dipasang tanda larangan berbunyi “DENDA MEMBUANG SAMPAH RM 500“, dan banyaknya tong sampah yang bertebaran di sudut halaman. Saat berjalan menuju bangunan utama, ajaib… tidak pernah saya temukan sampah berceceran disini!
Bangunan utama kuil merupakan bangunan dimana patung Buddha terbaring tersebut ditempatkan yang diluarnya terdapat dua patung besar berwarna merah dan hijau yang seolah menjadi ‘penjaga’ area tersebut. Ketika masuk dan memutari patung, dibagian belakang terlihat patung-patung Buddha dengan beragam bentuk dan posisi yang seolah melindungi rak-rak kaca yang ditempatkan disitu. Rak kaca tersebut berisi guci berisi abu orang yang sudah meninggal dunia.
Oh iya karena ini tempat bersembahyang, pengunjung disini diwajibkan ikut menaati peraturan yang diterapkan disini, misalnya melepas alas kaki dan meletakkannya di rak sepatu yang beradi di luar saat akan masuk ke bangunan utama, ada juga peraturan yang melarang memakai topi saat di dalam tempat sembahyang. Keindahan patung utama serta patung kecil lainnya tidak bisa dilukiskan kata-kata, karena ini pertama kalinya saya melihat bangunan kuil yang terdapat banyak patung berlapis cat emas seolah berlibur di istana emas. 😉


Setelah puas berkeliling di Reclining Buddha, kami menyeberang jalan utama untuk mengunjungi kuil berikutnya yaitu Dharmikarama Burmese Temple. Loh? Menyeberang? Yup, dua kuil ini letaknya sama-sama di Lorong Burma dan saling berhadapan. Lagi-lagi tiket masuk free, kawan!

Apa yang dilihat disini? Kuil ini memiliki area yang lebih luas dibanding kuil di seberangnya. Waktu saya berkunjung, kuil ini sedang membangun beberapa bangunan baru di sekeliling bangunan utama. Beberapa patung Buddha berbagai posisi dan bentuk menghiasi seluruh bangunan yang ada, tetapi yang paling menonjol adalah patung di bangunan utama. Bangunan utama terdapat sebuah patung Buddha berwarna putih gading menjulang tinggi berjubah emas yang dikelilingi ribuan patung kecil berwarna gading juga sehingga membuat suasana ruangan terlihat sangat indah.
Selain Buddha berlapis emas tadi, ada dua patung serupa perpaduan naga, singa, bersisik seperti ikan, berhidung seperti gajah, bersayap seperti burung garuda yang terlihat di belakang bangunan.
Di belakang area ini juga terdapat sebuah kolam yang memiliki nama “The Epic Renunciation” dengan sepenggal cerita seperti ini This maural depicts the great Renunciation of Prince Siddharta Gotama.Riding on His stallion Kanthaka and followed by His servant Channa, the Prince crossed the river Anoma where He then discarded all his princely attire and cut off his hair in exchange for an ascetic robe and an arms bowl.On the right are Devas(heavenly beings) who encouraged Him in the search for Supreme Enlightenment, while on His left are Maras(evil ones) who tried unsuccessfully to dissuade Him from doing so.

Dari penjabaran tersebut, di tengah kolam terdapat patung teratai besar yang ditancapkan tiang besi guna menyangga beberapa mangkok di ujungnya.
Nah… kalau kepingin keinginan terkabul, harus memasukkan koin ke mangkok besar yang terbuat dari besi tersebut. Tapi susah sekali memasukkan koin-koin ke dalam mangkok tersebut, karena tiang besinya berputar seperti roda. Banyak yang mencoba tapi gagal, termasuk saya dan koin-koin yang saya lempar dengan terpaksa nyemplung kolam :(.

Puas berkeliling di dua kuil belum membuat tur kami berhenti sampai disitu. Menuju ke arah Kek Lok Si temple, kami berhenti sejenak melihat pemandangan alam di Botanical Garden. Tidak banyak yang dilihat disana, hanya melihat beragam jenis tanaman yang dibudidayakan disana.
Tapi penataan taman dan kebersihan di area ini patut diacungi jempol meski dengan koleksi tanaman yang tidak selengkap kebun raya di Indonesia. Penang sadar betul akan potensi wisata yang dikelola, dengan pengelolaan yang tidak seenaknya sendiri mereka berhasil membangun objek wisata menjadi lebih maju dan lebih dipuji oleh wisatawan.


